Hari itu akhirnya tiba. Hari ketika Khairel naik mobil bersama Odette menuju Paris, pria kecil itu bersemangat dengan koper kecilnya dan jas hujan warna biru yang ia banggakan sementara Antika melambaikan tangan dengan senyum yang sedikit canggung karena sadar rumahnya mendadak sangat sunyi. “Nanti telepon Mama!” serunya. “Yes! Mama don’t cry!” jawab Khairel sambil mengacungkan tangan kecilnya. Dan mobil pun melaju, meninggalkan aroma lavender di udara yang baru saja dibawa angin Chartres sore itu. Dengan hilangnya suara langkah kecil itu, Antika dan Nagara otomatis punya sesuatu yang sudah lama tidak mereka miliki: waktu berdua yang tenang. Antika mengunci pintu rumah, memeriksa dua kali, lalu berbalik. Nagara berdiri sambil menyelipkan kedua tangan ke saku mantel, wajahnya lembut dit

