Chapter 2

1435 Words
Jakarta, Indonesia.      Indonesia merupakan sebuah negara yang terkenal akan kekayaan alam, pariwisata, budaya, dan masih banyak lainnya. Maka dari itu banyak turis-turis yang tertarik untuk datang ke Indonesia untuk ikut menyaksikan keindahan yang diberikan oleh Indonesia. Dan salah satu kota yang paling dimintai turis saat ke Indonesia adalah Jakarta. Ibu kota Indonesia serta kota terbesar sekaligus terpadat yang ada di Indonesia.    Selain keindahan alam dan budayanya, Indonesia juga memiliki orang-orang sukses yang mampu mengangkat nama Indonesia di dunia perbisnisan. Sebut saja Harry Wallace, Alessia Wilson, Will Carbert, dan masih banyak lainnya. Namun yang menjadi tokoh utama dari kisah ini bukanlah salah satu dari mereka bertiga, melainkan Byll Carbert yang merupakan putra dari Will Carbert.    Jangan salah, Byll juga masuk ke dalam salah satu pengusaha tersukses di Asia. Walau tentu saja belum mencapai kesuksesan sang Ayah. Tapi dari pada itu, namanya pun cukup disegani di dalam dunia perbisnisan.    Saat ini, Byll memegang perusahaan cabang sang Ayah yang berada di Paris. Walau hanya perusahaan cabang, tapi tentu saja gedung yang berada di sana tak kalah besar dari perusahaan pusat yang berada di Indonesia dan saat ini dipegang oleh Aldrich, saudara kembar yang lebih tua lima menit darinya.    Karena Byll memegang perusahaan cabang yang berada di Paris, otomatis ia harus pulang balik Indonesia-Perancis selama beberapa kali dalam sebulan. Alasannya untuk tidak menetap di Paris agar tidak lelah harus pulang balik adalah karena ia masih ingin berada dekat dengan dengan kedua orang tuanya.    Terlebih dengan sang Ibu. Sesimpel itu namun bagi Byll yang kini telah berusia dua puluh tiga tahun, itu sangatlah penting karena ia masih belum siap untuk bersiap berpisah dengan kedua orang tuanya dalam jangka waktu lama.    “Kau sudah mau berangkat?” Tanya Conradinez –salah satu saudara kembar Byll- saat melihat Byll dan Zaki –asisten pribadi Byll- keluar dari lift dengan Zaki yang membawa koper Byll.    “Ya” Jawab Byll. “Kau tidak berangkat kerja?” Tanyanya. Pasalnya, sekarang sudah jam sepuluh sementara Conradinez yang harusnya sudah berada di perusahaan masih berada di mansion.    “I am the boss” Jawab Conradinez dengan senyum miringnya membuat Byll menggelengkan kepalanya. “Bagaimana Mika mau serius denganmu kalau kau saja seperti ini” Ucap Byll. “Kau ingin merusak hariku dengan mengungkit itu?” Kesal Conradinez. “Aku hanya mengingatkanmu” Ucap Byll. “Kalau begitu aku pergi dulu, selamat berjuang” Pamitnya kemudian segera pergi dari sana bersama Zaki.    “Dasar saudara laknat” Maki Conradinez yang masih dapat Byll dengar hingga membuatnya terkekeh. “I love you, bro” Seru Byll membuat Conradinez semakin memaki. “Kusumpahi kau akan mengalami hal yang sama” Rutuk Conradinez yang membuat Byll tertawa. “Apa kita akan langsung ke bandara, Tuan?” Tanya Zaki setelah mereka berdua telah berada di dalam mobil. “Pergi perusahaan lebih dulu” Ucap Byll. “Baik, Tuan” Ujar Zaki kemudian mulai melajukan mobil tersebut menuju CT Corporation, tempat Aldrich kini berada. Dan untuk menghabiskan waktunya menuju perusahaan, Byll menghabiskan waktunya membaca berita terkini mengenai bisnis yang berada di Perancis melalui ponselnya. Karena hanya itulah yang bisa ia lakukan secara langsung untuk memantau perkembangan bisnis di Perancis setiap kali ia tak berada di sana.    Walau akhirnya ia tetap akan menerima laporan mengenai bagaimana perkembangan di sana, tapi ia tetap ingin memeriksanya secara langsung seperti ini agar dapat ia bandingkan dengan laporan yang akan ia terima setiap minggunya.    Setelah satu jam berkendara di jalanan, akhirnya ia sampai di tempat tujuannya. Byll lantas segera menyimpan ponselnya kemudian langsung keluar dari mobil tanpa menunggu seseorang membukakan pintu mobil untuknya.    Saat ia memasuki lobi, beberapa pegawai yang berada di sana menyapanya dengan senyuman lebar yang hanya ia balas dengan anggukan kecil. Sangat berbeda dengan Aldrich yang hanya akan mengabaikan sapaan mereka. Maka dari itu, para pegawai di sana tanpa ragu tersenyum saat melihat Byll atau Alfabet yang lain, selain Aldrich yang sangat dingin.    “Selamat pagi, Pak” Sapa Leah -sekretaris Aldrich- yang hanya diangguki oleh Byll kemudian meneruskan langkahnya memasuki ruangan Aldrich.    “Ada apa kau memanggilku?” Tanya Byll begitu ia masuk ke dalam ruang Aldrich tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.    “Ada yang ingin kubicarakan” Jawab Aldrich kemudian berdiri dari duduknya setelah membubuhkan tanda tangan pada sebuah dokumen kemudian menghampiri Byll yang baru saja duduk di sofa.    “Kemarin Mr. Damitri mengirimiku permohonan kontrak kerja sama, tapi aku ingin kau saja yang mengurusnya karena perusahaan Mr. Damitri juga berada di Paris” Ucap Aldrich. “Curtis Damitri?” Tanya Byll memastikan. “Ya” Jawab Aldrich. “Tidak mau. Kau saja yang berurusan dengannya. Aku tidak” Tolak Byll. “Kau tahu ‘kan, dia terkenal sangat cerewet? Dan aku paling benci dengan orang seperti itu” Lanjutnya. “Kau bisa memberitahuku jika dia meminta yang aneh-aneh” Ucap Aldrich. “Kalau begitu sekalian kau saja yang langsung berurusan dengannya” Ujar Byll. “Pekerjaanku sudah banyak dan aku tidak memiliki waktu luang hanya untuk meladeni kecerewetannya. Lagi pula kau juga akan berangkat ke Paris hari ini jadi kau bisa bertemu langsung dengannya” Ucap Aldrich. “Tidak. Pokoknya aku menolak” Tegas Byll. -------                          Zaki melirik Byll melalui kaca spion tengah mobil ketika mendengar Byll mendengus untuk yang ke sekian kalinya dalam perjalanan mereka menuju bandara. Pria itu tak tahu apa yang terjadi pada Tuannya itu. Tapi yang jelas, Byll pasti kalah lagi dari Aldrich. Hal yang biasa terjadi saat Byll hendak pergi ke Paris. Dan benar saja, setelah perdebatannya dengan Aldrich tadi, akhirnya lagi-lagi Byll yang harus mengalah karena Aldrich telah mengeluarkan tatapan mautnya hingga membuatnya kesal. Sebenarnya ia bukanlah orang yang mudah kesal seperti ini. Tapi dalam keadaan tertentu, kekesalannya bisa melebihi kekesalan seorang wanita. Byll pun langsung keluar dari mobil begitu mereka tiba di landasan pribadinya. Ia lalu berjalan menuju pesawat yang telah menunggunya sementara Zaki mengeluarkan koper Byll terlebih dahulu kemudian menyusul pria itu. “Ini minuman Anda, Tuan” Ucap salah seorang pramugari kemudian beranjak dari sana setelah meletakkan segelas jus lemon di hadapan Byll, minuman yang selalu Byll minum saat di pesawat. Pria itu lantas segera meminum jusnya untuk meredakan kekesalannya karena Aldrich. Dan akhirnya setelah memakan waktu hampir delapan belas jam di udara, Byll sampai di Paris tepat pukul enam pagi. Setelah keluar dari pesawat, ia lantas segera menuju ke penthouse-nya untuk beristirahat selama satu jam sebelum berangkat ke kantor. -------                            Byll tersenyum tipis saat melihat laporan laba yang meningkat dari bulan lalu. Ia lalu menyimpan dokumen tersebut di atas mejanya kemudian membuka laporan mengenai cash flow dalam satu bulan terakhir. Dan keningnya lantas mengerut ketika membaca laporan tersebut. Ia lantas segera menekan interkom yang berada di ujung mejanya. “Ada yang bisa saya bantu, Sir?” Tanya Joya –sekretaris Byll- dalam bahasa Perancis. “Suruh Derryl ke ruanganku sekarang” Pintah Byll dengan bahasa Perancis-nya yang sangat fasih. “Baik, Sir” Ucap Joya. Tak lama kemudian, pintu ruangan Byll diketuk. “Masuk” Pintah Byll. Pintu ruangannya pun terbuka lalu seorang pria bernama Derryl masuk ke dalam dan berhenti tepat di hadapan Byll. “Anda memanggil saya, Sir?” Tanya Derryl –Manajer Keuangan-. “Bagaimana bisa pengeluaran bulan lalu lebih banyak dari bulan sebelumnya sementara daftar pengeluaran antar kedua bulan tersebut hampir sama?” Tanya Byll to the point. “Terdapat sedikit masalah saat kami hendak membuat kontrak dengan seorang model untuk iklan produk terbaru kita, Sir. Jadi kita harus membayar ganti rugi pada mereka” Jawab Derryl. “Lalu kenapa kau tidak memasukkannya ke dalam laporan bulanan ini?” Tanya Byll seraya memperlihatkan laporan yang tadi ia baca. “Itu kesalahan saya, Sir. Tolong maafkan saya” Ucap Derryl. “Dengar, Derryl. Bukan berarti saat saya memaafkan kesalahanmu terakhir kali, kau bisa seenaknya kembali berbuat kesalahan. Saya tidak butuh manajer yang tidak kompeten sepertimu” Ujar Byll. “Maaf, Sir. Tolong maafka...” “Saya tidak butuh permintaan maafmu” Potong Byll. “Sekarang kembalilah dan bereskan barang-barangmu” Lanjutnya. “S, Sir. To...”                “Jangan membuatku mengulangi ucapanku untuk kedua kalinya Derryl” Potong Byll seraya menatap tajam pada Derryl yang saat ini menunjukkan tatapan memohonnya pada Byll. Namun kali ini ia benar-benar tidak bisa memaafkan kesalahan pria itu. Perusahaannya bisa bangkrut jika ia terus mempekerjakan seseorang yang tidak kompeten seperti Derryl di bagian keuangan. Dengan langkah lemah, Derryl pun keluar dari ruangan Byll setelah pamit pada pria itu. Dan tak lama kemudian, Joya masuk ke dalam setelah mendapat izin dari Byll. “Ada apa?” Tanya Byll. “Mr. Damitri ingin bertemu dengan Anda, Sir. Beliau mengatakan kalau Mr. Carbert telah membuat janji untuk Anda” Ucap Joya. “Aldrich?” Tanya Byll memastikan. “Benar, Sir” Jawab Joya. ‘Aldrich sialan!’ Batin Byll memaki. Bagaimana tidak? Pasalnya Aldrich berjanji padanya kalau ia akan bertemu dengan Curtis besok, tapi nyatanya pria itu malah membuat janji hari ini. “Suruh dia masuk” Pintah Byll pada akhirnya. Lagi pula sama saja. Besok atau pun hari ini, ia akan tetap bertemu dengan pria tua yang terkenal sangat cerewet itu. “Baik, Sir” Ucap Joya. “Dan ini undangan Paris Fashion Week tahun ini untuk Anda yang akan diadakan dua hari ke depan, Sir” Lanjutnya seraya meletakkan sebuah undangan di atas meja Byll. -------                            Love you guys~           
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD