Bab 3.2

1458 Words
“Baiklah saya  bukan orang yang senang mengobral janji jadi saya akan langsung memperkenalkan product-product yang ada di tempat saya.” Naomi memberi isyarat pada pekerjanya yang langsung mengerti dengan perintah atasannya dan segera mengambil bolpain dan kertas yang sudah dipersiapkan. “Makanan seperti apa yang nantinya akan menemani pengantin kita?” “Konsep yang akan diusung adalah international dan traditional. Untuk akad, adalah tema traditional dan resepsinya adalah international. Untuk adat yang akan dilaksanakan saat akad adalah adat sunda. Sedangkan untuk resepsi pernikahan makanan yang disajikan adalah makanan western. “Baiklah saya akan segera mempersiapkannya.” Naomi mulai berbincang dengan bawahannya dan segera menyuruhnya untuk mempersiapkan segala yang diperlukan. “Maaf, saya harap anda mau menunggu hidangan yang akan dihidangkan nanti.” “Tidak apa-apa saya bisa menunggu.” Ucap Irina. “Ngomong-ngomong bagaimana rasanya jadi CEO di usia yang masih muda dan sukses pula?” Naomi memberikan pertanyaan basa-basinya untuk membuat tamunya menunggu. “Sebenarnya, saya tidak pernah bermimpi untuk menjadi Ceo diusia saya ini, tapi terimakasih kepada seseorang yang sudah menyadarkan saya sehingga saya berada diposisi ini.” Rayen mengerlingkan matanya kepada Irina yang sedang menunduk untuk sekedar mengecek keperluan lainnya. Tapi tidak, Irina sengaja menyibukkan dirinya dari obrolan yang sedang berinteraksi di sampingnya. Oh, Tuhan kenapa Irina harus duduk diantara mereka berdua, jadi mau tidak mau Irina harus mendengarkan mereka. “Oh, benarkah? Siapa kira-kira seseorang ini, saya harap dia adalah kekasih anda sekarang ini.” Yups, Naomi tepat sasaran. Irina tahu semua ini akan berakhir seperti apa, Rayen pasti bermaksud untuk menyindir dirinya. Irina tahu pasti itu. Tangan Irina terasa dingin dan berkeringat. Ingin rasanya ia menghindar dari sini, terutama dari sikap menyebalkan Rayen. “Bagaimana anda bisa menebak dengan sangat tepat? Sepertinya saya harus sedikit menjauh dari anda. Anda seorang cenayang? Mungkin?” sekilas Rayen menatap Irina yang berhenti mengotak-atik tabletnya. “Ah, ternyata benar.” “Tapi lebih tepatnya lagi mantan, dia masa lalu saya dan sia sangat terobsesi dengan dunianya. Jadi, kami berpisah.” Jelas Rayen dan menganggap Irina seolah tidak ada. Irina melihat seringaian Rayen dari sudut matanya. Apa maksudya terobsesi dengan duniaku? “Oh, ya?! Waw. Seperti apa kiranya dunianya?” Tanya Naomi penasaran, atau mungkin hanya berpura-pura penasaran. “Entahlah, saya tidak mau tahu. Tapi yang pasti dia selalu mendapatkan yang dia inginkan. Bahkan mungkin dia rela melakukan hal yang nekad. Maybe.” Rayen lebih memperjelas dan semakin membuat Irina mengerutkan keningnya bingung. “Wah, sayang sekali dia mantan anda. Jika dia tahu posisi anda sekarang mungkin dia ngin kembali pada anda.” “Maybe. Untungnya saya tidak pernah memakai hati dengannya.” Deg Irina hampir saja menjatuhkan tabletnya jika saja dia tidak memegang tabletnya dipangkuannya. Apakah Rayen sungguh-sungguh dengan ucapannya? Tak adakah sedikit rasa saat mereka bersama dulu? Apa Rayen hanya mengisi waktu luangnya saja saat mereka bersama? Irina segera bangkit dari tempat duduknya. Hatinya semakin panas mendengar percakapan diantara mereka. “Permisi.” Ucap Irina setelah mengangkat pantatnya dari kursi sofa yang terasa sangat tajam di bokongnya. “Mau kemana Irina? Are you ok?” Naomi sontak saja bertanya karena dengan tiba-tiba Irina undur diri dengan cara yang ia pikir sedikit mengagetkannya. “I’m ok. Saya harus ke toilet.” Jawab Irina dan dengan susah payah menyungkingkan senyumnya untuk sekedar memberitahukan bahwa dirinya memang baik-baik saja. Irina segera beranjak pergi dan membuka pintu ruang pertemuan yang rasanya Irina ingin segera mencuci mukanya yang sudah terasa panas menahan amarah. Irina benar-benar tidak habis pikir. Selama bertahun-tahun ini dia berjuang untuk kelanjutan masa depannya dan berjuang untuk melupakan orang yang paling Irina cintai itu. Tapi setelah kini Irina berhasil mendapatkan karir yang cukup bagus dan bertemu dengan orang yang paling ingin dia mintai jawaban hanya sesimple itu jawabannya. Untungnya saya tidak pernah memakai hati dengannya. Ingin sekali Irina menampar keras muka maskulin dan tampannya itu dengan tablet yang ia genggam. Astaga, bahkan Irina masih saja memuji ketampanan pria yang kini paling Irina benci. Jika saja Irina bisa, ingin rasanya Irina mundur dari project ini dan menenggelamkan lelaki menyebalkan itu di dasar lautan agar tak pernah lagi bertemu dengannya. Tapi Irina bisa apa? Susah payah Irina membangun karirnya selama bertahun-tahun. Enak saja, Irina tak mau menyerah pada orang itu. Irina akan membuatnya mengerti bahwa kesabarannya tingkat dewa. Jika perlu setiap hari pun Irina mau bertemu dengannya untuk menunjukan seberapa kuatnya Irina. Irina membasuh wajahnya dengan kesal dan menghela nafas dalam. Dia harus tenang demi menghadapi seorang b******n seperti Rayen. Irina harus mempersiapkan kesabarannya lebih extra lagi. Baiklah, jika ini yang orang itu inginkan, just do it. Saat Irina hendak masuk, dibelakangnya terdengar troli makanan yang dibawa oleh bawahan Naomi. Akhirnya, datang juga. Gue akan menahan semua alasan tak jelas Rayen jika dia mulai mengeluh lagi. Irina segera masuk bersama trolly makanan yang dibawa oleh bawahan Naomi dan segera kembali ke tempatnya semula. “Oh itu dia makanannya.” Naomi segera bangkit dari duduknya dan mempersilahkan Rayen untuk segera mencicipinya. “Terimakasih.” Rayen segera mengulurkan tangannya untuk menerima makanan yang sudah di sodorkan Naomi padanya. Rayen menyecap makanan yang terlihat menggoda di tangannya kemudian merasakan setiap rasa yang diberikan oleh makanan yang terlihat lezat itu. “Bagaimana pak? apakah sudah sesuai dengan selera anda?” “Mmm.” Rayen menganggukan kepalanya sembari menelan setiap gigitan dari makanan western dan makanan tradisional yang disajikan. Astaga, bahkan cara makannya pun masih sama seperti dulu, menggoda tangan Irina untuk segera menelusuri rahangnya yang bergerak-gerak saat mengunyah makanan. Irina juga tergoda untuk merasakan lidahnya dimainkan oleh lidah Rayen yang sangat seksi. Sadar Irina, dia Rayen yang bahkan tak pernah memakai hatinya denganmu. “Ini benar-benar lezat. Irina, cobalah. Saya ingin kamu mencicipinya, saya ingin mendengar pendapat kamu juga.” Ucapnya kemudian setelah puas mencicipi makanan dan menaruh sisa makanannya di tempatnya semula. “Terimakasih pak. tapi saya rasa selera anda lebih baik dari saya mengingat kakak anda yang akan melaksanakan pernikahan. Jadi anda lebih cocok untuk mencicipinya.” “Ayolah Irina, saya yakin kamu ahlinya dalam menilai sesuatu.” Pinta Rayen pada Irina sembari menyodorkan makanan yang ia pilih asal. Apa maksudnya gue ahli menilai sesuatu? “Ba..baik pak.” Irina mengambil secuil makanan yang sudah disodorkan Rayen padanya. “Yah, ini memang lezat pak” “C’mon Irina. Jujurlah. Kamu tidak boleh berbohong sekarang. Ini adalah pernikahan keluarga saya. Jadi kali ini please jujurlah.” “Ma..maksud anda?” “Haah. Kamu memang tidak pernah berubah. Manis di depan saja.” Ucap Rayen kemudian dengan senyuman jahil di bibirnya. “Excuisme?” Irina mengernyitkan alisnya yang kini menyatu dengan sempurna mendengar ucapan Rayen. “Semua orang juga tahu. Kamu bilang lezat tapi ekspresi muka kamu masam. Kamu memang pintar bersandiwara.” Rayen kembali bersuara dan membuat Irina terlihat menahan amarah dan malu didepan Naomi sebagai owner catering. Baru saja Irina membuka mulutnya untuk membantah, Rayen berbicara lebih dulu pada Naomi. “Baiklah saya akan mendiskusikannya lagi dengan kakak saya. Terimakasih atas hidangannya.” “Semoga anda suka dengan makanan saya. Saya tunggu konfirmasinya pak.” Naomi terlihat kembali memasang wajah cerianya setelah Rayen mengatakan hal yang tidak ia duga sebelumnya. “Selamat siang.” “Selamat siang.” Naomi segera menyuruh bawahannya untuk mengantar mereka sampai ke pintu kantor. Setelah acara basa-basi yang dilakukan selesai, Irina dan Rayen diantar keluar kantor oleh pegawai Naomi dan mobil Rayen sudah terparkir cantik menunggu penumpangnya bersama seorang sopir yang juga adalah asistennya. Namun, Irina berhenti di undakan kantor. “Tugas saya sudah selesai untuk hari ini. Terimakasih atas kesediaan waktu anda.” Irina menundukan sedikit kepalanya memberi hormat pada Rayen. Ia berharap setelah ini tak ada lagi hal yang akan membuatnya serasa hidup didalam penjara lagi. “Apa maksud kamu?” tanya Rayen dan membuat Irina harus kembali berfikir ulang tentang pemikirannya tadi. “Untuk catering sudah selesai, dan contoh dekorasinya akan segera saya siapkan, besok akan saya serahkan hasilnya pada anda. Sementara untuk undangannya saya akan memberikan beberapa design untuk dipilih sendiri oleh ibu Tyas.” Jelas Irina dan segera beranjak pergi. Baru tiga langkah Irina pergi tangannya ditarik oleh tangan kekar seseorang yang sudah Irina tahu pasti. “Jangan harap akan semudah itu kamu pergi.” Ucap Rayen tanpa menatap mata Irina dan terus menyeret Irina hingga ke basement parkiran yang ada di kiri kantor catering. “Maaf pak, tapi saya juga harus mengurus klien yang lain. Saya sudah selesai dengan anda.” Bantah Irina. Tangan Rayen terasa begitu menempel erat di tangannya. Ia yakin pasti akan membekas setelah ia terlepas dari genggaman erat Rayen nanti. “Oh, ya?” Tubuh Irina terpental hingga ke tembok basement karena Rayen menyentaknya dengan keras dan memegang bahu Irina hingga menempel di tembok. “Why?” “...” Irina hanya menatap wajah Rayen dengan bingung. “Kenapa kamu pergi saat aku membicarakan masalalu?” ucap Rayen dengan suara rendah. Apa Rayen bercanda? Apa ia marah karena tadi ia pergi untuk ke toilet yang sebenarnya memang menghindar darinya. “Karena memang saya  harus ke toilet. Dan kenapa anda perduli, saya mendengar atau tidak?” “Jangan pernah berbicara formal saat kita sedang berdua. Aku muak.” Ucap Rayen sarkas dengan suara seraknya. “Maaf, tapi sekarang anda adalah klien saya.” Irina tak ingin mengalah kali ini. “Oh, ya. Aku adalah klien kamu hari ini kan.” Entah apa yang harus dilakukan Irina saat mata Rayen terlihat memerah dan penuh emosi, tapi Irina tidak mau mengalah dengan pria egois dan paling dia benci ini hingga tanpa Irina duga Rayen mendekatkan wajahnya dan tanpa berfikir lagi Irina segera melangkahkan kakinya untuk menghindar. Terlambat. Rayen menarik tangan Irina hingga punggung Irina menempel di tembok lagi dan menyurukan wajahnya dan menempelkan bibirnya dengan kasar dan melumat bibir Irina. Irina meronta dan berusaha melepas cengkraman Rayen hingga tangannya terbebas dan... PLAKKK
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD