Bab 8. Jeff Gelisah

1459 Words
Jeff menjelaskan sekilas pada Gita bahwa ia akan memberikan uang serta rumah pada Bowo setelah ini, tetapi Jeff juga memastikan Bowo berada di luar kota. Bahaya jika Bowo tetap di Jakarta, ia tak mau menanggung malu jika mertuanya muncul ketika kumat hobi judinya. Gita memainkan ujung jarinya dengan geram. Ayahnya sungguh beruntung. Ia memang selalu dikorbankan dan sekarang ia juga harus menikah kontak dengan Jeff. Sedangkan ayahnya mendapatkan semua secara cuma-cuma! Sungguh mengesalkan. "Kamu nggak puas dengan apa yang aku berikan ke ayah kamu?" tanya Jeff. Gita menoleh cepat. "Nggak, bukan gitu, Mas. Tapi Papa keenakan banget." "Itu satu-satunya cara biar dia pergi," tukas Jeff. "Kamu tenang aja, aku bakal minta Revi bikin surat perjanjian. Dia nggak akan mendatangi kamu, setidaknya selama kita menikah." Gita menelan saliva. "Papa tahu aku cuma nikah kontrak?" "Nggak, tentu aja nggak. Aku nggak mau ada orang yang tahu kecuali kamu dan Revi, paham?" Gita mengangguk. Ia juga tak ingin ketahuan. Ia kembali menatap jalanan yang gelap. Sudahlah, ia tak ingin menyesali semua ini. Toh, semua telah terjadi. Ia akan melewati ini dengan cepat. Menikah, hamil lalu melahirkan dan pergi. "Kita mampir dulu," ujar Jeff. Gita mengedarkan matanya saat mobil Jeff berhenti di depan sebuah apotek 24 jam. Ia tak ikut turun karena Jeff tak memintanya. "Sial! Semoga aja Papa beneran nggak bikin masalah abis ini," gumam Gita. Ia membuka ponselnya. Kedua matanya melebar ketika melihat pesan dari Bowo. Papa: Kenapa kamu nggak cerita kalau kamu punya pacar konglomerat, Git? Papa: Kamu diam-diam aja sementara Papa luntang-lantung nyari uang buat bayar utang? Gita menggeram. Luntang-lantung? Itu sama saja dengan bermain permainan judi yang baru. Ayahnya hanya melakukan judi untuk mendapatkan hasil yang besar. Ya, ia tahu ayahnya pernah menang judi, tetapi ayahnya tak pernah puas hingga terjerumus lagi dan lagi ke lubang yang lebih dalam dan kelam. Papa: Harusnya kamu cerita ke Papa. Papa bisa minta bantuan pacar kamu dari dulu. Papa: Kamu ini jadi anak nggak pengertian banget. Kalau Papa nggak hampir mampus gini, kamu pasti nggak peduli. Papa: Sialan kamu, Git! Anak nggak tahu diuntung! Papa hampir mati tahu nggak! Gita mencengkeram ponselnya erat. Ia membenci Bowo. Alih-alih berterima kasih atau bersyukur, pria itu justru menyalahkannya karena tak mau membantu. Bagaimana ia bisa membantu? Semua yang ia miliki telah diambil oleh ayahnya bahkan kalung dan laptop. Gita masih tenggelam dalam amarah ketika Jeff masuk kembali ke mobil. Gita menyurukkan ponselnya ke dalam tas, tak ingin lebih malu lagi jika Jeff tahu apa isi pesan ayahnya. "Pakai ini kalau masih sakit," kata Jeff seraya mengulurkan satu kantong kecil pada Gita. "Apa ini?" Gita membuka kantong itu dan menemukan sebuah salep kecil. "Oleskan aja di bibir v****a kamu, mungkin lecet," ujar Jeff seraya menyalakan mesin mobil. Gita memerah bak udang rebus saat ini. Ia meremas ujung kantong keresek dengan keras. Jeff pasti ingin ia cepat sembuh agar ia bisa menikmati tubuhnya lagi. Tidak, sebenernya itu bukan kenikmatan, itu hanyalah cara untuk membuatnya hamil. "Lain kali pelan-pelan," celetuk Gita setelah beberapa saat mereka terdiam. "Lain kali, kamu jangan terlalu tegang," balas Jeff. Gita dan Jeff saling melotot sebelum Jeff kembali menatap jalanan di depan. "Itu yang dikatakan apoteker tadi. Kamu terlalu tegang makanya sakit," kata Jeff. "Mungkin Mas nggak pinter merangsang makanya aku nggak bisa rileks," ledek Gita. Jeff mencengkeram setir erat. "Apa kata kamu?" Gita mengangkat bahunya. Ia tak ingin disudutkan terus oleh Jeff. Ia memang tegang. Siapa yang tak tegang jika melakukan hubungan seks pertama kali dengan pria asing yang sama sekali tak mencintainya? Dan ia juga tak memiliki perasaan apa pun pada pria itu. Jeff mengatur napas beberapa kali. Ia tahu ia salah. Ia terburu-buru dan ia juga kasihan pada Gita saat ini. Pasti sakit sekali, ia menyadari itu. Secuil hatinya ingin mengungkapkan kata maaf, tetapi ia enggan. "Oke, lain kali aku bakal pelan-pelan," ikar Jeff kemudian. Ia meletakkan tangannya di paha Gita. Ia bisa merasakan ketegangan Gita. "Tapi kamu juga harus belajar menikmati sentuhan aku." Gita mengangguk. "Jangan sentuh aku selagi aku belum sembuh." "Oh, aku nggak sekejam itu, Git," desis Jeff seraya memacu mobilnya lebih cepat. Begitu tiba di rumah, keduanya langsung masuk kamar. Gita merasa canggung, tetapi Jeff bersikap seolah tidak ada apa-apa yang terjadi. Pria itu langsung membuka lemari lalu mengeluarkan piyama. "Aku mandi dulu," ujar Jeff. Ia menuding wajah Gita, ia tahu Gita telah mandi tadi. "Lebih baik kamu bersiap untuk tidur dan jangan lupa oleskan salep luka yang tadi biar lekas sembuh." Gita mengangkat kepalan tangannya begitu Jeff masuk ke kamar mandi. Ia mendesis marah karena ingat dengan ulah kasar Jeff tadi. Terlambat untuk menyesal, Gita membuang napas panjang untuk menenangkan dirinya. Sembari menunggu Jeff selesai mandi, Gita melihat-lihat isi kamar Jeff. Ada lemari, meja kerja dan pintu yang mengarah ke walk in closet besar berisi aneka jas, kemeja, dasi dan aksesoris mahal milik Jeff. Gita tak berani mengintip ke sana karena tak ingin dituduh pencuri. "Aku belum tahu banyak soal Pak Jeff, mendingan aku cari info," ujar Gita. Ia sudah pernah mendengar gosip di kantor bahwa Jeff adalah duda. Ia jadi penasaran kenapa dulu Jeff bercerai. Tidak sulit mencari informasi dasar tentang Jeff. Ia mencari di internet dan langsung menemukannya. "Ini mantan istri Pak Jeff?" Gita terpukau melihat sosok cantik Celia Andara. Wanita itu adalah putri pengusaha kaya dari Malaysia. Dan kini Celia telah menikah lagi dengan tokoh terkenal dari negeri Jiran itu. "Mereka udah hampir sepuluh tahun bercerai," gumam Gita. Ia baru tahu Jeff dan Celia menikah muda ketika mereka seusianya, 23 tahun. Pernikahan itu hanya berjalan selama hampir dua tahun dan berakhir di pengadilan. Jeff tak menikah lagi hingga kini ia berusia 35 tahun. Dan Gita cukup terkesan karena Jeff tahan tidak menikah selama ini, padahal Celia langsung menikah di tahun pertama perceraiannya. "Kenapa kamu bengong?" Suara Jeff membuat Gita menurunkan ponselnya. "Bukannya tadi aku minta kamu siap-siap tidur?" "Iya, ini aku mau ganti baju." Gita meletakkan ponselnya di atas nakas lalu melangkah pelan ke lemari. Jeff menyediakan banyak sekali pakaian untuknya. Semuanya baru dan bermerek. Ia mengambil setelan baju tidur panjang lalu ke kamar mandi. Ia tak mau ganti pakaian di depan Jeff. Gita langsung masuk ke kamar mandi dan memutuskan untuk mandi sekali lagi karena tadi sebelum ke rumah sakit, ia hanya mandi sekenanya. Rumah ini seperti surga baginya. Ia hanya pernah menikmati fasilitas seperti ini ketika diajak ke perjalanan bisnis bosnya dan harus menginap di hotel. Dan di sini, ia bisa mandi dengan air hangat setiap hari tanpa memikirkan biaya air serta listrik. Gita menyeka tubuhnya yang tadi disentuh oleh Jeff dengan kasar. Gita meremang, ingat bagaimana Jeff memompa tubuhnya. Itu sakit, tetapi anehnya ia juga merasakan sensasi nikmat. Ia menjerit, tetapi bukan hanya karena sakit. "Ah ... sial," desis Gita. Ia bisa gila jika begini. Ia meyakinkan dirinya bahwa Jeff akan segera menikahinya dan mereka berdua hanya bermain peran agar tak ketahuan. Gita membawa salep yang dibelikan oleh Jeff tadi. Ia mengoleskan salep ke inti tubuhnya dan berharap agar rasa nyerinya lekas hilang. "Apa ada hair dryer?" tanya Gita yang keluar dengan handuk membungkus rambutnya yang basah. Jeff menurunkan buku yang tengah ia baca lalu menatap Gita. "Di laci meja rias." "Oke." Gita duduk di depan cermin besar itu. Ia sudah terpukau dengan aneka skincare serta kosmetik yang disiapkan oleh Jeff. Pria ini sungguh totalitas dalam menjalani sandiwara mereka. "Wangi banget," batin Jeff. Ia menelan saliva saat manik matanya bergerak ke arah Gita yang sedang mengibaskan rambutnya lalu mulai mengeringkan. Jeff mencengkeram bukunya erat. Sudah lama ia tak melihat pemandangan seperti ini. Tidak sejak ia bercerai dengan Celia. Dulu, ia senang sekali membantu Celia mengeringkan rambutnya. Sungguh wangi dan lembut. Gita juga sama, aroma shamponya menguar dan membangkitkan sesuatu dalam diri Jeff. Gita juga memiringkan kepalanya ke kanan-kiri sembari mengibaskan rambut basahnya. Ah, itu siksaan bagi Jeff. "Mas ngeliatin aku?" Awalnya Gita tak menyadari tatapan Jeff, tetapi kemudian ia merasakan sesuatu dan melihat mata Jeff dari cermin. Jeff berdehem. Ia kembali membaca buku karena malu ketahuan mencuri tatap. Namun, ia tak bisa tenang. Ia menutup bukunya lalu memiringkan tubuhnya membelakangi Gita. "Matiin lampunya kalau kamu udah selesai," ujar Jeff. Gita mengangguk. Ia menyimpan hair dryer itu di laci lalu segera mematikan lampu kamar. Kecanggungan pun terasa setelah ia menjemur handuk di rak kamar mandi. Gita mendekati ranjang. Ia tahu Jeff membelakanginya, tetapi ia tetap merasa takut jika Jeff menerkamnya seperti tadi. Seharusnya tidak. Ia masih sakit. "Jangan sentuh aku, ingat?" Gita mencoba untuk tak acuh dan duduk di tepi ranjang. Jeff membuka matanya pelan. Hatinya memang tidak berhasrat untuk menyentuh Gita, tetapi tubuhnya berkata lain. Sejak melihat Gita di depan meja rias tadi, pusakanya telah bangun. Dan kini, Gita berbaring di belakangnya dengan selimut yang sama. Jeff mengerjap. Tubuhnya pasti bereaksi seperti ini karena sudah bertahun-tahun tak merasakan belaian wanita. Tampaknya malam ini Jeff tak akan bisa tidur.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD