Salah Sasaran

1639 Words
Liam’s POV Pagi ini cuaca begitu cerah. Mentari bersinar terang, cukup menyilaukan. Semburat cahayanya seakan memandikan tubuhku dan memantulkan auraku ke segala penjuru. Hingga banyak pasang mata memandangku dengan takjub. Aku yakin mereka tengah berbisik-bisik membicarakan tentang permainan bolaku yang keren atau bergosip tentang siapa cewek beruntung yang saat ini dekat denganku, atau mengagumi ketampananku. Hingga akhirnya aku dengar salah seorang murid perempuan berbisik agak keras, aku bisa mendengarnya. “Eh kemarin denger-denger si Liam kepergok di ruang ganti bareng Ami. Nggak nyangka ganteng tapi mesum.” What.??? Gubrak... Kenapa berita ini bisa menyebar. Apa ada salah satu dari kami yang berkhianat. Tiba-tiba tepukan di bahu mengagetkanku. “Woi, tumben jam segini udah di sekolah?” Rangga dan Satria datang mendekat. “Lo ngagetin aja. Gue denger hari ini Aluna udah masuk ke sekolah. Sebagai calon pacar yang baik, gue mesti menyambut kedatangannya.” “Biasanya Aluna dateng bareng temen-temennya. Mereka suka janjian di mana, ntar bareng-bareng naik mobilnya Aluna.” Ujar Satria yang mengagumi Angela. “Btw Azril mana? Nggak keliatan?” Aku celingukan mencari Azril. “Dia belum berangkat.” Jawab Rangga. “Eh dia datang tuh,” seru Satria. Sebuah mobil warna silver berhenti di depan pintu gerbang. Pertama keluarlah Aluna. Mata kami para pria langsung terpana. Aku yakin 90 persen dari keseluruhan jumlah murid laki-laki di sini bakal setuju kalau dia memang cantik, paling cantik diantara anggota girl squad lainnya. Rambut panjangnya yang mengombak di bagian ujung melambai-lambai tertiup angin. Matanya tajam, bibirnya tipis merona, hidung mancung dan dagu ramping meruncing, pipi agak tirus, satu kata “sempurna”. Di saat seperti ini kalau dibarengi alunan musik biola yang syahdu pasti semakin menambah aura cantiknya. Bidadari aja kalah. Diantara cewek lainnya, Aluna ini ibarat permaisuri di hatiku, yang lain cuma selir. “Wuih.. kembarannya Raisa.” Satria melongo. Cewek kedua yang keluar dari mobil adalah Angela. Rambutnya panjang dan hitam. Kulit putih terawat. Kecantikannya tidak diragukan. Dia sosok lemah lembut dan paling feminim. Mungkin alunan musik piano pantas untuk mengiringinya. “ckckck...Chelsea Islan.” Ucapku. Cewek ketiga keluar. Namanya Freya. Wajah cantik meski pipi agak chubby sedikit, tapi badannya langsing dan tinggi. Calon selir nih, soalnya posisi permaisuri sudah ditempati Aluna. Alunan musik harpha mungkin pas menjadi backsoundnya. “Hmm.. Bae Suzy.” Sahut Rangga. Cewek keempat keluar. Namanya Sasha. Rambut agak ikal, wajah manis semanis gula. Alis setebal ulat bulu. Diantara anggota girl squad lainnya, dia yang paling pinter masak. Sebenarnya dia pas menjadi selir agar bisa memasakkan makanan yang enak, sayangnya dia sudah punya pacar, namanya Zulkifli. Denting kecapi yang merdu mungkin paling cocok menggambarkan karakternya. “Ini Maudy Ayunda, sayang udah jadi milik Zulkifli.” Ucap Satria. Cewek kelima, anggota terakhir girl squad. Dia berjalan dengan gagahnya. Rambut spike pendek menyaingi keindahan rambutku. Tatapan matanya tajam. Wajahnya sulit dideskripsikan. Yang pasti tiap aku menatapnya, aku selalu bertanya, “ini cewek apa bukan?” kecuali kalau aku berfantasi dia mengenakan dress mini ala Ariana Grande, baru deh aku bisa melihat sisi wanitanya. Yang jelas dia sangat absurd, jadi musik yang pas untuk mengiringi langkahnya mungkin gitar yang senarnya udah pada putus, nggak berirama dan memekakan telinga. “Yang ini mah siapa ya..cewek jadi-jadian.” Ketusku. Rangga dan Satria tertawa. “Ami gue perhatiin manis juga kok. Keren gayanya.” Ucap Rangga memandang lepas ke arah Ami. “Lo suka ama dia?” Tanyaku frontal dan aku nggak begitu suka Rangga menatapnya seperti itu. “Nggak, gue cuma menilai berdasar pandanganku, bukan berarti gue suka.” Jawabnya. Baru saja aku mau melangkah mendekati Aluna, tiba-tiba sosok murid laki-laki telah mendahuluiku. Dia mencuri start, kulihat dia berjalan mendekat pada Aluna. Sosok laki-laki itu bernama Rain Marvel Rahadian, sang ketua OSIS berparas menawan dan menjadi idola banyak perempuan yang artinya dia rival terberatku. Memang berdasar gosip yang beredar, mereka dalam tahap pedekate. Aku jengah melihatnya. Hatiku seakan menciut. “Jangan putus asa L, mereka kan belum jadian.” Satria mencoba menghiburku. “Iya, lo kan penakluk cewek. Pasti bisa juga naklukin Aluna. Semangat donk,” Rangga ikut berkomentar. Aku masih membisu. Belum pernah aku merasa kalah seperti ini. Siapa yang nggak mengakui kehebatan Rain? Ketua OSIS, pintar, anak band dan aktif di kegiatan sekolah. Sedang aku? Ya aku mungkin pemain inti sepakbola, tapi kadang orang lebih mengenalku sebagai badboy, urakan, selengekan, playboy, dan trouble maker. Gimana bisa aku ngalahin Rain dengan seabrek citra positifnya? *** Suasana kelas lumayan gaduh. Hari ini Pak Hari guru Kimia berhalangan hadir. Sebenarnya ada tugas mengerjakan soal, tapi murid-murid santai sekali. Banyak yang sibuk mengobrol, nyanyi-nyanyi atau malah bergosip. Iseng aku menulis puisi. Rencananya mau aku lemparkan ke meja Aluna. Memang ya yang namanya Liam itu nggak kehabisan ide buat nunjukin sesuatu yang romantis pada pujaan hatinya. Kukerahkan konsentrasiku dan fantasiku mulai berjalan. Aku membayangkan mengenakan pakaian kerajaan dan Aluna adalah putrinya. Kuberikan setangkai mawar untuknya. Dia menerimanya dengan malu-malu, senyum yang senantiasa semanis madu, ah dalam imajinasi pun dia begitu sempurna. Puisiku selesai sudah. Saatnya menggulung kertas ini, lalu lemparkan ke meja Aluna yang ada di pojok kanan. Kupicingkan mataku. Meja Aluna mendominasi bola mataku. Satu dua..tiga...Yap, aku lemparkan kertas itu. Dan aku terperanjat kala kulihat kertasku mendarat di meja Ami. Astaga... kenapa bisa salah sasaran. Biasanya lemparanku selalu tepat, setepat tendanganku ke arah gawang. Ami membuka kertas itu. Dia terbelalak. Teman-temannya ikut membacanya dan mereka cekikikan. Aluna juga ikut membacanya. Aduh, dia pasti mengira aku menyukai cewek jadi-jadian itu. Secepat kilat si Ghani merebut kertas itu. Haduh payah. Ghani itu orang paling kepo, ngeres dan nekat. Aku nggak tahu apa yang akan dia lakukan dengan puisiku. Anggota girl squad menatapku dengan cekikikan. Mereka menggoda Ami, sedang Ami menatapku ketus. “Teman-teman pengumuman, ada yang penting nih.” Ghani bicara lantang di depan kelas. Semua murid kembali ke tempatnya masing-masing. “Ada puisi cinta untuk Ami dari Liam.” Aku melongo, tak terkecuali dengan tiga teman genkku. Murid yang lain tak kalah kaget. Mereka menganga menatapku. “Yah gue jadi patah hati.” Ujar Dizzy, cewek berkacamata yang sudah lama memperhatikanku. Bisa kudengar beberapa murid perempuan mengemukakan kekecewaannya. Gimana ya, berstatus jadi idola memang resikonya seperti ini. Tapi aku sungguh kecewa, kenapa puisiku salah sasaran. “Lo nulis puisi buat Ami?” Rangga terbengong-bengong. “Lo diem-diem naksir Ami? Apa kejadian di ruang ganti kemarin begitu berkesan ampe lo jatuh cinta ama Ami?” Tatapan Azril begitu menelisik. “Sumpah lo suka beneran ama Ami?” Satria ikut menyelidik. Aku tercenung karena shock dan kecewa berat. Ghani beraksi di depan kelas dan semua murid memperhatikannya. Dia membacakan puisi itu. Kau adalah potret dari segala kesempurnaan Kecantikan yang terbingkai dalam sejuta keindahan. Kau buatku tergila-gila.. Dan setiap menatapmu.. Kurasakan dunia seperti berhenti berputar.. Dan ingin kuhentikan waktu, agar bisa kutatap wajahmu lebih lama.. Liam, Yang selalu mengagumimu Riuhan tepuk tangan terdengar membahana. Semua orang di dalam kelas ini bersorai meledekku dan Ami. Tak ada satupun yang tahu betapa tercabiknya perasaanku. Gagal sudah mengesankan hati Aluna. Bahkan dia ikut tertawa meledek cewek tomboy itu.. “Suit suit..tak kusangka badboy playboy kayak Liam takluknya ama si Ami.” Arkan sang ketua kelas ikut meledekku. “Lo beneran suka Ami, bukannya lo suka Aluna?” Satria berbisik. Rangga dan Azril ikut menunggu jawabanku. “Gue jelasin nanti.” Aku sudah terlanjur nggak mood. Aku dan Ami sempat saling menatap. Dia segera memalingkan wajahnya. Beuh, dia pasti GR banget sekarang. Tiba-tiba tercetus ide gila dari kepala. Karena udah terlanjur basah, apa sekalian nyemplung aja ya. Pura-pura suka dia, bikin dia jatuh cinta sambil nyari tahu tentang Aluna. Setelah aku punya kesempatan deketin Aluna, aku tinggalin dia. Aku tersenyum dan kutatap temanku satu per satu, “ya gue suka ama dia.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD