Ch-10

1131 Words
“Fine, aku akan memakai warna hitam!” Serunya seraya masuk kembali ke dalam ruang ganti. Irna sengaja tidak menunjukkan dirinya kembali di depan Fredian. Wanita itu sudah meninggalkan resor dengan berteleportasi ke rumah sakit. Pagi ini Rian tidak datang ke sana. Irna sejak tadi mengedarkan pandangan matanya ke sekitar, hanya ada beberapa perawat dan dokter berlalu-lalang di koridor. “Rian tidak datang hari ini?” Gumamnya seraya berjalan menuju ke arah ruangan kerja Rian. Ruangan tersebut benar-benar kosong. “Mungkinkah dia ke laboratorium? Dia sudah memberikan ramuan pelepas segel untukku belum lama ini. Jadi apa yang membuat pria itu begitu sibuk?” Irna bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Wanita itu melangkah masuk ke dalam ruangan kerja Rian. Irna begitu sibuk menatap banyak berkas di atas meja kerja milik Rian Aditama, sampai-sampai dia tidak menyadari seseorang yang sudah berdiri tegak di belakang punggungnya. Irna merasakan udara dingin di belakang punggungnya. Wanita itu spontan menoleh ke belakang. “Evan?” Tegurnya dengan wajah terkejut. Pikir Irna, Evan tidak akan bisa lepas dari ruang tahanan bawah tanah. Tapi pria itu muncul begitu saja di depan matanya saat ini. “Lihat wajah cantikmu ini, Kaila.. kamu sangat terkejut melihat wajahku? Kenapa, apa kamu sudah mengingatku?” Tanya Evan padanya, dengan santai pria itu melangkah maju mendekatinya lalu menyentuh helaian rambut panjangnya. Udara dingin ini, Irna bisa melepaskannya. “Untuk apa kamu datang ke sini? Kenapa kamu mencariku?!” Serunya dengan mata membelalak marah. Irna berjalan pelan menjauh darinya. “Melihat kamu takut padaku, sepertinya tubuhmu belum benar-benar pulih, Kaila.” Evan mengejar Irna dengan langkah kakinya, pria itu melihat kedua kaki Irna gemetar. “Pergi kamu! Jangan mendekat atau aku akan melukaimu!” Irna mencoba mengancamnya, kini Irna sedang bersandar di dinding. “Berikan aku penawarnya, kamu lupa sudah melukaiku? Kamu membuat kekuatanku melemah.” Permintaan Evan hanya dibalas dengan seutas senyum dan tatapan penuh ejekan oleh Irna. “Berani-beraninya kamu menertawakanku!” Evan sudah mengangkat telapak tangannya, pria itu berniat memukul Irna. Tepat saat pria itu mengayunkan tangannya, Irna sudah berpindah di belakang punggungnya. Dengan satu tendangan dari kakinya, tubuh pria itu terjungkal menabrak dinding. “Wah, kamu sudah berani bertempur denganku!” Evan kembali bangkit berdiri, belum sampai dia menyerang, Irna sudah lenyap entah ke mana. “Dia pikir aku tidak bisa menemukan keberadaannya?! Racun bunga kristal membuat tubuhku hampir membeku! Aku harus secepatnya menemukan penawar dari Irna!” Ucapnya seraya bergegas mencari keberadaan Irna kembali. Pria itu mencarinya hampir di segala penjuru rumah sakit, tapi dia tak kunjung menemukan Irna. Di sisi lain.. Irna sedang berjalan masuk ke dalam laboratorium. Wanita itu melihat gedung tersebut sedang dalam perbaikan di sana-sini. “Apakah Rian ada di sini? Apa jangan-jangan pria itu kembali ke London?” Irna bertanya-tanya dalam hatinya seraya berjalan menyusuri koridor. Banyak sekali para pekerja sedang sibuk memperbaiki gedung yang hancur tersebut. “Kraakkk!” Dinding di sisi Irna retak. “Slaasshhh! Braak!” Rian menyambar tubuhnya dan membawanya menjauh. “Kenapa kamu berada di sini? Seharusnya kamu pergi dari sini.” Ucap pria itu seraya menatap ke sekitar. “Aku mencarimu, Evan lepas dari dalam tahanan. Aku cemas jika dia datang ke sini.” Jelasnya panjang lebar lalu melepaskan diri dari pelukan Rian. “Fredian tahu kamu menyusulku ke sini? Pria itu bisa saja salah paham pada kita berdua.” Dengan canggung melangkah mundur lalu menuju ke arah lain. Rian meninggalkan Irna mematung seorang diri di sana. “Apa-apaan itu! Hei! Tunggu aku!” Irna melesat lalu menghadang tepat di depan langkahnya. “Katakan apa yang kamu inginkan, Dokter Kaila?” Rian menghela napas panjang lalu mengambil jalan lain untuk sampai ke tempat yang dia tuju. “Sebenarnya aku ingin tahu tentang racun bunga kristal es.” Serunya pada Rian. “Kamu masih belum mengingatnya? Aku kira setelah segelmu terlepas, kamu bisa mengingat semua masa lalu. Semua kenangan..” Rian menghentikan langkah kakinya. Pria itu berkacak pinggang sambil memutar tubuhnya menghadap ke arah Irna. “Ya, aku hanya mengingat kalau memiliki bunga itu, karena akulah Ratu Vertose. Pewaris satu-satunya bunga kristal es juga darah pemikat.” Ujarnya seraya menatap kosong, Irna berjalan melewati Rian Aditama. “Banyak yang ingin memiliki darah ini, bahkan mereka berlomba-lomba untuk menyerang demi mendapatkan darahku. Tapi tentang racun? Aku sama sekali tidak tahu.” Rian melihat kesedihan tiba-tiba terukir jelas pada wajah cantik Irna, pria itu menundukkan wajahnya. Dia merasa sudah terlalu keras padanya. “Maafkan aku, aku terlalu keras padamu. Tentang racun bunga kristal es, aku harus memeriksa darahmu.” Wajah Rian penuh rasa sesal, pria itu berbalik lalu mendekatinya. “Tidak masalah, aku rasa kamu memang harus mengambil sikap yang tepat. Memang seharusnya kita tidak terlalu dekat. Walaupun kita pernah menikah di masa lalu, tapi aku adalah istri Fredian sekarang. Aku akan menunggu kabar darimu, jika kamu sudah bisa mengujinya suatu saat nanti. Gedung ini masih harus diperbaiki.” Irna tersenyum seraya menoleh padanya, dua detik kemudian wanita itu sudah lenyap dari pandangan Rian. “Dia pergi,” Gumam Rian seraya melangkah lesu menuju ke ruang lain. “Terburu-buru sekali, padahal bisa menggunakan laboratorium lain. Apa dia lupa? Di kediamanku juga ada ruangan khusus?” Rian menggelengkan kepalanya. Irna tiba di resor, dia tidak tahu kalau Fredian sudah menunggunya sejak dia pergi tanpa berpamitan padanya beberapa jam yang lalu. “Aku kira kamu tidak akan pulang.” Serunya seraya mengangkat wajahnya dari berkas beralih menatap ke arah Irna. Irna mengukir senyum pada bibirnya lalu berjalan mendekat ke arah meja kerja Fredian. Matanya menatap tumpukan berkas di sana, mengabaikannya lalu duduk di tepi meja. Fredian memijit pelipisnya mendapati kelakuan Irna yang selalu sesuka hati. Arogan, mengabaikan hal-hal yang penting bagi Fredian. Semuanya benar-benar tidak berubah sama sekali. Sejak menjadi Ratu Vertose wanita itu selalu mendapatkan kemenangan, mendapatkan semua hal yang dia inginkan! “Irna, kamu menduduki berkasku!” Keluh Fredian seraya membelalakkan matanya. “Ah, maafkan aku. Aku kira, aku lebih penting dari berkas-berkas ini.” Irna tersenyum lalu turun dari atas meja, wanita itu menarik dasi Fredian ke depan. “Jangan menggodaku sekarang, aku sedang sibuk. Di mana ilmuwan simpananmu itu? Dia sibuk juga?” Omel Fredian. Berkas di atas meja kerjanya memang sangat penting, jadi dia tidak bisa mengabaikannya. “Rian?” Tanya Irna seraya melepaskan genggaman tangannya dari dasi Fredian. “Memangnya ada ilmuwan lain yang kamu kenal di Perancis, selain Rian? Kamu punya pacar baru, lagi? Mentang-mentang semua pria tertarik padamu. Tiba-tiba aku menyesal sudah mengenal gadis pemikat!” Keluh Fredian sambil menatap langit-langit ruangan, berpura-pura memasang wajah marah dan kesal. “Tidak hanya ilmuwan, penguasa kerajaan sebelah aku juga mengenalnya. Kerajaan vampir di sini, kamu ingin aku menunjukkan diri kepada mereka?” Tantang Irna dengan penuh semangat. Irna terlalu lama bercanda dengan Fredian, wanita itu melupakan keberadaan Evan Herlands! Pria itu sudah melacak dirinya dan menemukan keberadaan Irna sekarang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD