44 - Pramana Mulai Bergerak

1513 Words
Nera merogoh sakunya. Sebuah pesan baru saja masuk ke ponselnya. “Kapan ada waktu, Ra?” Dari Fatih. “Belum tahu, hari ini sibuk banget. Kenapa?” Balasnya kemudian. Nera kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku. Sebentar lagi gilirannya melakukan presentasi. “Udah siap, Ra?” Tanya Aidan. Sejak tadi, ia tak pernah pergi dari sisi kekasihnya. Nera mengangguk. Di dalam aula dua kampus, MC sudah membuka acara technical meeting final Neomicin. Sebentar lagi, namanya akan dipanggil untuk memberikan penjelasan mengenai teknis pelaksanaan babak final yang sangat berbeda dengan babak penyisihan, babak perempat final, dan babak semifinal yang dilaksanakan kemarin. “Selanjutnya, pemaparan mengenai teknis pelaksanaan babak final dan grand final akan disampaikan oleh ketua pelaksana Neomicin yaitu Vasilissa Neraida.” Suara MC terdengar membahana ke seluruh penjuru ruangan. Nera segera bangkit dari duduknya. Memperbaiki penampilannya, kemudian melangkah maju ke depan. Puluhan pasang mata mengawasinya, mengantarnya hingga ke atas podium. Nera menarik nafas dalam, menghembuskannya perlahan. Ia sudah tiba di atas podium. “Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua.” Ucapnya membuka sesi pemaparan. Ia melemparkan senyum terbaik ke seluruh peserta. Puluhan orang di dalam ruangan serentak menjawab salam. Nera tersenyum. Ia menyapa para peserta hangat. Menanyakan kabar, basa-basi saja sebelum benar-benar masuk ke inti acara. Tepat saat layar putih besar di belakang Nera menampilkan logo Neomicin dan judul acara hari ini, gadis itu pun memulai pemaparannya. “Babak final dan babak grand final memiliki konsep yang berbeda dari babak-babak sebelumnya.” Bera memberi intro. “Dalam babak perempat final dan semifinal, peserta diminta mengisi esai pendek teori biologi, fisika, dan kimia. Pada babak final kali ini, soal essay akan semakin panjang dan dalam.” Ia memberi jeda sebentar. Memperhatikan seluruh peserta. Belasan siswa berseragam putih abu-abu itu terlihat fokus mendengarkan. “Tak hanya itu, peserta juga akan diminta melakukan praktik di laboratorium. Praktiknya masih seputar materi biologi, fisika, dan kimia.” Gambar di belakang Nera berubah lagi, menampilkan bagan-bagan yang tersusun. “Lalu, dua tim yang berhasil meraih nilai tertinggi akan masuk ke babak grand final. Di babak inilah penentu akhir kemenangan. Peserta akan berhadapan langsung dengan pasien yang menderita penyakit tertentu. Masing-masing peserta akan diberi waktu yang sama untuk menggali data pasien sebanyak-banyaknya. Kemudian berdasarkan data tersebut, peserta harus mempresentasikannya di hadapan juri. Setelah presentasi, juri akan meminta peserta melakukan beberapa tindakan pertolongan pertama yang berkaitan dengan kasus tersebut.” Nera memberi jeda, penjelasannya sudah terlalu panjang. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Wajah-wajah remaja itu masih fokus sekaligus antusias. Maka ia melanjutkan kalimatnya. “Intinya, peserta yang akan keluar sebagai pemenang bukan hanya peserta yang pandai dalam bidang akademik saja. Melainkan, peserta yang juga memiliki kemampuan menganalisis kondisi pasien. Untuk dapat menganalisis kondisi pasien ini, peserta perlu memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Karena kunci dari menjadi seorang dokter, selain membutuhkan kemampuan untuk berpikir kritis juga perlu skill komunikasi yang baik.” Seketika, ruang aula dua fakultas kedokteran itu dipenuhi gemuruh tepuk tangan. Beberapa orang terlihat mengangguk-angguk setuju. Setelah pengakuan dari Aidan, sorak sorai tepuk tangan usai technical meeting babak perempat final dan semifinal, ini adalah ketiga kalinya Nera merasa kemampuannya diakui dengan layak. Ada perasaan bahagia dan dihargai yang bersemi di dalam dadanya. Perasaan yang sudah sangat lama tidak ia rasakan. Di ujung ruangan aula, seorang laki-laki sedang menatap Nera dengan bibir tersenyum. Kedua tangannya tak henti bertepuk tangan. Tatapannya bersirobok dengan Nera. Keduanya saling mengulum senyum, tersipu malu. Sepasang kekasih itu tak bisa menyembunyikan binar-binar asmara mereka. Sesi pemaparan teknis pelaksanaan lomba sudah selesai, Nera turun dari podium. Sebentar lagi ia harus bergegas ke ruangan tempat babak final diadakan. Memeriksa langsung kesiapan ruangan tersebut. Meski panitia yang bertugas menyiapkan segala sarana dan prasarana babak final sudah melapor setengah jam lalu, rasanya kurang puas jika tidak melihat langsung. “Mau ke sebelah, Ra?” Tanya Aidan begitu Nera mengambil tasnya. “Iya.” “Ayo bareng.” Nera mengangguk. “Za, titip yang di sini, ya? Pastikan mobilisasi peserta berjalan lancar. Jangan sampai ada yang terlambat tiba di ruangan.” Ia memberi pesan pada Izza. “Oke, siap!” Jawab Izza sembari menyentuhkan ujung jemarinya ke pelipis. Seperti orang memberi hormat. Nera dan Aidan gegas menuju gedung lima lantai di sebelah aula. Menaiki lift menuju lantai tiga, tempat kompetisi Neomicin babak final akan berlangsung. Ting! Pintu lift terbuka. Nera dan Aidan keluar dari lift, berbelok ke kiri kemudian masuk ke ruangan kedua. Di sana sudah ada tiga orang panitia yang sedang menyiapkan ruangan. Memeriksa lembar-lembar soal, menghitung jumlahnya, memeriksa kelengkapan sarana dan prasarana, memperbaiki posisi meja dan kursi, hingga memastikan AC ruangan berfungsi dengan baik. Babak final akan berlangsung cukup lama. Jangan sampai peserta tidak fokus hanya karena kegerahan. “Sudah beres semua?” Tanya Aidan pada salah satu mahasiswa. “Sudah, Kak.” Jawabnya mantap. Usai memastikan persiapan ruangan sudah baik, Nera dan Aidan bergegas ke ruang sebelah. Tempat peserta akan melakukan praktikum laboratorium. Di sana juga sudah ada empat mahasiswa yang bertugas, mereka sedang memastikan peralatan yang akan digunakan untuk lomba berfungsi dengan baik. “Juri-jurinya sudah dihubungi?” Tanya Nera pada seorang mahasiswa yang sedang merapikan bed pasien. “Sudah. Semuanya bisa hadir tepat waktu.” “Bagus!” Drrrt… drrrt… drrrt… Ponsel di saku Nera bergetar. Ia mundur selangkah. Memeriksa ponselnya. Ada sebuah pesan masuk. “Ada yang mau aku bicarakan.” Pesan dari Fatih. “Bicara apa? Nggak bisa lewat sini aja?” Nera cepat mengetikkan balasan. “Ra, bisa minta bantuan angkat ini?” Mahasiswa yang merapikan bed pasien tadi meminta tolong. “Oh, bisa.” Nera meletakkan ponselnya di atas meja dekat bed. Kemudian segera membantu temannya, mengangkat, mengambil boneka peraga yang ada di dalam lemari. Boneka itu akan mereka letakkan di atas bed pasien. Nantinya, para peserta akan melakukan praktik tindakan medis dengan boneka phantom sebagai objeknya. Drrrt… drrrt… drrrt… Ponsel Nera kembali bergetar. Aidan yang berdiri di dekatnya tanpa sengaja mengintip layar ponsel kekasihnya itu. Hampir saja ia berteriak memanggil Nera, namun urung karena kalimat dalam pesan yang masuk ke ponsel Nera itu tampak lebih menarik perhatiannya. “Mau ngomongin soal kasus yang lagi ditangani ayahmu.” Begitu isi pesannya. Aidan melirik nama pengirimnya. “Fatih?” Gumamnya pelan. “Ah! Fatih yang itu…” Tiba-tiba bibir Aidan melengkung. Laki-laki berbahaya itu menyeringai. Tangan kanannya meraih ponsel Nera cepat, sementara si pemilik masih sibuk mengeluarkan boneka-boneka phantom. *** Di pagi hari yang sama, ketika Nera sedang sibuk menyiapkan dan memantau berjalannya babak final kompetisi Neomicin, sang ayah juga sedang sibuk di tempat kerjanya. Bedanya, jika Nera sibuk dalam kebahagiaan karena jerih payahnya yang mulai dihargai orang lain, Bambang justru sibuk dalam keadaan tertekan dan gelisah. Kurang dari satu minggu lagi, sidang tambahan kasus yang ditangani Bambang akan dilangsungkan. Sementara hingga hari ini, ia masih belum ada gambaran tentang strategi dan amunisi yang dimiliki musuh. Karena dalam perang, jika amunisi terbatas, cara terbaik untuk menang adalah dengan mengetahui kelemahan lawan. Tapi Pramana bekerja dengan sangat rapih, sama sekali tak memberi celah untuk lawannya menemukan titik lemahnya. “Pak Bambang!” Danu baru saja tiba, ia berlarian menuju ruang kerja atasannya itu. “Ada apa?” Tanya Bambang datar. Ia sedang membaca kembali dokumen sidang kemarin. Mencari pola menyerang Pramana dan mungkin bisa menemukan petunjuk tentang strategi Pramana selanjutnya. “Tadi… saya lihat Pramana…” Ujarnya sambil ngos-ngosan. “Apa?” Bambang sontak menoleh. “Apa yang dia lakukan?” Tanyanya antusias. Kertas di tangannya langsung ia letakkan. “Dia menemui seseorang.” Danu duduk di kursinya. Mengatur nafasnya. “Lalu?” Tanya Bambang tak sabar. “Karena itu saya terlambat, Pak. Maafkan saya.” “Ya sudah, tidak apa-apa.” Sergah Bambang cepat. “Lanjutkan ceritamu!” “Saya nggak sengaja ketemu dia di jalan. Jadi tanpa sadar saya ikuti saja dia. Kalaupun dia hanya sekedar berangkat ke kantor kejaksaan, tak apa. Karena kantor kejaksaan ‘kan dekat saja dari sini. Tapi ternyata tidak. Dia nggak pergi ke kantor kejaksaan.” Nafas sekretaris Bambang itu sudah mulai teratur. “Lalu ke mana?” “Dia… pergi ke rumah Pak Handoko.” “Pak Handoko?” Bambang mengernyitkan dahi. “Iya, Pak Handoko yang grafolog itu.” Bambang mendelik, mulutnya ternganga, terkejut dengan informasi dari sekretarisnya. “Pramana menemui seorang grafolog. Besar kemungkinan tujuannya adalah untuk memvalidasi tanda tangan seseorang. Hm…” Bambang mengusap dagunya. “Sepertinya benar dugaanmu, Dan. Ada dokumen yang belum sempurna hangus terbakar di malam itu.” Danu mengangguk setuju. Ia pun memprediksi hal yang sama begitu mengetahui tujuan Pramana tadi. “Baiklah!” Bambang menyeringai. “Kalau begini, sepertinya dia akan lebih mudah dikalahkan.” Pungkasnya sembari tertawa lebar. Sayangnya, dua orang itu tidak tahu. Lebih tepatnya, Danu yang terlalu terburu-buru. Setelah memastikan Pramana masuk ke dalam rumah Pak Handoko, seorang grafolog ternama ibukota, ia bergegas putar balik. Kembali ke kantor. Danu tidak tahu, bahwa setelah dari rumah itu, Pramana bertolak ke rumah lain. Rumah seseorang yang posisinya tak kalah penting dengan Handoko. Kemampuannya pun sering dibutuhkan dalam persidangan. Orang itu adalah Reza, seorang ahli restorasi data yang lebih senang bekerja di balik layar. Hanya orang-orang yang sering berurusan dengan kejahatan siber yang pernah bertemu dengannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD