"Bos serius minta tolong saya jadi pacar walaupun cuma sandiwara? Bos kan bisa cari cewek lain yang cantik, berkelas, atau sosialita gitu, kenapa harus saya?" tanya Alina penasaran.
"Saya cuma memberikan penawaran, kalau kamu menolak juga tidak apa-apa. Tapi kamu yakin mau menyia-nyiakan kesempatan ini? Yah, sebut saja utangmu berapa, besok saya kasih uangnya, gimana?"
Axel tidak main-main dengan ucapannya kali ini. Dia sudah tahu kalau Alina punya utang dan sering ditagih oleh debt collector, karena sering curi dengar obrolan karyawannya. Dia sebenarnya ingin membantu, tetapi bingung bagaimana cara membantunya karena tidak mungkin Axel tiba-tiba memberikan uang pada Alina, pasti gadis itu akan merasa bingung.
"Ok, saya mau Bos," ucap Alina tanpa pikir panjang, karena memang dia membutuhkan uang. Jika ada yang menawarkan uang dalam jumlah besar, tidak mungkin dia melewatkannya kali ini, karena Alina juga ingin selamat dari ancaman para debt collector.
"Kamu sudah siap kalau malam ini saya bawa ke rumah buat saya perkenalkan sebagai pacar pada Mama saya?"
"Gimana, ya, Bos. Saya jadi takut, kenapa semua mendadak sekali. Sampai sekarang saja saya masih kesulitan napas karena tiba-tiba harus bertemu dengan Bos. Lalu harus ditambah dengan ketemu Ibunya Bos? Aduh, saya takut pingsan Bos," jawab Alina dengan perasaan takut.
"Kalau kamu takut, pegang tangan saya, nanti saya akan bantu kamu menjelaskan semuanya pada Mama, kalau kamu bersedia, saya kabari Mama saya sekarang. Saya tuh sebenarnya capek setiap bulan dikenalkan dengan gadis-gadis anak temen Mama, termasuk sama teman kamu itu."
"Kenapa enggak diajak nikah saja salah satunya, Bos?" tanya Alina penasaran.
"Saya pernah sekali, tetapi cuma bertahan semalam 6 bulan, setelah itu saya tidak eh salah, maksudnya belum kepikiran untuk pacaran atau nikah dengan anak teman Mama. Semua sama saja, rata-rata anak manja. Supaya Mama tidak sibuk mengenalkan saya dengan anak temannya, saya harus punya pacar bukan?" tanya Axel meminta persetujuan Alina.
"Maaf, ya Bos, saya tidak tahu kalau Bos pernah menikah. Ucapan Bos ada benarnya, Bos. Ya sudah, kalau begitu saya mau bantu Bos, lebih cepat ketemu lebih baik, supaya Bos juga bisa tenang tanpa gangguan cewek-cewek anak temen Ibunya Bos." Alina baru mengetahui jika bosnya adalah seorang duda.
"Ok, kalau begitu, besok temui saya untuk uangnya. Saya mau mengabari Mama dulu."
Axel mengabari Mamanya melalui pesan w******p, dan segera mendapat persetujuan dari Mamanya.
"Mama sudah ok, sekarang kita jalan ke rumah saya. Kamu ikut saya ke parkiran, kita naik mobil ke rumah."
Perasaan Alina mulai tidak menentu, jantungnya berdebar kencang karena akan bertemu dengan ibunya Axel. Dia takut jika sandiwara yang baru saja direncakan akan dengan cepat diketahui oleh ibunya Axel. Tetapi Alina berusaha menguatkan diri, karena ada yang lebih dia takutkan daripada sekedar bertemu ibunya Axel, yakni dijual oleh debt collector pada lelaki hidung belang.
Axel mengajak Alina meninggalkan restoran, berjalan menuju parkiran mobil. Callista juga ikut keluar dari restoran, tetapi dia harus menunggu sampai Axel membawa Alina pergi dengan mobilnya agar Callista tidak ketahuan. Callista memang sengaja mematikan ponselnya selama di dalam restoran, karena dia tahu Alina pasti akan meneleponnya.
"Maaf, ya, Lin, tapi kayaknya ini yang terbaik buat kamu. Aku enggak suka dengan Axel karena aku sudah menyukai orang lain," kata Callista memperhatikan Alina dari kejauhan.
Axel dan Alina tiba di parkiran, masuk ke mobil Axel. Di dalam mobil, Alina hanya bisa diam. Dia tidak tahu harus berbicara apa dengan bosnya selama di perjalanan. Mobil Axel meluncur keluar dari parkiran membelah jalanan Ibukota.
"Kalau nanti Mama saya banyak tanya, kamu jawab yang bisa kamu jawab saja, sisanya biar saya yang jawab. Saya usahakan akan terus ada di samping kamu," kata Axel memecah kesunyian selama perjalanan.
"Iya, Bos. Tapi kita cuma ketemu Ibunya Bos aja, kan? Enggak ada Ayah saudara yang lain?" tanya Alina memastikan.
"Saya anak tunggal, Papa sedang keluar kota, jadi hanya ada Mama di rumah. Jadi kamu tidak perlu takut dan khawatir, saya tidak akan membiarkan kamu menjawab semua pertanyaan Maka sendirian," ucap Axel berusaha menenangkan Alina.
Ucapan Axel yang barusan membuat rasa takut Alina berkurang. Tetapi dia tetap merasa khawatir salah bicara saat bertemu dengan ibunya Axel.
"Kalau Ibunya Bos tanya kita kenal di mana, terus saya kerja di mana, saya jawab gimana?"
"Kamu cerita saja dengan jujur, kita ketemu di gerai tempat kamu kerja, dan kamu karyawan saya."
"Apa nanti Ibunya Bos tidak akan marah anaknya pacaran dengan karyawan sendiri?"
"Tidak masalah, Mama saya bukan orang yang berpikiran sempit kalau saya harus dekat dengan gadis-gadis anak orang kaya cuma memang teman Mama kebanyakan dari kalangan atas."
"Kalau ditanya pacaran sudah berapa, saya jawab apa Bos?"
"Jawab saja lima bulan, jadi kita ada waktu berkenalan selama satu bulan, jadi pas enam bulan, sama seperti lama waktu kamu bekerja di gerai."
"Oh, baiklah Bos. Semoga nanti saya tidak salah menjawab," ucap Alina dengan senyuman yang dipaksa.
"Kalau kamu bingung, pegang atau cubit tangan saya, berarti itu kode dari kamu."
"Mana saya berani cubit tangan Bos, tidak sopan dong saya sebagai karyawan berani menyakiti Bosnya sendiri."
Axel tertawa mendengar ucapan Alina. Dia tidak menyangka Alina akan berkata seperti itu. Selama dia mengenal gadis itu di gerai, dia memang melihat sosok Alina berbeda dengan kebanyakan gadis yang dia kenal. Alina bukan seorang gadis yang mana, dia sering tertawa dengan karyawan lain selama bekerja, tidak pernah mengeluh, dan cepat belajar.
Dalam hatinya Axel sering memuji Alina yang mudah beradaptasi bekerja di gerai kopi, karena Alina termasuk baru tetapi sudah bisa meracik kopi dengan baik. Axel hanya menerima sedikit karyawan perempuan, karena khawatir tidak banyak yang bisa menyesuaikan diri dengan pekerjaan di gerai kopi.
Kali ini dia semakin kagum pada Alina, walaupun masih muda tidak mudah menyerah dengan keadaan. Sering ditagih utang, tapi dia tetap tegar dan tidak pernah meminta libur di saat harus masuk kerja.
Tetapi belum sampai membuat Axel jatuh cinta dengan Alina, karena dia belum ingin membuka hati untuk gadis mana pun. Dia masih ingin menikmati kesendiriannya, hingga ada seorang yang bisa membuatnya jatuh cinta, maka dia akan membuka hati untuk perempuan itu.
Mobil Axel memasuki halaman rumah orang tua Axel. Dia memberhentikan mobil tepat di depan pintu garasi. Ibunya Axel sudah menunggu di teras rumah saat mendengar suara mobil Axel masuk ke halaman rumah. Kini dia siap menyambut anak berserta pacarnya dengan ramah, karena dia ingin memperlakukan pacar Axel dengan baik seperti pada anaknya sendiri.
Alina yang keluar dari mobil tiba-tiba merasakan jantungnya berdebar lebih cepat saat melihat ibunya Axel. Dia merasa takut. Takut tidak bisa berperan sebagai pacar Axel dengan baik.