Z-10

2290 Words
"Mengorbankan seseorang untuk mati adalah cara terkotor untuk bertahan hidup." Annie berlari lebih dulu, saat John si pengecut memintanya untuk lari, untuk pertama kalinya, dalam sejarah hidup mereka, John mampu memberikan perintah selayaknya pemimpin yang sedang memberikan rencana dan strategi dalam menjalankan misi, Annie tahu, kakaknya, sudah berhasil dari cangkang. Itu cukup menenangkan untuknya, sehingga dia setuju tanpa perlu basa-basi atau berdebat lebih dulu. Dia segera berteriak, meminta Mikhael dan Daniel mengikuti intruksinya. Sempat, dia menoleh ke belakang, menatap punggung John untuk terakhir kali, sebelum mengambil jalan yang berbeda dengan orang yang selama ini, enggan mengajak dan diajaknya bicara. Namun, jauh di dalam hati, Annie, tidak pernah membenci John. Gadis muda dengan bintik-bintik di wajahnya itu, sejujurnya, menyayangi kakaknya. Bahkan, di dalam kenangan seorang Annie dan pikirannya, John adalah seorang pahlawan. Annie masih ingat, saat dulu mereka berumur 6 tahun. Annie pernah terjatuh ke dalam air dan John, kakaknya, dengan berani, melompat ke sungai, mencoba menyelamatkannya, meskipun dia tak bisa berenang. Mereka selamat, setelah orang tua mereka, masing-masing terjun, ibunya menyelamatkan Annie, sedangkan ayahnya menyelamatkan John. John dimarahi habis-habisan, tetapi Annie tahu, jauh di dalam lubuk hati mereka, orang tua mereka sangat bangga terhadap John. Anak lelakinya rela mengorbankan nyawa demi saudarinya. Itu tidak mudah dilakukan oleh manusia, terutama yang mendahulukan dirinya sendiri dibandingkan orang lain. Tidak mudah menjadi John, dia sangat baik hati. Itu sebabnya, Annie berpikir, John terlalu rapuh dan mudah patah. Dia sering dimanfaatkan, itu terkadang membuat Annie muak. Itu sebabnya, dia berlatih memanah, Bukan hanya sekadar menyalurkan hobi, tetapi juga usaha untuk tetap tenang dan kalem dalam segala situasi. Semua hal yang menyangkut John, terutama kelemahannya, terlalu baik, membuat Annie muak. Dia benci kenyataan kalau John hanya membiarkan dirinya dimanfaatkan, tanpa berusaha untuk melakukan perlawanan. Hubungan mereka semakin memburuk dari waktu ke waktu. Setelah kedua orang tua mereka meninggal dunia dalam satu insiden kecelakaan, John mulai menyalahkan diri sendiri. Sebab, seharusnya, dia tak memaksa orang tuanya untuk pergi, berlibur, dan meninggalkan dirinya dan Annie di rumah. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Penyesalan John, menurut Annie, tak berdasar. Kematian akan selalu datang dan bisa menimpa siapa saja, bahkan, meski John tak memaksa orang tua mereka pergi waktu itu, tak ada jaminan mereka akan tetap hidup sampai saat ini. Sebaga manusia yang terbiasa berpikir dengan logika dibandingkan perasaan, Annie menyimpulkan demikian. Bukan dia tak sayang dengan orang tuanya, tetapi menyalahkan John hanya akan menambah massa luka. Sayangnya, kecanggungan mereka berubah menjadi ketidakpedulian yang nyaris menyamakan hubungan mereka sebagai dua orang asing, bukan sebagai keluarga. Hal itu cukup mengganggu Annie, tetapi dia juga kehilangan waktu yang tepat untuk mengajak John bicara sehingga mereka entah sejak kapan, mulai berhenti bicara. Annie, hampir saja kehilangan harapan, sampai wabah zombie menyerang dan dia menyelamatkan John, sehingga hutang nyawanya kala kecil dulu, bisa terbayarkan. Meskipun, dia tak menyangka, kalau dunia, akan menjadi begitu menyeramkan setelah sekian lama tercipta. Bumi ini seperti berkata bahwa dia sudah tua dan siap untuk mengakhiri semuanya, dengan mengganti penduduk atau mungkin, tak akan lagi beroperasi setelah para manusia musnah. Namun, apapun itu, Annie berharap, dia dan John bisa menghabiskan waktu bersama, dengan keadaan yang jauh lebih nyaman dan aman daripada sekarang. Tidak, Annie bukannya jatuh cinta pada John. Dia tak segila itu sampai harus mencintai saudara kandungnya sendiri. Dia hanya merasa, John akan selalu menjadi panutannya. Meski tak pernah mengakuinya secara resmi, bagi Annie, John adalah sumber inspirasi. Saat John tiba-tiba, memberikan perintah, di mana dia ingin menyelamatkan seorang wanita, yang bahkan tak dikenal, Annie merasa tersentuh. Baginya, itu adalah titik awal kebangkitan seorang John yang berani. Jantungnya berdebar-debar, sudah lama, dia tak merasa berdebar seperti itu karena seorang John. John yang pengecut, tiba-tiba merampas semua pesona dan membuat kebuntuan dan ketidakpedulian di antara mereka menghilang dalam sekejap. Sensasi penuh kekaguman yang sudah lama dikuburnya dalam palung hati terdalam, tiba-tiba menyeruak ke permukaan dan memberikan arti yang sangat mendalam untuk dirinya saat itu. Tanpa ragu, Annie segera meminta Mikhael dan Daniel mengikutinya. Annie, bahkan sempat membunuh beberapa zombie dalam pelarian mereka. Mikhael dan Daniel juga, sesekali mengayunkan senjata mereka, memberikan kontribusi untuk mengurangi jumlah populasi zombie, bahkan meski jumlahnya hanya satu. Saat mereka berlari, menuju ke sebuah perumahan, Annie tahu, kalau itu akan membuat mereka terkepung. Namun, dia percaya, John, pasti sudah memikirkannya. Dugaan itu benar. Perumahan yang sudah hancur itu, memiliki pintu gerbang, yang pintunya, hanya sedikit terbuka. Dengan tergesa, Annie, Mikhael dan Daniel, masuk dan menutup pintu gerbang, mengaitkan pengaitnya, menutup gemboknya, mengambil kuncinya dan berlari kembali. Tidak ada waktu untuk sekadar berhenti. Dia harus terus berlari, sambil mencari tempat persembunyian teraman. Annie mmeindai keadaan, sebuah rumah menjadi targetnya. Dia membunuh dua zombie di depan gerbang. Mikhael juga, sempat, dia nyaris tergigit karena zombie yang tiba-tiba melaju ke arahnya, melompat dari atap rumah, tetapi Daniel berhasil membantunya. Anak lelaki itu tidak bisa diremehkan. Meskipun masih muda, 13 tahun mungkin, tenaganya sudah setara dengan orang dewasa. Tongkat bisbol itu telah menjadi senjata terkuat yang menjadikannya hebat. Dia cukup kuat, Annie berpikir demikian. Setelah membereskan zombie di depan, mereka masuk ke dalam rumah itu, menuju ke lantai atas, dan membunuh beberapa zombie yang ada di dalam. Annie melihat sebuah lukisan keluarga, potret ayah, ibu dengan dua orang anak. Satunya sudah dewasa, seusia dengannya, sedangkan yang lain, berusia sekitar 8 sampai 10 tahun. Namun, mereka hanya membunuh zombie ayah dan ibu, serta satu anak perempuan yang masih kecil. Yang dewasa tidak ada. "Kita berpencar, masih ada satu zombie yang belum ketemu. Kita harus membunuhnya sebelum bersembunyi di sini," ujar Annie membuat Mikhael menautkan alis. "Tidak bisa, aku tak mau berpencar dengan cucuku." Mikhael menolak tegas perintah Annie. Annie menghela napas panjang, mereka sedang berada di lantai dua dan ada tiga kamar, selain balkon. Itu bahkan bukan rumah yang sangat besar, seharusnya, Daniel bisa mengatasi satu zombie. Tidak akan ada masalah. Namun, melihat betapa emosionalnya Mikhael karena perintah semudah itu, membuatnya merasa kesal. Annie, dengan cepat mnyingkirkan panahnya, membiarkannya menggantung dengan tali Compound Bow Recurve Bow Shoulder Strap Archery Hunting. Dia menyilangkan tangannya, sembari menatap Mikhael dengan cepat. "Kamu bercanda? Dia tidak daalam situasi berbahaya, hanya ada satu zombie di sini, apa yang kamu takutkan?" Annie terlihat kesal. Gadis muda dengan potongan rambut bob pendek dengan poni datar itu bahkan berdecak cukup keras. "Bagaimana kalau zombie itu tiba-tiba muncul, seperti yang aku alami di depan tadi? Sekali tergigit, dia bisa berubah menjadi zombie dan membuatku kehilangan satu-satunya keluargaku, apa itu yang kamu harapkan huh?" Kakek dengan outfit cukup trendy, ala para pemancing. Dia mengenakan cargo pantas, dengan kemeja lengan panjang dan fishing vest, itu terlihat tidak bisa mengontrol emosi. Jenggot putihnya yang cukup lebat, bahkan terlihat basah karena keringat. Dengan sepatu pancing dan bucket hat, Mikhael terlihat sebagai pemancing sejati. "Ayolah, Mikhael, kamu bisa bersamamu kalau kamu mau, asalkan zombie itu bisa ketemu. Kita juga harus mengumpulkan makanan, kamu tahu kan? Perjalanan kita akan cukup jauh. Kita juga harus berkumpul dengan John lagi." Annie merasa kesal, Mikhael sepertinya salah paham dengan kata ""berpencar" yang diucapkannya tadi. Padahal, dia tak bermaksud kalau Daniel harus sendirian. Kalaupun Daniel mau sendiri, itu akan jauh lebih mudah untuk mereka, lebih efektif dan efisien. "Kamu dan Daniel periksa dua kamar di sebelah sana, aku akan memeriksa di dua kamar di sisi itu." Annie menunjuk arah yang dimaksud. "Jika aman, kalian bisa kembali ke sini. Jika butuh bantuan, teriak saja. Aku akan datang. Ingat, Mikhael, jangan menembak kecuali terpaksa." Annie mencoba mengingatkan. Mikhael mengangguk, "Iya, aku mengerti." Annie dan Mikhael serta Daniel pun berpisah. Dia memeriksa dua kamar di sebelah kiri. Kamar pertama aman, kamar kedua, dia sedang melihat zombie yang dicarinya sedang duduk menyudut dengan air liur yang menetes. Gigi dan kukunya memancang. Annie bersiap, ingin memanah, tetapi zombie itu terlalu gesit. Dia tak ada waktu, hanya bisa menghindar. Serangan pertama berhasil dihindari, tetapi zombie yang seusia dengannya itu, semakin mengamuk karena hal itu. Dia mengeram, mengaung dan mengeluarkan suara-suara aneh yang sama sekali tak bisa dimengerti oleh Annie. Gadis muda itu berusaha menghindari serangan kedua. Hampir saja, kuku zombie berhasil mengenainya, tetapi zombie itu hanya berhasil menangkap quiver (tempat anak panah milik Annie. Nyaris. Annie segera melepaskan quivernya ke sembarang arah, memancing zombie untuk berlompat ke arah lain. Selanjutnya, dia segera menghantamkan busur panahnya ke belakang zombie itu. Zombie perempuan itu tersungkur jatuh. Sebelum bangkit kembali, Annie menginjak punggung zombie itu lantas menancapkan anak panahnya di kepala zombie itu dengan tangannya sekuat tenaga. Annie menginjak kepala zombie malang itu berkali-kali sampai hancur, tak peduli meskipun darah zombie menciprat ke mana-mana. Sepertinya dia sedang melampiaskan kemarahannya, membuat kepalanya hancura dan sesuatu, yang berupa cacing, tiba-tiba muncul, kecil dan banyak. Annie berjalan mundur, mengamati cacing kecil yang terus mengeliat tersebut, seolah mencari tempat untuk masuk kembali. Annie segera keluar dari kamar, menutup pintunya dan berkumpul dengan Mikhael dan Daniel yang sudah selesai memeriksa kamar lain. "Bagaimana?" Mikhael bertanya. "Aku berhasil mengalahkannya." Annie berucap pelan dengan napas sedikit terengah-engah, karena emosi dan lelah. "Kamu seperrti kesulitan," sindir Mikhael. "Ya, mereka tak hanya memiliki cakar yang panjang, tetapi sebagian memiliki taring. Itu cukup mengejutkan, sebab, aku belum pernah melihat zombie seperti itu. Apa kriteria yang menyebabkan perbedaan itu." Annie berpikir sejenak. "Namun, ada persamaan di setiap zombie yang kepalanya berhasil dihancurkan." "Apa itu?" Mikhael bertanya penasaran. "Ada makhluk, semacam cacing, yang muncul ke permukaan," jawab Annie. "Cacing?" Mikhael dan Daniel berpandangan. Annie mengangguk, "Sejenis parasit, mungkin. Aku yakin cacing tak akan menjadi benalu di otak manusia. Itu mustahil. Bahkan, meskipun mereka berevolusi." Annie mengungkapkan opininya. "Lantas, apa kesimpulanya?" Mikhael semakin ingin tahu. Sejak awal, dia tahu kalau Annie adalah perempuan yang cerdas. Meskipun, perempuan muda itu, selalu bersikap menyebalkan. Namun, wawasan dan kemampuannya dalam mencerna situasi, jauh lebih baik darinya, meskipun Mikhael hidup lebih lama dari perempuan muda tersebut. Kenyataan yang sulit untuk dibantah. "Jangan sampai terkena cacing kecil itu meskipun berhasil menghancurkan kepalanya. Aku khawatir kalau cacing, tidak, parasit, itulah penyebab wabah zombie ini." Annie menyimpulkan. "Jadi, kita akan tidur di sini malam ini?" Daniel ikut bertanya, menanyakan kemungkinan, mereka akan menetap di sana. "Ya, kita harus bersiap untuk itu. Kalian carilah sesuatu untuk penerangan, lilin atau senter. Aku akan ke bawah, mengunci semua pintu, mencari makanan dan memastikan keadaan. Jika kalian sudah selesai, turunlah. Kita akan mencari kamar terbaik untuk tidur malam ini." Annie lagi-lagi memberikan perintah. Gadis muda itu, sudah seperti pemimpin mereka saja. "Apa kita tidak akan kembali ke rumah kita, Kek?" Daniel tiba-tiba menanyakan itu membuat Annie teringat soal janjinya pada John. "Kamu ingin kembali?" Annie menatap tajam Daniel. "Kamu tidak takut untuk mati?" Pertanyaan yang sekadar menguji ketangguhan Daniel. Annie sama sekali tak berniat buruk. "Bagaimana dengan saudaramu? Apa dia akan kembali ke tempat kita berpisah tadi?" Mikhael menyela. "Aku rasa iya, dia adalah orang bodoh yang akan mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan orang lain," tegas Annie. "Lantas, kamu hanya akan bermalam di sini dan membuatnya dalam bahaya?" Mikhael bertanya heran. Dia sama sekali tak mengerti dengan pola pemikiran Annie. "Kemungkinan John selamat adalah 40%," terangnya. "Kenapa?" "Dia hanya memiliki satu pedang. sedangkan wanita itu, hanya memiliki pistol dengan dua belas peluru. Zombie yang mengejar ada 10 sampai 12, jalan yang mereka tuju juga buntu. Setahuku, itu adalah tempat pembuangan sampah. Kecuali dia ingat, soal apa yang aku katakan padanya, dia akan selamat." "Kata-katamu padanya?" Mikhael tidak mengerti/ Annie mengangguk mengiyakan. "Ya, aku rasa, kamu bisa menanyakannya nanti, kalau John bertemu dengan kita lagi." Annie berteka-teki. "Jadi, kita tidak akan kembali?" Daniel masih menunggu jawaban pasti. "Tidak anak muda, kita akan kembali besok. Setelahnya, jika kamu memang ingin mencoba mencaritahu apakah keluargamu, masih ada yang tersisa atau tidak, kita bisa mampir ke sana, tetapi dengan caraku. Jika tidak, kalian bisa ke sana berdua dan aku akan melanjutkan perjalananku tanpa kalian." Annie terlihat bersungguh-sungguh. "Kamu berani sendiri? Bukankah lebih baik kalau kita bersama-sama?" "Karena aku wanita, menurutmu, aku tak akan bertahan? Jangan lupa, Mikhael, aku tak pernah berniat menyelamatkanmu jika bukan karena John." Annie menatap langsung ke manik hitam Mikhael. "Baiklah, aku tak ingin berdebat. Yang jelas, aku bukanlah orang yang akan mengorbankan orang lain untuk tetap hidup, itu adalah cara terkotor dan terburuk dalam bertahan hidup, John akan kecewa padaku jika tahu aku begitu. Jadi, selama kalian bersamaku, turuti aku. Pemimpin kalian nanti, akan tetap John. Karena dia tidak ada, aku penggantinya." Pernyataan yang sangat sepihak. "Kenapa harus John? Aku jauh lebih tua." Mikhael tidak terima. "Kalian bisa pergi kalau tidak suka," putus Annie cepat. "Kamu..." Annie segera mengambil anak panahnya, membidikkannya busur panah dengan anak panah siaga itu ke arah Mikhael yang tak siap. "Butuh sekitar 5 detik untukku membunuhmu dengan panah, jadi berhentilah mengeluh dan pergi saja jika tidak suka." Mikhael dan Daniel terdiam, tak menyangka Annie akan bertindak demikian. "Maafkan kami." Daniel dengan cepat menyadari situasi dan posisinya. "Bagus." Annie melonggarkan anak panahnya. "Cari penerangan. Aku akan berkeliling dan mencari makanan serta minuman. Senjata jika mungkin." Daniel mengangguk lantas menarik kakeknya untuk pergi. Annie pun turun, mencari apa yang dia butuhkan. Memeriksa setiap sudut ruangan, lantas kembali berkumpul dengan Mikhael dan Daniel. Mereka memutuskan untuk tinggal di kamar nomer dua, di lantai kedua. Ada sebuah pintu kecil di atap, yang menghubungkan mereka ke loteng, sehingga mereka bisa kabur lewat atas jika zombie mengepung tempat itu. Alasan lain, karena kamar itu yang paling besar, ada dua tempat tidur. Mereka bisa tidur di sana tanpa harus berebut tempat tidur. Kamar itu juga dilengkapi jendela, yang membuat Annie bisa siaga, barangkali, John akan kembali dan mengikuti jejaknya untuk ke tempat Annie. Meskipun berkata akan pergi besok, sejujurnya, Annie mengkhawatirkan John. Namun, dia juga tahu, John, tak akan kembali semudah itu ke tempat mereka berpisah tadi. Jadi, dia memutuskan untuk menunggu, barang kali, akan ada sinyal atau petunjuk yang akan John berikan padanya, seandainya, John lebih dulu kembali ke sana. Namun, dia yakin,  bahkan meski kemungkinannya hanya 40%, John dan wanita itu, akan selamat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD