Z-9

1746 Words
"Di antara nurani dan insting bertahan hidup, suka atau tidak, setidaknya sekali seumur hidup, manusia akan selalu diuji dengan dua pilihan tersebut." John sedang terlelap, ketika tiba-tiba mendengar suara teriakan meminta tolong yang cukup keras, menembus pekatnya malam dan memecah keheningan yang sempat tercipta. Ia langsung bergerak menuju jendela, menyingkap sedikit gorden dan melihat ke luar. Di bawah sinar bulan, sebagai satu-satunya penglihatan, dua orang wanita, berteriak, karena dikejar oleh zombie. Dua wanita itu terlihat sangat lusuh, satunya berambut hitam pendek, sedangkan yang lainnya, berambut pirang keriting. Mereka berusaha untuk menghindar dari serangan zombie, yang John perkirakan hanya ada tiba-empat, tetapi matanya menyipit, saat dia tahu, dari kejauhan, segerombolan zombie, yang jumlahnya cukup banyak, juga sedang menuju ke dua wanita yang sedang berusaha untuk lari itu. Mereka terus berteriak, seolah membuat pelarian mereka sia-sia saja. Zombie akan mengikuti bau manusia dan suara mereka. Jadi, seharusnya, mereka tidak usah berteriak jika memang mau melarikan diri dengan selamat. Sayangnya, sepertinya, mereka tidak mengetahui itu. Sangat ajaib, mereka masih hidup sampai detik ini. "John." John menoleh, sedikit kaget, ketika Marie tiba-tiba bangun dan memanggil namanya. Lelaki itu segera menempelkan jari telunjuknya di bibir, meminta Marie untuk diam. Marie hanya mengangguk mengerti lantas turun dari ranjang dan berjalan mendekati John. "Ada apa?" tanyanya dengan berbisik. John tidak menjawab, hanya mengedikkan dagu ke arah luar. Marie pun mengintip ke luar jendela. Pupil matanya membesar saat melihat dua orang wanita, tepat berada di depan mobil, yang terparkir di depan rumah yang mereka tempati saat ini. Dua wanita itu mencoba untuk membuka pintu gerbang, tetapi John sudah menutupnya tadi. Mereka mungkin berpikir kalau pintu gerbangnya terkunci, sehingga mereka tidak masuk ke dalam. Keadaan panik membuat mereka tidak menyadari kalau pintu gerbang itu tidak terkunci, hanya tertutup dengan pengait saja. Satu wanita masuk ke dalam mobil dan menguncinya, sementara satu wanita lainnya, tepatnya yang berambut pirang keriting sebahu, tidak sempat. Dia pun memilih untuk naik ke atas mobil  Air matanya semakin mengaliar deras, saat para zombie itu mulai mengepung mobil, mencoba untuk masuk ke dalam ataupun meraih mangsa yang berada di atas mobil itu. Untungnya, mobil itu, seperti mobil keluarga, besar dan tinggi, sehingga para zombie cukup kesulitan menjangkaunya. Akan tetapi, sepertinya, para zombie itu semakin pintar, mereka terus mencoba memecahkan kaca mobil, menangkap wanita berambut pendek yang berada di dalam, membuat wanita berkulit agak gelap itu menjadi panik dan berteriak ketakutan. Aira matanya berjatuhan, mulut kecilnya terus berujar kalau dia tak ingin mati. Marie yang melihat itu menjadi sangat kasihan. Dia merasa jengah kalau tidak melakukan apapun, padahal ada yang sedang membutuhkan bantuan. Jiwa sosialnya sebagai polisi wanita, sepertinya belum pudar meskipun sudah lama berhenti dan mengabdikan diri sebagai ibu rumah tangga. "John, kita harus menolong mereka." Ia berucap dengan sungguh-sungguh. Kilatan tanpa ragu itu menyadarkan John, kalau Marie serius dengan ucapannya, seolah jiwa kemanusiaan wanita itu sedang berkobar-kobar. Itu bukan sesuatu yang bagus menurut John. Jujur. John, tidak bisa mengambil resiko untuk membahayakan dirinya dan Marie, untuk seseorang yang tidak dikenal atau mungkin, tidak layak untuk diselamatkan. Dia masih harus bertemu dengan Annie, adiknya. Akan sangat konyol kalau mereka akan mati mengenaskan malam ini, setelah perjuangan yang cukup panjang dan berat untuk bisa terus hidup sampai detik ini. John tidak bisa melakukannya. Bahkan, meskipun Marie bertekad untuk itu. Resikonya terlalu besar untuk ditanggung. "Tidak bisa, Marie." John menolak tegas. "Kamu tidak lihat? Para zombie itu terlalu banyak, mustahil kita bisa mengalahkan mereka semua. Jika tidak berhati-hati, kita semua malah akan menjadi santapan makan malam mereka." John memberikan alasan yang menurutnya paling masuk akal. "Kenapa mustahil? Bukankah kamu juga rela mengorbankan nyawa untukku sebelumnya? Mereka berdua, John dan zombie yang mengejar jauh lebih sedikit dibandingkan yang waktu itu mengejarku. Kenapa kita tidak bisa membantunya?" Marie protes. "Aku bilang tidak, tetap tidak!" John bersikeras. "Jadi, kita akan membiarkan mereka untuk mati?" Marie menatap tajam ke arah John, tak menyangka kalau pahlawannya akan bersikap acuh dan tak acuh terhadap keselamatan orang lain. Padahal, John membantunya saat dia merasa kesulitan, meskipun hanya seorang diri. Hal itu membuat John seperti pahlawan, tetapi jawaban John barusan sungguh mengecewakan untuknya. "Tidak ada yang bisa kita lalukan," sahut John pasrah. "Kamu pengecut, John." Marie beranjak ke pintu, hendak menyingkirkan meja dan lemari, meskipun berat, dia tak peduli. John berusaha mencegah Marie untuk pergi, tetapi wanita itu bersikeras. Dia memaksa keluar. John pun membiarkannya, lantas mengintip ke jendela lagi. Kini, kaca mobil itu, akan segera pecah dan wanita yang berada di dalam, mungkin akan segera mati. Kedatangan Marie, hanya akan membuat para zombie itu berpesta. John segera pergi, menyusul Marie. Dia tidak bisa membiarkan Marie mati. Setidaknya, sebelum para zombie itu menyadari keberadaan Marie, dia harus menarik masuk wanita itu lagi. Sementara itu, zombie di luar semakin beringas. Mereka mencoba menghancurkan kaca mobil dan meraih wanita yang ada di atas. Bahkan, salah satunya, berhasil naik dan membuat wanita berambut pirang keriting semakin panik. Teriakannya semakin menjadi, memancing para zombie untuk semakin agreasif dan aktif. "Hei! Hei!" Marie berteriak, memanggil-manggil para zombie dari dalam gerbang. Bahkan, mengedor-gedor gerbang dengan pisaunya, menimbulkan suara berisik yang membuat sebagian zombie berbalik, mendekati Marie dan mencoba untuk menangkap wanita itu dengan menabrakkan diri mereka sendiri ke pagar. John yang merasa terlambat, menyadari kalau semua sudah terlambat. Sekarang, keberadaan Marie dan dirinya, sudah ketahuan oleh para zombie. Bersembunyi, jelas bukan solusi lagi. "Marie!" John menarik Marie untuk mundur, lantas menebaskan pedangnya ke beberapa zombie yang datang menyerang. Marie juga tidak tinggal diam, wanita itu segera menembak beberapa zombie. Saat pelurunya habis, dia mengeluarkan pisau, melakukan teknik bela dirinya lantas menikam kepala zombie yang terjatuh di tanah ataupun dalam jangkauannya. Marie sangat cekatan dalam memakai pisaunya, selain itu, dia tak hanya memakai satu pisau, melainkan dua. Sepertinya, dia telah menemukan senjata baru saat ke dapur tadi. Marie dan John berusaha melawan Zombie itu dengan tetap diam. Setelah berhasil mengalahkan zombie yang menuju ke arah mereka, John dan Marie bergegas untuk menolong wanita yang ada di dalam mobil dan di atas mobil. Sayang, John sedikit terlambat. Wanita pirang itu sudah menjadi santapan zombie, tersisa yang di dalam mobil saja. "Marie aku akan memancing mereka ke arahku. Kamu pergilah menyelinap dan selamatkan wanita di dalam mobil, bawa dia menjauh dari sini. Aku akan menyusul nanti. Kita tidak bisa bersembunyi di rumah itu lagi, suara tembakanmu pasti sudah memancing zombie yang lain untuk datang ke sini." John mengungkapkan strateginya. "Baiklah. Namun, kamu harus hati-hati, John." Marie menekankan. John mengangguk, lantas keduanya berpisah. John segera berteriak-teriak, membuat keributan untuk memancing para zombie mengikutinya. Dia berhasil, meskipun ada dua zombie, masih ada di mobil, tetapi Marie berhasil mengalahkannya. Wanita itu sangat cekatan dalam menggunakan pisau, seolah sudah sangat terlatih dengan hal itu. Dia kemudian meminta wanita di dalam mobil untuk membukakan pintu untuknya. Wanita itu menurut, lantas keduanya lantas langsung berlari pergi. Marie sempat melihat ke arah John, lelaki itu sedang berlari dari kejaran zombie, mencoba menjauh dari tempat Marie berada dengan secepat dan sekeras mungkin. Beberapa kali, dia menebas zombie yang nyaris mencapainya, tapi berhasil menjaga jarak lagi dengan zombie di belakangnya. Marie sebenarnya ingin kembali, tetapi dia tahu, John tidak akan mau hal itu. Lantas, dia terikat soal kotak panah cadangan dan tas ransel berisi makanan dan minuman yang sudah mereka kumpulkan tadi. Marie menggandeng wanita yang ketakutan itu, membawanya masuk ke rumah tempat dia dan John bersenyumbunyi tadi, dua benda yang diincarnya lantas segera pergi dari sana, sebelum zombie datang dan membuat mereka mati konyol. Marie sempat menunggu John, tetapi lelaki kurus itu tidak juga muncul. Dia tak bisa terus di sana. Jadi, dia terus berlari bersama dengan wanita yang diselamatkannya. Berlari dan terus berlari. Marie berhenti setelah berlari cukup jauh. Napasnya seperti tersenggal. Dia akan masuk ke jalanan menuju hutan, tetapi John belum juga muncul. Apakah dia selamat? Marie bertanya-tanya. Namun, dia tak bisa meninggalkan wanita yang masih menangis itu sendiri. Mengajaknya membantu John juga percuma, dia tak akan bisa bertarung dengan leluasa jika harus melindunginya juga. Pistolnya juga tidak memiliki peluru lagi. Marie menjadi bimbang sekali. Di antara nurani dan insting bertahan hidup, suka atau tidak, setidaknya sekali seumur hidup, manusia akan selalu diuji dengan dua pilihan tersebut. Seperti yang Marie alami saat ini. "Ada apa? Kita tidak lari?" Wanita berambut pendek itu menanyakan sesuatu yang membuat Marie kesal. "Diamlah, aku sedang berpikir. Apa kamu tidak tahu? Temanku menghadapi zombie sendirian hanya karena aku mau menyelamatkanmu." Marie berdecak kesal, membuat wanita itu menelan ludah pahit, merasa tidak enak. "Maafkan aku," ujarnya pelan. Marie tak menjawab, bimbang, antara kembali atau tidak. Namun, dia juga tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Jika dia tak cepat bergerak, ada kemungkinan zombie akan muncul lagi, itu akan membuatnya terpojok. Kalaupun dia membantu John, dengan adanya wanita itu, tentu dia tidak akan bisa bergerak bebas, sedangkan bila dia meminta wanita itu diam sendirian di tempat ini, Marie khawatir kalau akan terjadi sesuatu padanya. Semua pengorbanan dan usaha yang dia dan John lakukan untuk menyelamatkannya, akan sia-sia saja. Itu tentu bukan akhir yang Marie inginkan. Sungguh, pilihan yang begitu sulit untuknya. Di tengah kebimbangan itu, tiba-tiba dia mendengar suara cukup keras dan derap langkah yang menuju ke arahnya dari jalan menuju hutan. Karena gelap, Marie menjadi tidak bisa melihat apapun. "Ayo lari!" Marie memberikan aba-aba, tetapi sebuah anak panah tepat mengarah ke pinggir kakinya, membuat Marie dan wanita berambut pendek itu terdiam. Marie bahkan jatuh terduduk, kakinya lemas. Sejak tadi, dia memang sudah mengeluarkan banyak tenaga sehingga tidak heran kalau dia sudah sangat lelah. "Kau...." Ia seperti mengenal Marie. "Di mana John?" Seorang wanita berambut pendek, dengan bintik-bintik hitam di wajah cantiknya muncul dengan busur yang terisi panah, siap diluncurkan seandainya Marie tidak menjawab. "Jangan berteriak atau menangis, kalau tidak, aku akan membunuhmu." Ia juga memberikan ancaman pada wanita yang bersama Marie, membuat wanita itu berusaha mati-matian untuk tidak berteriak, menangis atau melakukan sesuatu yang bisa menghasilkan suara berisik. "Di mana John?" Annie bertanya lagi. Marie terdiam, meneguk lidahnya, sebelum mengatakan hal sebenarnya. Annie yang tak sendiri itu, segera memandang pada ketiga orang lainnya. "Kita akan pergi," putusnya, seolah, dia adalah pemimpin di dalam kelompok itu. Ketiga orang yang semua lelaki, kakek, seorang anak lelaki dan lelaki muda itu mengangguk mengiyakan. "Kamu tetaplah di sini, bawa mereka ke tempat bersembunyian kita, Daniel, lantas tunggu kami kembali. Mengerti?" Annie memberikan perintah pada anak lelaki bernama Daniel. Daniel mengangguk lantas membawa Marie dan wanita berambut pendek itu pergi, sementara Annie dan dua orang lainnya segera berlari untuk mencari dan menyelamatkan John. "Bertahanlah, John," bisiknya lirih, nyaris tak terdengar, tetapi penuh harap. Dia tidak ingin John mati. Nope.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD