Part 3

1273 Words
Part 3  Aku tau aku lemah, tapi aku juga ingin seperti mereka yang bisa bebas melakukan apapun yang di sukai. *** Aku tersadar di kamar bernuansa merah jambu. Kamar siapa lagi jika bukan kamar tercintaku. Aku yakin, pasti aku pingsan lagi. Padahal tadi lagi seru sekali. Kenapa harus pingsan? Dasar lemah! "Mama siapkan coklat hangat, kamu istirahat saja dulu." Mama masuk ke dalam kamar sambil tersenyum kearahku. "Makasih Ma, maaf merepotkan." Ya, aku memang sangat merepotkan jika sudah selemah ini. Rasanya aku ingin pergi jauh saja. Wajar bukan aku berpikir demikian? Karena kadang aku lelah akan semuanya. "Kamu pasti melupakan obat kamu bukan? Mama gak bisa bantu kamu dari amukan Papa ya. Berani berbuat harus berani bertanggung jawab!" Sindir Mama. "Tinggalkan kami berdua." Belum juga bernafas dengan baik, sang paduka raja sudah memasuki kamarku tercinta. Kenapa si Papa tuh gak sabaran banget?! Padahal aku juga tidak sengaja melupakan obat yang aku minum. Lagian sesekali tidak apalah tidak minum, toh aku juga gak mati bukan? "Jadi, kenapa kamu gak minum vitaminnya? Kamu kan tahu, kamu itu energik, banyak gerak gak mau diem. Kamu mau masuk rumah sakit lagi?" Suara tegas namun tersorot kekhawatiran di dalamnya membuat kekesalanku sirna. Aku memeluk tubuhnya dengan erat. Sosok yang selama ini membantuku di titik terlemahku akan masa lalu yang begitu menyesakkan. Sosok yang begitu luar biasa hebatnya membantuku kembali seperti sekarang ini. "Maaf Papa, Lia pikir Lia sudah sembuh. Jadi, Lia cukup jaga makan dan banyak olahraga saja." Jawabku dengan jujur. Karena memang kenyataanya seperti itu, itulah kenapa aku tidak mau meminumnya. Karena aku juga tidak mau ketergantungan akan obat tersebut. Bukan kah kegunaanya itu hanya saat kita butuh saja. Nah, kalau tidak butuh, untuk apa meminumnya. Kasihan tubuhku yang kurus ini. "Kamu baru keluar dari rumah sakit beberapa hari yang lalu, jadi jangan macam-macam. Papa tidak suka kamu sakit Lia. Gimana Papa mau tinggalin kamu kalau kaya gini. Papa malas kalau Papa pergi kamu sakit seperti ini, Papa jadi tidak fokus. Kamu tahukan sayang? Kamu itu berlian Papa. Papa tid---" "Maaf Papa, Lia minta maaf. Lia bukan tidak ingin meminumnya. Tapi Lia lelah, toh beberapa hari yang lalu Lia tidak berhenti meminumnya jadi Lia pikir..." "Sudahlah, kamu istirahat. Nanti makan malam kamu baru turun ke bawah. Kamu tidak tahu? Mama dan Kakak kamu sangat panik saat kamu pingsan tadi. Tapi dia cukup tahu diri untuk tidak memarahi kamu. Jadi Papa hanya mau kamu tau, jangan sakiti diri kamu sendiri. Kamu tahu batas kamu jadi kamu juga harus tahu kapan obat itu dibuat berakhir." Papa mencium keningku sebelum dia meninggalkan kamarku. Memang aku selalu membuat mereka khawatir, itulah kenapa aku tidak mau seperti ini. Kenapa sejak sakit itu aku jadi selemah ini? *** Ardi Wijaya tidak pernah tahu rasanya menghawatirkan seseorang. Yang ia tahu hanyalah bagaimana caranya dia untuk selalu bisa menang tender dan menjadi dosen terbaik di kampus tempatnya mengajar. Selebihnya tidak ada kegiatan lain yang harus ia risaukan. Ardi memang bukan anak tunggal, tapi Ardi didik untuk menjadi pemegang hak waris seluruh kekayaan Wijaya. Itulah kenapa Ardi kurang istirahat. Selain memposisikan dirinya sama seperti orang dewasa pada umumnya. Ardi memposisikan dirinya untuk selalu tahu kapan dirinya harus berperasaan dan kapan dirinya harus melakukan sebaliknya. Ardi memang sangat dingin. Amat sangat dingin. Bukan karena dia punya masa lalu buruk terhadap seseorang atau sesuatu. Tapi, memang dia sudah terbentuk seperti itu sejak lahir. Andri Sebastian adalah saksi bisu perjalanan seorang Ardi Wijaya. Sahabat yang lahir di tahun yang sama. Yang memiliki tingkat kepekaan dan rasa kemanusiaan yang sangat minim, kini berubah seketika, hanya karena melihat seorang perempuan bernama Aurelia Atmadja. Perempuan yang sama seperti perempuan lainnya, tapi herannya bisa menarik perhatian Ardi. Usia Ardi memang sama dengan Aufar. Wajar sekali jika lelaki itu mulai tertarik dengan lawan jenis, tandanya Ardi lelaki normal yang juga menyukai sosok wanita. Tapi bagi Andri, hal itu tidak wajar. Karena selama masa sekolah menengah mereka, baru kali ini dan dengan sangat jelas Andri melihat bagaimana sosok dingin itu berlari spontan menahan bobot perempuan yang sejujurnya Andri akui tidak mungkin terjadi. Semua orang di Starlight, sangat tahu betapa tidak inginnya Ardi berdekatan dengan perempuan. Tapi hari ini, semua berubah. Andri tidak tahu siapa Aurelia di dalam masa lalu Ardi, yang Andri tahu. Mereka sosok yang tidak saling mengenal satu sama lain. Atau ada hal yang Andri lewatkan selama ini? Atau memang ada rahasia yang sahabatnya sembunyikan darinya? Sepertinya begitu. Dan Andri akan menggali semuanya. "Gue kaget melihat lu secekatan itu tadi. Apa mungkin adik gue menarik perhatian lu sejak awal?" Aufar mengatakan hal yang wajar. Sebuah pertanyaan yang sama yang ada di otak kedelapan anak muda disana termasuk Adrian sendiri. "Gue hanya menolong." Jawaban Ardi tidak selaras dengan hatinya saat ini. Entah kenapa bayangan wajah Aurelia terngiang jelas di kepalanya. Tidak mungkin bukan, jika jujur pada teman-temannya? Yang ada dia akan malu nantinya. "Bullshit! Kita kenal lu lama bro. Untuk hal seperti ini lu mudah terbaca, apa pertahanan diri lu lemah karena adiknya Aufar? Bahkan sepupu-sepupu kita saja tidak bisa membuat seorang Ardi Wijaya gagal fokus." Ardi tidak menyukai perbincangan ini awalnya. Karena dia sendiri tengah bertanya, kenapa dia bisa seperti tadi. Biasanya tidak ada seorang pun yang bisa merusak konsentrasinya walaupun itu keluarganya sendiri. Itulah Wijaya, selalu hati-hati dalam hal penting, jika tidak? Akan ada seseorang yang terluka nantinya. Bahkan mereka semua sangat tahu bagaimana nama itu sangat berpengaruh di wilayah Indonesia. "Cukup rahasiakan dan kejadian ini tidak akan terulang kembali." Nada dingin namun terlihat jelas sebagai permintaan membuat Aufar kembali berbicara. "Kita bisa saja menutupi kejadian ini, tapi bagaimana nanti di luar? Hanya Andri yang tahu kelakukan lu. Tapi seberapa lu bisa tahan diri lu setelah ini? Gue rasa gak bisa. Jadikan adik gue seperti perempuan lainnya pun pasti lu sudah gak bisa Ardi. Satu hal yang harus lu tahu, rasa itu akan membuncah keluar dan saat itu terjadi gue mau lu siap akan sesuatu. Jaga dia. Jika lu melepaskan dia sedikit saja, dia akan pergi selamanya. Atau lu matikan rasa itu sekarang dan semua akan baik-baik saja." Teman-teman yang ada di tahun yang sama dengan Aufar sangat amat tahu kejadian dimana membuat Aufar hilang kendali. Masih terekam sangat jelas, walaupun tiga tahun sudah berlalu. Mungkin Ardi tidak tahu, karena kejadian itu berada di tempat yang berbeda. Dan rekan Aufar semua datang dari kota yang penuh luka baik untuk keluarganya terkhusus adiknya sendiri. Adik yang sudah berjuang sangat panjang untuk berada di posisi sekarang ini. Jika membayangkan masa  lalu, Aufar sangat marah sekali dengan dirinya. Karena jarak membuatnya hampir kehilangan sosok yang sangat dia sayangi. Sosok yang sekarang harus ia jaga, karena katanya orang itu berada di kota yang sama dengannya dan ia akan membuat lelaki itu membayar semuanya. Tapi melihat Ardi seperti ini membuat Aufar tidak bisa menahan dirinya lagi. "Dia pria yang hampir saja membuat adik gue kehilangan keceriannya. Dia pria yang selalu ingin gue bunuh setiap harinya. Jika gue gak ingat kalau Lia tidak akan menyukai hal itu." Aufar memperlihatkan sebuah foto yang sialnya membuat hati Ardi panas. Hanya sebuah foto saja membuat perasaan remeh itu benar-benar muncul. Karena foto itu mengingatkan Ardi akan sesuatu hal yang sama. "Orang yang sama." Kali ini bukan Ardi yang bicara dengan nada sedingin ini, melainkan Andri. Andri melihat foto itu dengan penuh kebencian, karena lelaki itu dia hampir saja kehilangan wanita terkasihnya. Dan pantas saja lelaki itu tidak asing, ternyata dugaan Andri benar. Jika lelaki yang menarik perhatian di kampus adalah bagian masa lalu yang harus mereka balas dengan begitu menyakitkan. "See? Gue sudah katakan bukan? Lawan lu akan sama. Menghadapi masa lalu ini sama satu lagi." Aufar kembali menunjukkan foto lelaki lain yang sama sekali mereka tidak kenali. "Cakra Danakitri."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD