Diperhatikan Jonathan

2050 Words
Agatha merasa tak nyaman ketika dirinya sudah berada di dalam kelab malam. Ini pertama kalinya ia berada di tempat laknat seperti ini. Setelah masuk ke dalamnya yang penuh dengan hingar-bingar dunia yang kelam, Agatha hanya mampu duduk di sofa yang posisinya berada di salah satu sudut. Dan pastinya, dia terus memegang tangan James agar pria itu tidak pergi ke mana-mana dan terus berada di sampingnya. Meski ini pertama kalinya bagi Agatha datang ke tempat seperti ini, tapi Agatha sangat tahu tempat apa dan apa saja yang biasa terjadi di tempat semacam ini. Sungguh, itu membuatnya semakin takut apalagi melihat banyak pasangan yang b******u dengan bebas tanpa peduli jika banyak pasang mata yang melihat ke arah mereka. Ah, tidak! Mungkin hanya mata Agatha saja yang melihat ke arah mereka karena yang lainnya asyik dengan apa yang mereka lakukan masing-masing. Sungguh! Agatha merasa jijik untuk berada di tempat semacam ini lebih lama lagi. Ia mengeratkan pegangannya pada James dan merapatkan posisi duduk mereka. “James?” panggil Agatha pelan, berbisik pada telinga suaminya. Padahal jika ia berbicara dengan keras pun ia yakin tak akan ada yang mendengarnya selain ia dan James mengingat musik yang dimainkan di tempat ini sangat keras. Juga, tidak ada orang lain yang duduk bersama dengan mereka. Setelah James memperkenalkan Agatha pada teman-temannya yang kini sedang menari di lantai dansa dengan banyak wanita, James langsung menarik Agatha ke sofa. Jujur saja Agatha senang karena James tidak ikut menari bersama dengan teman-temannya di lantai dansa, ia akan merasa tidak nyaman jika tubuhnya ikut terseret di antara lautan manusia yang kini menikmati alunan musik yang memekakkan telinga Agatha. “Apa?” tanya James, merangkul Agatha karena ia mengerti dengan apa yang dirasakan oleh Agatha. “Bukankah ini adalah kelab elite? Lalu mengapa mereka bertingkah seperti itu?” tanya Agatha dengan kening yang berkerut. Ia yakin jika manusia-manusia yang hadir di sini adalah manusia yang berasal dari kalangan atas yang kaya raya dan juga mempunyai pamor yang bagus. Lantas, mengapa mereka berperilaku demikian? “Iya, orang kaya dan berkelas seperti aku juga butuh hiburan, Agatha.” Kalimat yang dilontarkan oleh James membuat Agatha melotot. Ia langsung menatap James dengan intens. Sebuah pemikiran hadir di kepalanya yang menyatakan jika James juga sama seperti mereka. Agatha tidak dapat membayangkan bagaimana seorang pria seperti James melakukan kegiatan yang mengotori mata Agatha saat ini. Dan jujur saja, Agatha sangat tidak suka dengan pemikirannya sendiri kali ini. “Jadi kau juga melakukan apa yang sedang mereka lakuan? Maksudku, kau biasa melakukan itu semua jika sebelumnya kau datang ke sini?” tanya Agatha dengan wajah yang kecewa. Ia merasa tidak suka membayangkan jika James b******u dengan wanita lain di dalam kelab ini secara acak. Ia sangat tidak mau untuk memikirkannya karena itu membuat sesuatu yang panas di dalam dadanya bergejolak. James tertawa menanggapinya, ia semakin mengeratkan rangkulannya pada bahu Agatha. “Memangnya kenapa jika jawaban dari semua pertanyaan yang baru saja kau tanyakan adalah ‘iya’?” Kepala Agatha bersandar di d**a James kala James menggunakan telapak tangannya untuk mendorong kepala Agatha agar melakukan hal tersebut. Tak hanya berhenti sampai di situ, James juga membuat Agatha mendongak dan menatap pria itu secara dalam dan intens. James menggunakan sebelah tangannya untuk memeluk tubuh Agatha, dan satu tangan lainnya ia gunakan untuk mengelus lembut pipi Agatha. Secara perlahan-lahan James menundukkan wajahnya dan mengantarkan bibirnya agar bertemu dengan benda yang sama yang dimiliki oleh Agatha. Sama-sama memejamkan mata dan meresapi suatu sensasi menyenangkan yang mereka rasakan. Hanya sejenak, tak sampai setengah menit. James kembali menjauhkan wajahnya dari Agatha dengan sebuah senyum yang mengembang di bibirnya. Senyumannya semakin merekah kala melihat semburat merah ada di kedua pipi Agatha. “Kau tenang saja, diriku ini masih suci dari hingar-bingar dunia malam. Tubuhku ini tidak pernah menikmati pelayanan dari wanita malam. Aku juga tidak sering datang ke sini, dan jika pun aku datang ke sini aku hanya akan duduk di sofa seperti ini tanpa melakukan apa pun seperti sekarang. Bedanya, dulu aku duduk di sofa ini bersama dengan Emily, dan sekarang aku bersamamu.” Agatha menjauhkan tubuhnya dari James. Ia merasa malu sendiri dengan apa yang telah dilakukannya dengan James. Bukan hanya dadanya saja yang kini panas, tetapi kedua pipinya juga. Agatha sampai harus menarik napas beberapa kali untuk menetralkan napas dan juga detak jantungnya yang menggila. “Kau sepertinya sangat gugup?” tanya James dengan tawa kecil di bibirnya. Agatha menggelengkan kepalanya dengan gerakan kaku. Matanya melihat ke sana ke mari dengan asal, dan hal itu Agatha lakukan untuk menghindari tatapan mata James. Hingga tatapan mata Agatha terjatuh pada gelas yang ada di atas meja yang berada di depannya, Agatha dengan refleks langsung saja mengambilnya dan meneguknya dengan cukup banyak. Agatha memejamkan matanya dan kembali menyimpan gelas yang ia ambil ke meja. Rasa pahit dan panas menggerayangi kerongkongannya hingga ia bisa mencium bau yang menyengat dari cairan yang baru saja diminumnya. “Agatha! Apa yang kau lakukan?” pekik James, ia menepuk pipi Agatha beberapa kali pelan. “James—apa yang baru saja aku minum?” tanya Agatha. Mengusap lehernya sendiri yang tak nyaman akibat minuman yang mengalir di dalamnya. “Dasar bodoh!” celetuk James seraya menyentil dahi Agatha. Meski begitu, bibirnya menyunggingkan senyuman tipis. “Ayo kita pulang saja!” lanjut James seraya menarik tangan Agatha agar berdiri. “Kepalaku pusing,” ungkap Agatha seraya memegangi kepalanya yang tiba-tiba saja terasa sangat berat. “Jangan manja!” James langsung menarik tangan Agatha dan membuat wanita itu harus terseok-seok mengikuti langkah kakinya yang cepat, membelah manusia yang sibuk berlalu lalang. “James!” teriak Agatha kesal. Kepalanya sangat pusing dan ia merasa tak akan sanggup untuk melangkah terus mengikuti James. Teriakannya tersebut membuat James menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Agatha, bibirnya tersenyum penuh rasa geli yang membuat Agatha cemberut melihatnya. “Dasar wanita bodoh! Mulai pusing, hemm? Baiklah, kita jalan secara pelan karena aku tidak mau menggendongmu!” balas James seraya merangkul Agatha dan membawa tubuh itu untuk melangkahkan kakinya secara perlahan keluar dari kelab malam yang mereka kunjungi hari ini. Dan sepertinya, ini adalah kunjungan terakhir mereka ke tempat yang seperti ini. *** “Aku ingin membeli makanan ringan James!” Minuman yang ditegak Agatha sudah menunjukkan reaksi, Agatha sejak tadi meracau minta dibelikan makanan ringan pada James yang kini fokus menyetir. Keduanya dalam perjalanan pulang, dan Agatha terus saja merengek pada James untuk dibelikan makanan ringan. Bahkan wanita itu dengan berani memegang lengan James beberapa kali untuk membuat James berhenti. “James! Aku ingin membeli makanan ringan yang sangat banyak, apa kau tahu? Aku sering terbangun di malam hari dan aku selalu merasa lapar! Ayo James! Aku ingin membeli makanan ringan yang sangat banyak. Atau jika perlu kau beli saja supermarketnya, kau kan orang kaya!” Agatha berucap dengan matanya yang terlihat sayu karena mengantuk. Ia tidak benar-benar mabuk, hanya merasa pusing dan tidak bisa berpikir dengan begitu jernih saja. “James, ayolah! Apa kau tega melihat istrimu yang kau bilang cantik ini kelaparan di tengah malam tanpa ada makanan yang bisa aku makan? Apa kau tega jika aku tidak makan makanan ringan yang aku inginkan? Jika kau tidak membelikannya aku akan membuat sebuah wawancara dan aku akan mengatak semua keburukanmu!” Selain kalimat yang bernada ancaman, Agatha juga mengubah tatapannya menjadi lebih tajam dari sebelumnya. “Aku akan mengatakan jika kau adalah pembunuh orang tuaku, kau ditinggalkan oleh Emily hingga aku menikah denganmu, kau juga pernah melakukan tindak kekerasan padaku, dan keburukanmu yang lainnya yang bahkan aku tidak akan sanggup untuk menghitungnya. Aku akan mengatakan itu semua hingga namamu menjadi topik pembicaraan yang sangat panas dan akan membuat pamormu sebagai seorang pria yang sukses akan hancur!!” Kalimat Agatha yang terdengar sangat serius membuat James tidak dapat menahan tawanya. Ketika sadar jika tawanya malah membuat Agatha semakin tajam menatapnya, James pun segera menghentikannya. Ia pun turun menghentikan mobilnya yang telah masuk ke area parkir sebuah supermarket. Tentu saja ia akan menuruti keinginan istrinya tersebut. Membelikan istrinya sendiri makanan ringan tak kan membuatnya rugi. Walau sebenarnya persediaan makanan ringan di rumahnya masih banyak. “Ayo turun! Kau bilang kau ingin membeli makanan ringan bukan? Pilihlah semua yang kau mau,” tutur James. Agatha tersenyum bahagia karena merasa jika ancaman yang diberikannya pada James telah berhasil memengaruhi pria itu. Dengan bangga ia mengangguk dan langsung keluar dari mobil. James hanya tersenyum melihat istrinya yang terkadang bertingkah menggemaskan. Wajar saja, James tahu jika istrinya tersebut baru menginjak usia dua puluh tahun, terpaut usia delapan tahun lebih muda darinya. Tak ingin membiarkan Agatha yang tengah berada dalam keadaan yang tidak sadar sepenuhnya, James pun segera turun dari mobil dan menyusul kepergian Agatha yang sudah lebih dulu masuk ke dalam supermarket. Dan ketika James masuk, bibirnya tersenyum semakin lebar kala melihat Agatha yang tengah berdiri di salah satu rak yang menjajakan makanan ringan. Bukan hal itu yang membuatnya tersenyum, melainkan troli di samping tubuh Agatha yang telah penuh oleh berbagai merek makanan ringan yang biasa tampil di televisi. Padahal baru beberapa saat yang lalu istrinya tersebut masuk ke dalam, dan ternyata ia sudah memilih banyak makanan saja. James harus menggelengkan kepalanya beberapa kali karena melihat hal tersebut. “Kau sepertinya sangat semangat untuk membeli makanan ringan? Memangnya kau selapar itu jika terbangun di malam hari?” tanya James dengan geli. Namun, tak ayal tangannya bergerak mengambil beberapa makanan ringan dan ia simpan ke dalam troli yang sudah terlihat tak muat untuk dijejali lagi. Agatha menoleh dengan ceria pada suaminya, bibirnya tersenyum lebar dan ia dengan sengaja menggandeng tangan James. “Tentu saja aku senang, aku sudah selesai. Trolinya sudah tidak cukup untuk dimasuki apa pun.” “Kau bisa mengambil troli lagi jika kau mau,” balas James dengan santai. Hal tersebut membuat Agatha antusias dan mengangguk. Wanita tersebut berlari degan langkah yang sangat semangat walau sedikit sempoyongan mengambil troli baru. Dan tak lama kemudian ia kembali dan langsung menyodorkan troli tersebut pada James. “Bantu aku untuk mengisi trolinya. Pilih makanan ringan yang asin saja, aku tidak suka yang manis-manis,” titah Agatha, layaknya seorang bos yang sedang memerintah bawahannya. “Tentu saja kau tidak suka yang manis-manis, karna kau sendiri sudah cukup manis,” balas James, ia tersenyum untuk kalimatnya sendiri. Rasanya sudah gila, dan James akui jika dirinya memang sedang mencintai Agatha malam ini. Baiklah, James akan mengalah pada hatinya untuk malam ini. Esok pagi, akan ada cerita baru dalam hidupnya. Tak membutuhkan waktu yang lama, keduanya telah selesai berbelanja. Tak ada yang mereka beli selain makanan ringan seperti yang diinginkan oleh Agatha, karena memang tak ada kebutuhan yang mendesak mengingat jika persediaan di rumah James selalu tersedia karena ada banyak pelayan yang selalu memastikan semua kebutuhan mereka tersedia selalu. James dan Agatha berjalan bersama keluar dari supermarket dengan posisi Agatha yang ada dalam rangkulan lengan kokoh James. Mereka sama sekali tak mendorong troli karena ada pegawai supermarket yang melakukannya. Bahkan para pegawai tersebut juga yang memasukkan belanjaan Agatha ke dalam mobil. James dan Agatha hanya berdiri dengan santai saja melihat makanan ringan yang telah mereka beli masuk ke bagian belakang mobil, tepatnya kursi penumpang. Hal itu terjadi karena bagasi mobil yang kecil tak akan muat untuk menampung. Tak sengaja, Agatha melihat ke sekeliling saat James tengah asyik memerhatikan dua pegawai yang sedang memasukkan kantung belanjaan ke dalam mobil. Dan tepat di ujung parkiran supermarket, Agatha melihat keberadaan seseorang yang melihatnya dengan intens. Walau dalam gelapnya malam dan juga dalam keadaan kepalanya yang masih pusing akibat minuman laknat yang diminumnya tadi, Agatha masih bisa mengenali dengan jelas sosok tersebut yang tak lain adalah Jonathan. Agatha tertegun sejenak dibuatnya. Ia tidak tahu jika mereka masih bisa bertemu lagi. Padahal, Agatha sama sekali tidak mengharapkan pertemuan apa pun lagi dengan pria b******k itu. Dan lagi, ia tidak suka jika Jonathan memerhatikannya dengan sangat intens seperti itu. “James,” bisik Agatha seraya melingkarkan tangannya ke tubuh James. Pria yang dipanggil namanya tersebut pun langsung menundukkan kepalanya. Merasa heran dengan tingkah agatha yang tiba-tiba saja mau memeluknya. “Apa?” Agatha menarik napasnya sejenak, menyandarkan kepalanya pada d**a bidang suaminya dengan pelukannya yang semakin mengerat. “Ada Jonathan yang sedang melihat kita dari salah satu sudut,” bisiknya. James pun tersenyum tipis. “Baiklah, aku mengerti.” Tanpa aba-aba, James menundukkan wajahnya dan mencium kening Agatha dengan tempo yang cukup lama yang mana momen tersebut terlihat sangat romantis bagi siapa saja yang melihatnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD