Nawa mengelus cincin tunangannya dengan jari jempol. Ia tidak menyangka Brama akan setega ini dengannya. Wanita itu ingin berteriak atau melemparkan rantang ke wajah tunangannya, tetapi mati-matian menahan diri. Ia tidak boleh terlihat barbar. “Mas Yadi, sepertinya kedatangan saya tidak tepat. Tuan Mas Yadi sendang sibuk. Saya permisi saja. Titip ini buat Sir Brama. Kalau dia tidak mau, buat Mas Yadi saja.” Nawa menyerahkan rantangnya pada Yadi. “Tap-tapi.” “Jangan bilang kalau saya datang.” “Non, tapi–“ Nawa hanya tersenyum, lalu mengangguk. Ia bergegas berjalan menjauhi rumah sang tunangan. “Nona Nawa!” teriak Yadi. Mendengar nama Nawa disebut, Brama menoleh ke arah pintu. "Yadi, ada apa?" “Sir, Nona Nawa barusan ke sini, lalu pergi.” “Apa! Sekarang di mana?” Brama menyentak tu