Mami atau Kakak

1400 Words
Mami atau kakak Azmi meremas jari-jarinya, ia berusaha menyembunyikan rasa gugup yang kini bersarang di dalam tubuhnya. “Kakak ini siapa Papi?” Tania langsung mendekat kepada Andrean dan Azmi. Ia meninggalkan Reno yang sedang mengajari Tania mewarnai. “Ini calon mami kamu.” Andrean menjawil hidung gadis kecil tersebut. “Aku tidak percaya sama sekali, kalau kakak ini calon mami ku!” Tania memperhatikan Azmi dari ujung kaki hingga ujung rambut. Tubuh mungil yang dimiliki oleh Azmi, membuat ia terlihat seperti anak SMA. Tinggi yang dimiliki oleh Azmi juga tidak mampu menyentuh bahu Andrean. Wajah Azmi yang manis, dengan hidung sedikit mancung membuat ia tidak terlihat seperti gadis berusia 24 tahun. “Aku Tania. Nama kakak siapa? Kakak magang di sini ya? Kakak sekolah dimana?” Cerocos Tania, sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Azmi. Azmi mengulurkan tangannya untuk menerima telapak tangan gadis cantik yang ada di hadapannya. “Nama…," Azmi menggigit bibir bawahnya, saat Andrean memotong perkataan nya. “Tante ini namanya Azmi Zalina,” Andrean memotong perkataan Azmi. Dan merangkul bahu gadis tersebut. “Tania sedang berbicara dengan Kakak ini Papi! Dad, Papi ini lo, Dad.” Tania langsung berbalik dan kembali ke tempat Reno yang sedang duduk di atas sofa. Gadis itu langsung menubruk tubuh Reno, untuk bersembunyi di dalam pelukannya. “Yan. Kamu jangan ganggu karyawan lagi. kamu mau bikin Azmi nggak betah bekerja disini?” Reno mengangkat satu alisnya. “Ya ampun, Bang… Aku hanya ingin mengajak Azmi makan siang sebentar. Lagian ya,Bang, kalau Azminya juga menyukai aku, tidak ada salahnya, Bang. Iya kan, Az?” Andrean menarik turunkan kedua alisnya. Azmi mengangkat sudut bibirnya secara paksa. Kata demi kata yang meluncur dari mulut Andrean membuat Azmi berkeringat dingin. Pria tampan itu masih setia merangkul bahu Azmi, membuat jantung gadis tersebut berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. “Sudah Waktunya, aku pamit ya.” Andrean melirik jam yang tergantung di dinding ruangan Reno. Tanpa menunggu persetujuan Reno, Andrean memutar tubuh Azmi, dan membawa gadis tersebut keluar dari ruangan Reno. “Tunggu! Tania ikut.” Tania mencium pipi Reno, dan berpamitan kepada Papinya tersebut. “Papi Tania makan siangnya bersama Papi dan kak Azmi saja.” “Tunggu dulu sayang, kamu harus bertanya terlebih dahulu. Jika papimu mengizinkan pergilah. Tetapi kalau tidak, kamu harus makan siang bersama Papi dan Bu Mirna.” “Baik, Dad.” Tania langsung mengejar Andrean yang berdiri di depan pintu. “Papi Tania ikut ya Pi… Please.” Tania menyatukan kedua telapak tangannya dan memasang wajah yang memelas. “Ayo sayang.” Azmi langsung meraih tangan Tania dan membawa gadis kecil itu untuk berjalan di depan Andrean. Andrean hanya menggelengkan kepalanya melihat keponakannya, yang langsung menikung posisi dirinya. Di dalam mobil, Tania masih memonopoli keberadaan Azmi. Gadis kecil itu meminta Andrean untuk mencarikan restoran terbaik untuk mereka bertiga makan siang. Tidak sampai disitu saja, Andrean harus rela menjadi supir untuk kedua gadis tersebut. Tania meminta Azmi untuk duduk bersamanya di belakang. Sepanjang perjalanan, Tania tidak pernah berhenti berbicara. Begitupun dengan Azmi, gadis tersebut seperti memiliki banyak stok pertanyaan agar pembicaranya dengan Tania tidak terputus. Sehingga Andrean tidak memiliki kesempatan untuk berbicara dengan Azmi. Setengah jam perjalanan, akhirnya Tania memutuskan untuk memakan ayam tepung yang berada di sebuah mall. Andrean langsung menghela nafas berat. Karena gadis tersebut, mengajak Andrean mencari restoran yang istimewa, tetapi gadis tersebut akhirnya menjatuhkan pilihan pada ayam tepung favoritnya yang terletak di sebuah mall. Jarak mall tersebut, tidak terlalu jauh dari kantor mereka. Saat Sampai di mall yang mereka tuju, Tania langsung menarik tangan Azmi untuk masuk ke dalam sebuah gerai spesial ayam tepung. Sebelum duduk, Andrean memesan makanan mereka terlebih dahulu. “Tan. Kalau ujung-ujungnya makan ayam tepung, ngapain coba tadi kita berkeliling kesana-kemari!”Andrean mengangkat tubuh gadis kecil tersebut ke atas kursi yang telah disediakan gerai tersebut. “Coba kamu lihat, Mami kamu sampai kelelahan seperti itu.” Andrean menunjuk Azmi dengan dagunya. Azmi langsung mengalihkan pandangannya ke arah yang lain. Walaupun Azmi telah mengalihkan pandangannya, tetapi wajah merah Azmi tidak mampu ia sembunyikan. Sehingga Andrean semakin gencar untuk menggoda gadis tersebut. “Ihhh. Papi, ini itu bukan mami Tania! Tetapi kakak Tania! Iya kan, Kak?” Tania menatap Azmi dengan tatapan memohon. “Iya sayang. Panggil kakak Mimi,ya. Jika kamu kesulitan untuk menyebut nama Azmi.” Azmi mengelus rambut panjang milik Tania. “Tapi Az. Ak…,” “Tidak apa-apa, Pak! Saya senang dipanggil dengan sebutan kakak, Saya bisa awet muda.” Azmi menutup mulutnya menahan tawa. Melihat ekspresi Andrean yang tetap membuka mulutnya. “Saya biasa dipanggil Mimi, Pak.” Lanjut Azmi. “Ya… Ya... Baiklah. Tetapi setidaknya jangan panggil saya Bapak. Panggil Abang, Kakak, Mas, Akang atau apa gitu. Jangan Bapak. ” Andrean mengerucutkan bibirnya. “Kalau begitu panggil Papi atau Om saja, Kak Mi.” Tania menatap Azmi dengan mata yang berbinar. “Papi saja, jangan Om.” Andrean menjentikkan jarinya. “Itu lebih baik.” Andrean tersenyum menang. “Tania setuju.” Tania memberikan jempolnya untuk Azmi. “Eh. Kok Papi? Abang saja ya, Tan?” Azmi menyatukan kedua telapak tangannya dan memohon kepada Tania. “Tidak Kakak... Papi saja! Mau ya, Kak? Kalau kakak keberatan, cukup di depan Tania saja kakak memanggil Papi kepada Papi. Boleh ya kak....” Tania menggoyang-goyangkan lengan Azmi. Mata gadis itu terlihat mulai berkaca-kaca. Azmi menarik nafasnya dalam-dalam. Dan menghembuskannya dengan perlahan. “Baiklah, Tania!” Azmi memberikan senyuman termanis nya kepada Tania. “Kalau begitu kita makan siang dulu ya, Tania, Mi.” Andrean menekankan kata-kata Mi untuk menyebutkan singkatan nama Azmi. Membuat Azmi semakin salah tingkah, dan wajahnya semakin merona. “Baik Papi.” Tania meraih ayam tepung yang baru saja datang. “Oh ya, Kak, nanti kalau bertemu dengan Daddynya Tania, kakak harus panggil Daddy juga, ya!” Uhuk Uhuk Uhuk. Azmi dan Andrean sama-sama tersedak ayam tepung mereka. Membuat Tania geleng-geleng kepala melihat dua orang yang ada di samping kiri dan kanannya. “Papi dan kakak kenapa?” Tania menatap Andrean dan Azmi secara bergantian. “Tidak apa-apa!” Azmi dan Andrean menjawab secara bersamaan. “Cie… cie… terdesaknya barengan, jawabnya juga barengan! Berarti kakak cocok menjadi anaknya Papi.” Uhuk Uhuk. Kali ini hanya Andrean yang terdesak. “Enak saja… suatu hari nanti, Papi akan mengubah kakak Azmi kamu menjadi Mami kamu.” “Baiklah, Pi. Setidaknya, nanti aku memiliki Mami.” Tania menatap kosong lurus ke depan. Mata gadis itu terlihat mulai berkaca-kaca. Azmi bisa melihat perubahan pada ekspresi wajah gadis tersebut. Wajah yang tadinya ceria langsung menjadi muram tidak bersemangat. “Kak... Jika benar suatu hari nanti kakak menjadi Mami Tania, kakak harus berjanji akan mengakui Tania sebagai anak Kakak.” Tania memberikan kelingking nya kepada Azmi. Air matanya yang tadi menggenang, sudah luruh di pipi gadis kecil tersebut. Azmi tertegun beberapa saat. Hingga akhirnya, Azmi mengaitkan kelingkingnya kepada kelingking gadis kecil tersebut. Andrean tersenyum haru melihat kedekatan Tania dan Azmi. Tidak biasanya Tania bisa sedekat itu dengan seorang wanita dewasa. Walaupun wanita tersebut adalah keluarga mereka sendiri. “Sudah. Jangan bahas yang sedih-sedih sekarang! Papi yakin, kak Mimi tidak akan pernah meninggalkan Tania.” Andrean menghapus air mata gadis tersebut. “Papi kamu benar Kakak tidak akan meninggalkan kamu, Kakak akan selalu ada untuk mu! Sekarang, kita makan dulu ya.” Azmi mengambil alih ayam tepung dan nasi yang ada di hadapan Tania. Azmi mulai menyuapi gadis tersebut. Setelah selesai makan siang, Andrean, Azmi dan Tania kembali ke kantor. Perjalanan kali ini tidak seperti tadi, sekarang terasa sepi dan sunyi karena Tania sudah terlelap di pangkuan Azmi. Lima menit perjalanan, akhirnya mereka sampai di kantor. Andrean membuka pintu belakang, dan mengangkat Tania dari pangkuan Azmi. "Mi. Terimakasih, ya, kamu telah menemani kami berdua makan siang." "Sama-sama, Pak. Tetapi seharusnya, saya yang berterima kasih kepada, Bapak. Bapak telah mentraktir saya makan siang." Azmi sedikit menundukkan badannya. "Mi. Soal pembicaraan kita tadi, saya serius, Mi!" Andrean menatap tepat di mata Azmi. Membuat Azmi langsung mengarahkan tatapannya ke arah luar kantor. "Azmi coba lihat saya!" Andrean meraih lengan Azmi. "Alena?" Gumam Azmi pelan. Mata Azmi menyipit saat melihat seorang wanita yang sedang berdiri di halte yang berada di depan gerbang kantor. "Maaf Pak! Saya ada keperluan sebentar." Azmi langsung berlari meninggalkan Andrean, gadis itu mengabaikan Andrean yang bekali-kali memanggil namanya. Hingga membuat Tania terbangun dan menangis. Andrean memutuskan untuk mengantarkan Tania kepada Reno sebelum ia menyusul Azmi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD