5# Kesepakatan Yang Memaksa

859 Words
Ketukan di pintu ruang kerjanya membuat percakapan Allura dan Azura dalam telfon terhenti. Allura sedikit menjauhkan ponselnya lalu menyuruh siapapun yang ada diluar ruangannya untuk masuk. Ternyata Vonny. Vonny baru akan menggumam tapi Allura buru-buru mengangkat tangannya. Meminta Vonny untuk diam sebentar. "Kak nanti kutelfon lagi. Aku harus kembali bekerja," "Okay. Semangat sis!! Sampai bertemu dirumah," Tanpa menunggu jawaban Allura, Azura sudah mematikan telfon secara sepihak.  Allura meletakkan ponselnya diatas meja lalu kembali memandang Vonny yang masih menunggu dengan sabar. Perempuan itu tersenyum saat pandangan Allura mengarah padanya.  "Ada apa Von?" "Di bawah ada Mr. Raefalno, Miss. Dia memaksa masuk padahal sebelumnya tidak membuat janji dengan anda," pernyataan Vonny membuat Allura mengerutkan dahinya bingung. Mau apa lagi laki-laki itu? Tidak jelaskan penolakan Allura selama ini? "Suruh satpam mengusirnya saja. Saya sedang tidak ingin diganggu. Terlebih dengannya," titah Allura sembari mulai memperhatikan berkas-berkas bertumpuk didepannya. "Mmm- anu Miss. Tapi Mr. Raefalno berkata jika anda tidak mau menemuinya ia akan memutus kontrak kerja dengan perusahaan kita. Anda tau sendiri Miss, perusahaan MAX GROUP cukup berperan. Saya rasa Mr. Geza tidak akan menyukainya jika sampai hal ini terjadi," kata Vonny sembari menunduk. Ia sendiri sebenarnya takut mengatakan hal ini. Tapi dari pada nanti ia kena semprot Geza saat laki-laki itu sudah pulih. Lebih baik ia mengungkapkan sarannya ini. Dengan Allura yang berkemungkinan kecil memarahinya. Allura mendesah frustasi. Wanita itu mengetuk-ketukan jarinya kemeja seakan berfikir. Ia benar-benar tidak mau menemui Alno. Tapi jika yang dikatakan Vonny tadi adalah kebenaran. Bagaimana nasibnya ditangan Geza nanti? Wanita itu menghembuskan nafas kesal sebelum akhirnya menyuruh Vonny untuk menuruti kemauan Raefalno. Saat ini ia hanya perlu bersikap tenang menghadapi laki-laki itu. Tak apa Al, tak apa. Dia hanya seorang laki-laki. Batinnya menyemangati. Tak lama setelah ia membatin pintu ruangannya diketuk. Vonny kembali menampakan  disana. Bedanya kini dibelakangnya ada sosok lain. Ya siapa lagi kalau bukan Raefalno. "Silahkan Mr." Samar-samar Allura masih dapat mendengar Vonny bergumam. Raefalno tersenyum seperti biasa. Laki-laki itu melangkah pasti menuju tepat kedepan Allura yang kini juga sudah berdiri. "Selamat sore Miss," sapa Raefalno sembari mengulurkan tangannya. Bermaksud menjabat tangan Allura. Allura tampak melirik sebentar tangan yang menggantung didepannya. Sebenarnya ia malas menjabat tangan Alno. Tapi jika dipikir-pikir, sangat tidak etis sekali melakukan hal itu. Apalagi masih diwilayah kantor dan dengan sesama rekan kerja. Akhirnya mau tak mau Allura terpaksa membalas jabatan itu. Hanya sebatas formalitas saja. "Sore. Silahkan duduk," Allura bergumam yang langsung dituruti tanpa penolakan oleh Raefalno. "Maaf, Miss. Jika sudah tidak ada lagi yang diperlukan saja ijin keluar. Permisi," perkataan Vonny itu langsung mendapat perhatian khusus dari Allura. Tadinya Allura ingin menahan Vonny untuk menemaninya disini. Itung-itung untuk menjadi saksi jika saja nanti Raefalno berbuat yang tidak-tidak dengannya. Tapi melihat Vonny yang langsung memutar badan, Allura terpaksa mengurungkan niatnya. Tak ada pilihan lain. Wanita itu terpaksa menghadapi Raefalno seorang diri. Sedangkan dari tempat duduknya Alno bisa mendengar decitan pintu yang tertutup. Ditambah lagi fokus Allura yang kini beralih kearahnya semakin membuatnya yakin kalau sekarang yang berada diruangan itu hanyalah mereka berdua.  "Ruanganmu malah terlihat lebih maskulin," ujar Alno membuka percakapan. Berbasa-basi sebelum mengungkapkan tujuannya kemari dan mungkin akan membuat Allura sedikit shock. "Ini masih ruangan papa saya. Jika beliau sudah pulih. Pasti beliau yang akan kembali memimpin. Saya hanya pengganti sementara." Jawab Allura sekenanya. Perempuan itu masih berusaha bersikap se-formal mungkin. Raefalno tampak mengangguk mengerti. Laki-laki itu menyenderkan punggungnya di kursi yang ia duduki. Berusaha mencari posisi nyaman diantara aura tidak suka yang menguar seantero ruangan.  "Bisakah kita tidak terlalu formal Al? Sebenarnya hal yang ingin aku sampaikan ini juga tidak ada hubungannya dengan perusahaan kita. Hanya masalah pribadi dan penawaran kerja sama,"  Allura memicingkan mata mendengar ucapan Raefalno. Apa maksud perkataan laki-laki didepannya ini. Sebenarnya apa yang ingin dibicarakan Alno? "Kerja sama apa?" Tanya Allura. Wanita itu tidak pintar menyembunyikan rasa penasarannya untuk tidak bertanya. Alno tampak tersenyum. Laki-laki itu menegakkan tubuhnya. Berusaha memberi perhatian penuh pada Allura.  "Bukan kerja sama juga sih. Lebih tepatnya sebuah permintaan," "Aku tidak mengerti apa yang kau ucapkan. Permintaan apa yang kau maksud? Bicara saja yang jelas!" Allura bergumam setengah kesal. "Aku ingin kau berpura-pura menjadi calon istriku," tentu saja ucapan gamblang Raefalno itu langsung membuat Allura mendelik tak percaya. Apa barusan yang Alno katakan? Ia tidak salah dengar kan?  Berpura-pura jadi calon istrinya? Yang benar saja?! Melihat Raefalno dari radius 8 meter saja ia buru-buru putar balik. Lah ini malah disuruh calonnya. Raefalno pasti sudah gila! "Apa kau mabuk?!" Allura berteriak sambil beringsut menjauh. Padahal mereka sudah terhalang meja.  Wanita itu memang terlihat sangat panik. Berbeda dengan Alno yang terlihat benar-benar santai menanggapi respon Allura. Seakan-akan laki-laki itu sudah tau bahwa Allura akan merespon seperti itu. "Tidak, aku sepenuhnya sadar." "Berarti kau sudah gila!! Untuk apa kau menawarkan hal seperti itu padaku?! Kau bahkan sudah tau sendiri jawabannya," sungut Allura sembari menunjuk-nunjuk Raefalno dengan sebuah bolpoin. Bahkan kini wanita itu sudah berdiri dari kursinya. Alno ikut berdiri. Laki-laki itu membenarkan jasnya yang tak rapi karna posisi duduknya tadi, lalu setelahnya mulai berjalan pelan mengitari meja untuk menghampiri Allura.  Melihat pergerakan Raefalno itu tentu saja membuat alaram kewaspadaan Allura langsung  berbunyi dengan nyaringnya. Perempuan itu mulai berjalan mundur sebagai refleks atas tindakan Alno.  "Untuk itulah aku akan mengancammu," sahut Alno. Masih sambil berjalan mendekati Allura yang sudah beringsut ke pojok ruangan. "Mau apa kau?! Jangan mendekatiku!! Aku tidak mau menerima tawaran gilamu itu." "Oh, tentu saja kau harus mau Moreen. Karna jika kau menolaknya, berita tentang kakakmu yang hamil diluar nikah akan sampai pada media. Dan tentu saja masa depan EL INC serta kakakmu dipertaruhkan disini."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD