“Masuk,” perintah Liam singkat, sambil membukakan pintu mobilnya yang terparkir di halaman rumah. Luna menoleh, mengamati ekspresi Liam yang tetap dingin sejak mereka meninggalkan Rafael. Ada sesuatu dalam sorot matanya—kemarahan yang tertahan, kekecewaan yang berusaha ia sembunyikan. Maka Luna menurut, masuk ke dalam mobil Liam dan duduk dengan gelisah di kursi penumpang. “Jelaskan,” ucap Liam lagi begitu ia duduk di belakang kemudi, menyalakan mesin mobil. “Kita mau ke mana?” sergah Luna waspada. “Aku sudah izin papamu tadi buat jalan-jalan sebentar sambil ngobrol. Kamu punya waktu satu jam buat jelasin apa yang terjadi.” Liam memutar kemudi, mengeluarkan mobilnya dari halaman rumah Luna. Namun hingga sepuluh menit berlalu, Luna juga belum bicara. Ia masih terlalu kalut untuk menj