Aku terus saja cemberut, setelah Mas Reiga mendeklarasikan cintanya pada ku. Aku menyebutnya seperti itu, karena dia terlihat sedang membacakan proklamasi di banding mengucapkan kata cinta. Entah aku yang berekspektasi terlalu tinggi, atau Mas Reiga yang terlalu kaku. Aku sendiripun bingung saat memikirkannya? “Han ... kenapa sih dari tadi manyun gitu? Aku ada salah?” “Ngak ada! Udah deh, Mas Reiga buruan berangkat. Katanya ada meeting?” “Mana bisa Mas berangkat begitu saja? saat kamu lagi ngembek begini.” “Siapa yang ngambek?” ucapku mencebikkan bibir. Dia tersenyum. “Sayang, kenapa?” ujarnya pelan, tepat di hadapan ku. Aku yang seketika gugup, di tatap sebegitu dekatnya olehnya. “N-ngak ...” “Cup ...” “Mas Reigaaaaaa!” teriak ku saat dia mengecup singkat bibir ku. “Haha ... ha