Kartu As

2507 Words
Ami’s POV Kulangkahkan kaki menuju pelataran depan sekolah dengan pikiran tak menentu. Aku masih bingung dan tak mengerti apa maksud Liam menulis puisi untukku. Dia kan membenciku, kenapa tiba-tiba menyukaiku? Aku tak percaya begitu saja. Aku tak mudah tertipu dengan rayuan playboy macam Liam. Semua orang juga tahu sepak terjangnya mematahkan hati banyak perempuan. Jangan berharap aku takluk olehmu Liam. Puisi cintamu nggak berarti apa-apa buatku. Mendadak aku ingin toilet. Aku putar arah dan berjalan menuju toilet. Aku teringat moment membersihkan toilet bersama Liam. Dia bilang, aku nanti bakal klepek-klepek ama dia. Jangan-jangan puisi kemarin itu bagian dari rencana terselubung yang sudah dia susun seistematis dan terstruktur. Jangan harap ya aku masuk dalam perangkapmu. Seusai dari toilet aku memilih memintas jalan melalui taman belakang. Ada suara gaduh di taman belakang. Aku bersembunyi di balik pohon mahoni. Kulirik Liam dan Gibran tegah beradu mulut. “Gara-gara lo, gue diputusin Nela. Lo sih ngasih harapan ke Nela. Jadi dia mutusin gue karena berpikir lo mau nembak dia.” Gibran mencengkeram kerah seragam Liam. Azril dan Rangga buru-buru menarik tangan Gibran. Gibran berusaha melepaskan diri. “Eh jangan salahin gue kalau cewek lo mutusin lo. Gue nggak macem-macem ke dia, apalagi ngasih harapan.” Liam bicara dengan santainya. Gibran berhasil melepaskan diri dari cengkraman Azril dan Rangga. Dia hendak mengayunkan tangannya untuk meninju Liam, tapi secepat kilat Liam menangkis dan dia daratkan satu pukulan di pipi Gibran, membuat sudut bibirnya terluka dan berdarah. Liam mencengkeram kerah Gibran dan dia hendak melayangkan pukulan lagi, aku segera berlari mendekat ke arah mereka. “Berhenti..!” Pekikku Liam menghentikan ayunan tangannya. Dia terperanjat melihatku, begitu juga dengan Azril, Rangga dan Satria. “Dasar trouble maker, kalian nggak kapok-kapok ya berkelahi. Gue bakal laporin kalian ke guru BK karena udah mukul Gibran. “Betul Ami, bantu gue jadi saksi, gue bakal ngaduin perbuatan mereka.” Ucap Gibran sambil menyeka darah yang mengalir dari sudut bibirnya. Giliran Satria hendak meninju Gibran, langsung kutangkis tangannya. “Gibran lo pergi dulu aja ke ruang BK, nanti gue nyusul.” Aku menoleh Gibran. Dia tampak ragu. “Udah cepet sana. Mereka nggak bakal berani macem-macem ke gue.” Gibran melangkah meninggalkan kami. Sekarang aku berhadapan dengan genk perusuh ini. “Lo mau nglaporin gue? Kemarin gue udah kasih puisi yang romantis abis, gini ya balasan lo?” Liam menatapku tajam. “Gue nggak tertarik ama puisi lo. Lo udah mukul Gibran dan teman-teman lo juga bantuin lo. Ini nggak bisa dibiarin. Ini namanya pengeroyokan. Keadilan harus ditegakkan.” Aku balas menatapnya tajam. “Tega bener ama yayang sendiri. Pease jangan laporin kita.” Liam mencoba meraih tanganku tapi buru-buru aku enyahkan. “Nggak usah pegang-pegang. Keadilan harus ditegakkan.” Aku berbalik. Liam menarik tanganku membuat badanku condong mendekat ke arahnya. “Gue peringatin jangan laporin gue dan temen-temen gue. Atau lo bakal menyesal. Gue bakal bikin perhitungan ama lo.” Liam setengah berbisik. Kulepaskan cengkeraman tangannya. Dan aku berlari menjauhi mereka. “Ami.. “ Kudengar Liam berteriak memanggilku. Aku tak peduli. Aku akan tetap melaporkannya. *** Pak Danu berjalan mondar-mandir di hadapan Liam dan teman-temannya. Aku dan Gibran berdiri di sudut ruangan yang lain. “Bapak nggak habis pikir, untuk kesekian kali kalian berbuat onar, mengganggu ketertiban umum, berkelahi, tawuran, bolos, memukul murid lain, apa yang bisa dibanggakan dari kalian? Bapak akan mengirim surat untuk orangtua kalian agar datang ke sekolah besok. Kalian akan mendapat poin pelanggaran dan kalian juga akan mendapat hukuman.” Liam menatapku tajam. Aku bisa melihat bara amarah mengumpul di bola matanya, seakan dia hendak menerkamku habis-habisan. “Bersihkan toilet di sebelah ruang guru, saat ini juga.” Tatapan mata Pak Danu begitu menghujam sampai dasar ulu hati. Getaran suaranya terdengar memberat seperti getaran gempa yang membuat siapapun panik. Keempat genk Liam keluar dari kelas. Tatapan mata Liam tak lepas mengawasiku. Aku bisa merasakan ada dendam di sorot matanya. *** Liam’s POV Lagi-lagi dapet tugas bersihin toilet. Sepertinya statusku di sini siswa merangkap petugas cleaning service. Dasar cewek jadi-jadian rese. Lihat saja nanti, aku bakal membalas perbuatanmu. “Ini gara-gara Ami. Pakai nglaporin ke BK segala. Kesel gue ama dia.” Satria mengeluh sambil menyikat lantai di salah satu kamar mandi. “Dia kayaknya dendam ama lo ya Liam, tapi kita ikut kena getahnya.” Azril ikutan mengeluh. Dia juga sedang menyikat salah satu ruang kamar mandi. Ada sekitar enam ruang kamar mandi di toilet ini. “Kita juga yang salah, ngeroyok Gibran,” ucap Rangga yang sedang mengepel. “Lo kok belain dia sih? Sekarang bantuin gue mikir gimana caranya bales perbuatan dia.”Aku kesal dengan reaksi Rangga yang cenderung membela Amber. “Gue juga kepikiran itu. Dibales dengan cara apa ya?” Aku bisa dengar suara Azril dari dalam kamar mandi beriringan dengan suara sikat lantai. “Lo beneran mau bales Amber? Lo kan suka ama dia?” Pertanyaan Satria menelisikku dan memancing otakku untuk memikirkan cara yang sedikit agresif. Kupusatkan konsentrasiku untuk memikiran balasan yang setimpal untuk Ami. Aku nggak akan membiarkan cewek tomboy itu lolos. Dia harus membayar semuanya. Tiba-tiba aku terpikir sebuah ide yang perfectly amazing. “Gue punya ide.” Aku berdiri menyandar di dinding. Azril, Rangga dan Satria mendekat padaku. “Kalian tahu kan gue suka ama dia?” Sebenarnya aku nggak suka dia ya, catet ya para cewek jomblo di luar sana, hati akang masih free. Tapi kemarin aku terlanjur bilang aku suka dia gara-gara puisi salah sasaran itu. Aku meneruskan kata-kataku, “gue punya cara buat bales dia, dan ini juga akan menguntungkan gue.” Aku lihat wajah-wajah temanku begitu penasaran. “Apa?” Tanya Azril tidak sabar. Aku berbisik pelan, dan rencana ini akan kami jalankan sepulang sekolah. *** Author’s POV Ami berjalan dengan teman-teman squad girlnya menuju halaman depan sekolah. Mereka tampak asyik berbincang dan bercanda. Tiba-tiba smartphone Ami berbunyi. Ami membuka ada WA dari nomer yang tak dikenal. Amber buku lo jatuh di depan lab biologi. Datang ke lab ya sekarang, gue tunggu. Ami tercenung. Tadi pagi kelasnya memang praktikum di lab biologi. Tapi dia merasa tak menjatuhkan apapun. “Ada apa Ami?” Tanya Aluna. “Gue mau ke lab biologi dulu ya, buku gue ada yang jatuh di sana. Kalian duluan aja.” Ami segera berjalan lebih cepat menuju lab. “Nggak pingin ditemani, Mi?” Tanya Sasha. Ami hanya mengangkat tangannya, pertanda dia tak perlu ditemani. Langkah Ami berderap menaiki tangga. Setiba di lab Biologi, suasana sepi, tak ada siapapun. Ami celingukan mencari orang yang mengiriminya WA. Seketika keluarlah Liam dan teman-temannya dari balik tembok. Ami terkesiap dan kaget setengah mati. Liam tersenyum sinis padanya. “Hai sayang, akhirnya lo berhasil masuk perangkap gue.” Liam tertawa kecil. Tatapannya masih dipenuhi dendam. “Lo mau apa?” Ami berusaha tenang meski dia merasa cemas dan sedikit takut. “Gue kan udah bilang kalau gue bakal bikin perhitungan sama lo.” Ami menyeringai, “jangan macem-macem lo ya, gue nggak takut.” “Gue nggak akan macem-macem, gue cuma ingin bersenang-senang ama lo.” Liam mengedipkan matanya. Liam menoleh ketiga temannya dan mengedipkan matanya. Selanjutnya dia melangkah mendekati Ami. Ami melangkah mundur dan dag-dig-dug tak karuan. Dia bertanya-tanya dalam hati, apa yang akan dilakukan Liam. Liam mendorong tubuh Ami hingga menghimpit tembok. Selanjutanya Liam mencium bibir Ami tanpa memberi kesempatan pada Ami untuk melawan karena Ami sendiri begitu kaget dan dia terdiam untuk beberapa detik. Barulah setelah dia menyadari sesuatu yang aneh menyentuh bibirnya, Ami segera mendorong tubuh Liam. Ami mengusap bibirnya berkali-kali. “Apa yang lo lakuin? Dasar cowok m***m. Lo udah nyuri ciuman pertama gue. Kurangajar lo.” Ami begitu marah. Setitik air mata mengalir dari sudut matanya. Liam bisa melihat setetes bulir air mata itu. Sebenarnya ciumannya dengan Amiini juga ciuman pertama untuknya. Tapi dia sudah terlanjur dendam. “Azril, Rangga, Satria tunjukin rekaman ciuman hot gue bareng Ami.” Ketiga teman Liam menunjukkan rekaman ciuman itu di layar smartphone masing-masing. Ami melongo dan shock, luar biasa shock. Dia nggak menyangka Liam bakal berbuat senekat ini. “Gue minta hapus rekaman itu,” Ami terlihat panik. “Eit tenang sayang, jangan panik. Ini kenang-kenangan cinta kita.” Liam mengedipkan matanya. “Mau lo apain rekaman itu. Lo mau nyebarin?” Intonasi suara Ami terdengar meninggi. “ckckck.. nggak kok sayang. Gue akan nyimpen rekaman ini sebagai kartu as lo. Artinya gini, mulai detik ini lo ada dalam kendali gue. Lo harus nglakuin semua yang gua mau. Kalau gue butuh bantuan ngerjain tugas, lo harus mau. Kalau gue minta lo beliin gue makanan di kantin, lo harus mau. Kalau gue minta lo nyontekin ulangan, lo harus mau. Dan...” Liam mendekat ke arah Ami.. Jari tangannya mengusap pipi Ami, “kalau gue minta lo nyomblangin gue ama Aluna, lo juga harus mau. Puisi yang kemarin itu sebenarnya buat Aluna, cuma salah mendarat ke meja lo. Kalau lo nggak mau nglakuin ini semua, rekaman ini bakal gue sebar. Tapi tenang aja, lo tetep bisa jadi selir gue kok. Gue suka kok ama lo, apalagi setelah nyium lo.” Seketika tamparan Ami mendarat di pipi Liam. PLAKKKK... “Dasar jahat. Kalau lo nyebarin video itu, nama baik lo juga bakal tercoreng.” Liam tersenyum sinis, “gue nggak peduli dengan nama baik. Dari dulu reputasi gue udah jelek kok. Tapi kalo lo kan dikenal anak baik-baik. Bayangin kalau video ini menyebar, orang tua lo pasti bakalan malu.” Tangis Ami pecah. Dia tak punya pilihan lain selain menuruti semua keinginan Liam. “Oya ada tugas buat lo malam ini. Tolong upoad foto gue di i********: lo dan tulis caption kalau lo cinta ama gue. Puisi gue yang salah sasaran ke lo itu udah terlanjur jadi trending topic, jadi gue pinginnya publik tahu kalau cinta gue ini nggak bertepuk sebelah tangan. Malu kan gue, udah salah kirim puisi, publik tahunya gue suka ama cewek jadi-jadian eh ditolak pula, kan ngenes. Jangan lupa ya sayang, inget kartu as lo ada ditangan gue.” Liam mengedipkan matanya dan berjalan meninggalkan Ami. Diikuti ketiga temennya. Ami terkulai lemas. Dia duduk di lantai dengan perasaan berkecamuk. Hari ini benar-benar berat untuknya. Liam si playboy m***m cap badboy cap bengal bin urakan telah mencuri ciuman pertamanya. Tak hanya itu aksi jahatnya ini juga direkam dan dijadikan kartu as untuk menekannya, mengintimidasi dan memperalatnya. Mulai hari ini dan seterusnya, hari-harinya akan terasa seperti neraka. Ami membenamkan kepalanya di atas lututnya yang menekuk. Isakan tangisnya begitu mencekat. Ada amarah, kesal, kecewa, kebencian yang begitu mengakar. Ingin dia berteriak keras-keras Liaammmm gue benciiiiii sama loooooooo.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD