Part 4

1226 Words
Part 4 Tidak ada yang bisa kita lakukan jika Tuhan belum memberikan kesempatan untuk dekat dengannya. *** "Cakra Danakitri." Bukanlah nama berbahaya sebenarnya. Cuma nama tersebut membuat Ardi membatin. Pasalnya lelaki bernama Cakra adalah sahabat mereka juga. Dan sialnya si Cakra ini sudah menghilang tanpa kabar dan seingat Ardi, Cakra adalah sepupunya Aufar. Jadi, jika mengungkit Cakra tandanya Ardi bukan hanya berhadapan dengan Aufar selaku penjaga Aurelia tapi juga sahabatnya yang lain. Dua lelaki yang juga setipe dengannya membuat Ardi yakin, pasti sosok Cakra tidak semudah Aufar dalam merelakan adiknya. Di tambah lagi, kesalahpahaman di masa lalu membuat kisah persahabatan mereka merenggang, dan jika berhadapan dengan Cakra sepertinya Ardi harus berpikir keras dan menahan hati untuk tidak mencak-mencak saat bertemu dengannya. Semoga kesabaran selalu mengelilinginya. "You right, jadi apa langkah lu?" Pancing Aufar. "Lu akan tahu nanti." "Okey guys! Pembicaraan ini sangat panas ya saya lihat-lihat. Dendam kita juga dengan satu orang yang sama. Tapi bisakah singkirkan itu semua? Turnamen akan segera tiba, dan gue gak mau pikiran kalian terpecah termasuk lu, Ardi. Jadi, gue harap kalian bisa fokus di tahun terakhir kita bermain basket. Karena setelah ini, kita akan fokus dengan kehidupan masing-masing. Memang si, pesona Aurellia itu tid--Easy Ardi! Gue sudah punya tunangan gak tertarik sama bocah." Rich berbicara dengan nada mengejeknya. Dengan melihat kejadian di depan matanya, Rich jadi punya bahan candaan untuk Ardi. Biasanya hanya yang lain atau Andri yang jadi bahan bualannya tapi sekarang Rich punya mainan baru. Ardi dan Aufar. Kedua orang keras kepala yang sama-sama menyayangi satu wanita yang sama. Atau Rich jodohkan saja adiknya dengan Aufar? Dengan begitu langkah Ardi akan semulus jalan tol. Tapi, bagaimana dengan Cakra? Lelaki bernama Cakra itu memang musuh bebuyutan mereka semua. Bukan dalam artian sesungguhnya, karena lelaki itu memang sahabat mereka namun sejak mengambil beasiswa ke luar negeri. Lelaki itu hilang seperti di telan bumi. Apalagi sejak insiden terakhir sebelum dia pergi. Yang pasti insiden itu akan membuat Ardi dalam masalah besar. Padahalkan kejadian itu bukan sepenuhnya kesalahan Ardi. Sudahlah bahas Cakra nanti saja. Lagi pula, semua orang punya masalahnya masing-masing. Jika masalah itu menyerang kita dan membuat kita kehilangan seseorang, bukankah berarti dia harus mencari tahu lebih dulu runtutan masalahnya? Bukan malah menyerang orang lain yang tidak tahu apa-apa. "Gue tahu isi kepala lu. Jadi buang semua pikiran buruk lu." Sindir Aufar membuat Rich menggaruk kepalanya. Sedangkan Ardi? Menatapnya dengan senyum tipis yang sialnya membuat Andri ingin menjitak kepalanya. Senyum yang begitu menyeramkan bagi Andri. Pasalnya sepanjang kehidupan Ardi baru kali ini melihat sahahabatnya tersenyum hanya karena adiknya Aufar. "Sepertinya gue akan dekati adik lu Aufar." "Gue sudah menduga, pasti lu tidak akan bisa lepas dari pesona adik gue. Wajar lu juga lelaki. Tapi gue kasih tahu sama lu, jangan pernah mencoba menyentuhnya. Sampai itu terjadi, maka lu akan auto di blacklist oleh keluarga gue. Mungkin lu bisa cari tahu sendiri masa lalu adik gue, biar lu tahu apa yang gak boleh lu lakukan selama pendekatan dengannya." Sengaja Aufar tidak memberi tahu, pasalnya ia mau melihat perjuangan sahabatnya. Seriuskah dia dengan adiknya atau malah bermain-main. Karena Aufar tidak akan membiarkan lelaki mana pun melukai adik tersayangnya. "Gue masih belum bisa menerimanya. Masa iya dari sekian wanita yang Ardi suka malah berujung ke adik lu Au, apa jangan-jangan Ardi kenal sama adik lu di masa lalu?" Pertanyaan Andri membuat Ardi maupun Aufar saling pandang satu sama lain. Bahkan mereka sendiri tengah bertanya dalam hati, apa benar perkataan Andri? "Seingat gue, ini kali pertama dia ketemu adik gue." "Tidak Aufar! Pertemuan pertama si Ardi tuh di kampus, dia nabrak adik lu dan di sindir gitu sama adik lu. Terus ya pas di kantin juga mereka debat Au, nah gak mungkin kalau tadi adalah pertemuan pertama mereka." "Benar juga kata si Andri. Kalau Ardi baru kenal, pasti lelaki itu tidak akan bertingkah menyebalkan. Kan kalian tahu sendiri tabiat bocah satu itu gimana." Seru Rich membuat yang lain mengangguk setuju. "Benar juga, bocah itu kalau udah bersikap tidak biasa, pasti ada sesuatu di masa lalunya." Seru yang lain membuat Ardi mendengus. "Bocah yang kalian bicarakan itu bisa buat anak. Jadi, buang kata bocah itu." Sindir Ardi membuat semua orang fokus menatapnya. "Lu gak ada niat mau hamilin adik gue kan Ar?" "Atau jangan-jangan lu suka sama dia karena penasaran melakukan itu sama lawan jenis? Secarakan pusaka lu gak pernah di asah." Rich dan otak absurdnya selau membuat yang lain menggelangkan kepalanya. Padahal lelaki itu berada dua tahun di atas mereka, yang mana seharusnya dia sudah menikahi tunangannya. "Otak kalian itu harus di cuci kayanya. Lagian juga, pusaka gue itu ampuh tanpa perlu di asah. Emangnya punya lu." "Gue tidak menyangka semua ini. Ardi yang polos telah ternodai. Gue harus lapor." Andri mengambil ponselnya namun segera di rebut oleh Ardi. "Otak kalian gak beres semua. Lu juga Rich, nikahin tuh tunangan lu di tinggal nanti baru tahu rasa." "Gue emang mau nikah sialan! Makanya gue bilang tadi ini akan jadi pertandingan terakhir kita. Ingat umur cuy, kalian perlu menikah dan punya anak. Bukan hanya main-main kaya gini." "Kita juga tau, cuma tunggu waktu yang tepat." Seru yang lain. "Lelaki masa nunggu, situ banci?" Sindir Rich. "Lama-lama di baikkin ngelunjak nih bocah enaknya kita apain ya?" Seru Andri. "Bantai aja." Jawaban Ardi membuat Rich mendengus. Rich berdoa semoga adiknya Aufar kuat menghadapi kegilan Ardi. "Kalian masih di sini ternyata, kita makan malam dulu yuk. Sudah lama Tante tidak mendengar cerita kalian. Apalagi sejak ngurusin anak manja Tante. Apakah ada yang berubah dari kalian?" Aila bertanya pada pemuda-pemuda di depannya yang sampai detik ini juga belum menyebarkan undangan mereka. Sama seperti anaknya. Aufar selalu saja menghindari rentetan pertanyaan jika mengenai wanita. Aila heran apa kumpulan anak lelaki di depannya tidak tarik menikah? Padahal kan menikah itu sangat membahagiakan, apalagi jika bersama dengan orang yang kita cintai. Yang Aila tahu, hanya Rich yang berani melangkah, sisanya hanya diam dengan status single mereka. Dasar anak muda zaman sekarang. "Ardi si Tante, masa dia tiba-tiba suka sama perempuan. Padahalkan yang kit--" "Saya mau bicara empat mata dengan kamu anak muda." Arsen menatap Ardi dingin. Arsen tahu siapa pemuda di depannya ini. Apalagi keluarga mereka bersahabat, mudah sekali menebak tabiat Ardi yang anti perempuan seketika berubah dalam sekejap hanya karena anaknya. Itu tidak mungkin bukan? Ada yang disembunyikan oleh Ardi Wijaya yang tidak satu orsng pun tahu apa. Wajar jika Arsen khawatir, karena Aurelia adalah anak perempuan satu-satunya. Sudah sewajarnya jika dia melindungi putri bungsunya bukan? Sebagai kepala keluarga, dia hanya ingin yang terbaik untuk anak-anaknya. Jika memang prasangksnya benar, Arsen tidak akan melepaskan Ardi dengan mudah. Rich tersenyum dalam hati. Akhirnya masa di mana Ardi akan diintegrosi tiba. Rich bersumpah jika lelaki di hadapannya menolak Ardi, ia akan mengganggunya setiap saat sampai lelaki itu muak. Dan saat itu juga, dia akan coba dekatkan adiknya dengan Aufar. Rich heran dari sekian banyak sahabat yang dia punya kenapa adiknya hanya tertarik dengan Aufar? Padahalkan lelaki itu sama saja dengan Ardi. Tidak suka wanita. Eh bukan tidak suka, belum. "Baiklah, kita ke dalam guys." Aufar mengajak yang lain untuk ke dalam, meninggalkan makhluk yang sama jenisnya mengutarakan argumen mereka. Karena Aufar tahu Papanya tidak akan membiarkan lelaki siapa pun mendekati anak tersayangnya. Apalagi jika Om mereka tahu, Aufar yakin bertambah lah pasukannya. Apalagi anaknya, pasti Ardi akan sulit mendapatkan adiknya. Poor Ardi. "Tinggalkan anak saya." Perkataan itu membuat senyuman tipis di wajah Ardi Wijaya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD