4# Unusual Ideas

1458 Words
Allura menjatuhkan tubuhnya dikursi besar yang beberapa bulan lalu masih diduduki Geza. Nafasnya sedikit memburu karna berlari. Tidak apa, tidak apa. Ini sepadan dengan keberhasilannya kabur dari Alno. Untung saja tadi tuan Maxwell menelfon laki-laki itu. Jadi ia bisa kabur dari cengkraman manusia gila tadi. Sebenarnya jika difikir-fikir untuk apa juga Alno sebegitu memburunya. Toh yang terakhir kali meninggalkan kesan buruk adalah laki-laki itu sendiri. Jadi apa maksud dari tujuan Raefalno ini. Apa rencana laki-laki itu? Apa ia berencana membuat Allura merasakan rasa itu lagi? Kalau benar begitu, Allura bersumpah sebisa mungkin ia tidak akan jatuh kedalam lingkaran itu lagi. Sudah cukup. Kali ini Allura tidak mau dipermainkan. Itu sumpahnya. *** Nerella sedikit terperanjat saat perempuan itu melihat Alno yang masih berpakaian rapi berada tepat di depannya. Tentu saja masih lengkap dengan setelan kantornya. Karna memang setelah mendapat telfon dari Nelson tadi, laki-laki itu langsung meluncur dari Sushi Tei menuju rumahnya. Alno merenges, sedangkan Nere mendengus kesal. Wanita 21 tahun itu bersandar di kusen pintu sambil menyilangkan tangan didepan d**a. Memperhatikan kakaknya yang sudah cukup lama tak berkunjung ke rumah megah tersebut.  "Beruntung kakak datang sekarang. Kak Runa sedang tidur," Nere berucap pelan. Meskipun kesal mengingat kakaknya yang tak pernah pulang. Tapi Nere tau alasan kuat kakaknya tersebut. Jadi ia tidak mempermasalahkan. Alno tersenyum. Laki-laki itu melingkarkan lengan panjangnya kebahu Nerella lalu sedikit menarik wanita itu masuk kedalam rumah.  "Ketus sekali. Apa kau tak merindukanku Ne?" Tanggapan Alno itu malah membuat Nerella memutarkan bola mata jenuh. "Tidak," Alno terkekeh semakin keras. Laki-laki itu mengusap acak rambut Nere membuat perempuan itu memekik kesal dan spontan melepaskan diri dari rangkulan kakaknya.  "Kau ini mengesalkan sekali kak!" "Papa dan Mama dimana?" Tanya Alno masih dengan senyumnya yang tertinggal, menghiraukan sungutan Nerella sebelumnya. Alih-alih menjawab. Nerella malah berbalik sembari mengibaskan tangannya meninggalkan Raefalno. Seakan berkata 'cari saja sendiri'. Alno yang melihat jawaban adik se-ayahnya itu hanya terkekeh. Ia sudah tau kalau Nere akan merespons seperti itu. Jadi ia tidak heran. Adik bungsunya itu memang paling tidak suka jika rambutnya diacak-acak seperti tadi. Bagi Nere rambut adalah segalanya. Ia bahkan rela menghabiskan waktu seharian hanya untuk memanjakan rambut setiap minggunya. Hal ini memang terjadi karna dulu sewaktu di bangku sekolah. Nere pernah menjadi korban bully karna sifatnya yang pendiam. Puncaknya saat para pembully itu memotong hampir separuh rambut Nere dengan asal. Membuat tampilan gadis itu jadi sangat tidak karuan. Jadi tidak heran jika Nere sangat benci jika ada yang mengusik kerapian rambut panjangnya. Meskipun hanya mengusap ataupun memegang, selain dirinya dan tentu saja terlepas dari mbak-mbak salon yang tidak akan mungkin merusak rambutnya. Itu semacam ketakutan atau tameng tersendiri. Entah Raefalno juga tidak tau. Tanpa menunggu lebih lama. Kaki panjang Alno  sudah kembali melangkah menuju sebuah ruangan. Sebenarnya tanpa bertanya pada Nere pun ia sudah tau dimana keberadaan kedua orang tuanya itu jika sedang berdua. Entah apa istimewanya ruang baca bagi Nelson dan Sybil. Tapi kedua orang tuanya itu selalu berada disana.  Nelson memang mempunyai ruang baca sendiri di rumahnya. Dulu adiknya, Aruna. Sangat senang membaca. Dan tidak ada alasan bagi Nelson untuk tidak memanjakan Aruna dengan membuatkan gadisnya itu sebuah ruang baca dengan segala macam genre yang membuat Aruna betah seharian berada disana. Tapi nyatanya hanya bertahan 1 minggu, setelahnya Aruna tidak pernah kembali kesana. Malah sekarang ruangan itu menjadi tempat favorit bagi Nelson dan Sybil. "Mah, pa-oh i see," Alno berhenti ditempatnya tepat setelah ia berjalan selangkah memasuki ruang baca tersebut. Laki-laki itu memperhatikan kedua orang tuanya dengan senyum jahil. Berbeda dengan Sybil dan Nelson yang buru-buru membenarkan posisi dan pakaian mereka. Sekarang Alno tau alasan kenapa kedua orang tuanya itu sangat senang berada di ruangan membosankan ini.  "Kenapa kau tidak mengetuk pintu dulu, Son!" Nelson mengerutu kesal sembari menutupi badan Sybil yang setengah terbuka karna ulahnya sendiri. "Maafkan aku pah, aku akan mengulangnya," kata Alno sembari terkekeh. Laki-laki itu langsung berbalik keluar dari pintu dan menutupnya dengan rapat. Tak usah menunggu lama sebuah ketukan langsung menghampiri pendengaran Sybil dan Nelson. "Apa aku sudah boleh masuk?" Nelson mengertakan gigi dengan kesal. Tapi tak urung juga menjawab ucapan Alno. Hingga akhirnya laki-laki itu sudah kembali masuk kedalam ruangan besar itu. "Maafkan mataku ini Mah. Aku janji tidak akan bercerita pada Runa ataupun Nere," Alno berkata dengan wajah seriusnya. Tangan kanannya terangkat seakan mengucapkan janji dengan sungguh-sungguh. Tapi baik Nelson maupum Sybil sama-sama tau, anak mereka itu sengaja mengejek mereka. "Lupakan saja! Kunci pintunya Son! Kami ingin berbicara serius denganmu." Sergah Nelson cepat. Ia tak mau berlama-lama menjadi topik gunjingan anaknya sendiri. Bisa-bisa Sybil marah dan tidak mau memberikan jatahnya lagi. Itu sungguh mimpi buruk baginya. Alno menurut tanpa membantah. Laki-laki itu mengunci pintu dan setelahnya berjalan cepat menuju tempat Sybil dan Nelson untuk duduk disana bersama kedua orang tuanya.  "Bagaimana kabar kalian? Apa kalian baik-baik saja?" Tanya Alno berbasa-basi. Tapi belum sempat Sybil menjawab. Anak laki-lakinya itu sudah kembali berbicara. "Oh tidak usah dijawab mom. Melihat kegiatan kalian tadi sudah memastikan bahwa kalian baik-baik saja!" Lanjut Alno dengan senyum jenakannya. "Raefalno!" "Baik-baik pah. Aku hanya bercanda. Maafkan aku. Kalian so sweet  sekali sih. Jadi aku tidak tahan untuk tidak membahasnya." Kekeh Alno "Oke, mari kita kembali kepermasalahan. Ada hal penting apa?" Lanjut Alno. "Ini tentang Runa," Sybil angkat bicara membuat kening Alno mengkerut bingung. "Ada apa dengan Runa? Dia baik-baik saja kan mah?" "Dia baik-baik saja. Tapi semakin lama sepertinya obsesinya untuk memilikimu semakin besar Al. Kemarin ia memaksa kami untuk menikahkanmu dengannya. Tentu saja kami menolaknya. Kau tau hal ini salah." Nelson menyambung. Kali ini sepertinya memang hal serius. Alno tidak bisa bercanda jika sudah begini. Ada hening yang tercipta diantara ketiganya. Mereka sama-sama bingung harus menyelesaikan hal ini dari sisi mana. Hingga akhirnya Alno kembali bicara.  "Lalu, apa rencana kalian?" "Kami tidak punya rencana apapun sih. Tapi kami sempat mengatakan padanya bahwa kau tidak sengaja menghamili perempuan dan perempuan itu meminta pertanggung jawaban, dan-" ucapan Sybil itu langsung mendapat perhatian penuh dari Nelson maupun Raefalno. Kedua laki-laki itu bahkan kompak menoleh kearah Sybil dengan wajah kagetnya.  "Baik-baik. Hanya mama yang mengatakannya. Papamu ini tidak terlibat Al. Mama terpaksa. Aruna benar-benar sulit diberi pengertian. Kau tau sendiri adikmu itu manja sekali. Mama spontan mengatakan itu. Salah ya?" Tanya Sybil polos, wanita itu menjelaskan sembari memainkan kuku-kuku jarinya. Sengaja agar tidak merasa terhakimi dengan tatapan kedua laki-lakinya. "Kau mengatakan itu pada Runa, Bil? Seriously? Lalu bagaimana sekarang jika Runa meminta penjelasan lebih lanjut mengenai hal itu? Raefalno bahkan belum memiliki calon," "Sebenarnya Aruna sudah memintanya. Ia ingin besok malam diadakan makan malam. Alno dan calonnya itu harus datang ada disini. Katanya jika perempuan itu lebih baik dari pada Runa, Runa tidak akan memaksa Alno lagi." "Besok malam?" Tanya Nelson yang dibalas anggukan pelan Sybil. Laki-laki itu sudah tak bisa lebih terkejut dari pada ini. Kepalanya seketika berdenyut kencang. Sepertinya darah tingginya kumat. Sybil memang sangat polos. Nelson suka kepolosan istrinya. Tapi ia tak menyangka istrinya itu harus menggunakan kepolosannya disaat seperti ini. Poor  you Nelson. Bukannya ikut kebingungan bersama Nelson. Raefalno malah menemukan sebuah ide gila dari pernyataan ibunya tadi. Tentu saja ide ini akan ia hubungkan dengan Mantan dimasa lalunya yang kini seketika hadir dengan segala perubahan yang membuat Raefalno tidak bisa menolak pesonanya. Ditengah kebingungan dua orang yang menjabat sebagai orang tua Alno, Runa, dan Nere. Raefalno berdiri, membuat Sybil dan Nelson serentak menolehkan pandang padanya lengkap dengan tatapan bertanya.  "Mau kemana kamu?" Sybil lebih dulu bertanya sebelum Nelson mengajukan pertanyaan yang sama. Raefalno merenges. Laki-laki itu memasukan kedua telapak tangannya pada saku celananya. Membuat tampilan laki-laki itu terlihat sangat maskulin.  "Mencari calon. Besok malam kan acaranya? Kupastikan besok aku sudah menggandeng perempuan kesini," Nelson dan Sybil memandang tak percaya anaknya ini. Benarkah Alno akan menemukan perempuan dalam waktu sesingkat ini? Ah tapi sepertinya hal itu tidak akan sulit mengingat anak mereka ini memiliki wajah yang bisa dibilang sangat good looking, tidak heran jika Alno akan menemukan wanita dengan cepat. Tapi bagaimana kalau wanita yang dipilih Alno adalah wanita yang tidak baik? Wanita yang modelnya macam tante-tante? Masa iya mereka harus mempunyai menantu yang seumuran mereka? "Kau benar-benar bisa mencarinya nak? Atau bagaimana jika mama yang carikan saja. Sepertinya itu lebih menjanjikan," Nelson mengangguk setuju dengan ucapan Istrinya. Sepertinya memang lebih baik begitu. "Tidak perlu repot-repot mah. Aku bisa mencarinya sendiri. Aku berjanji tidak akan membawa wanita diluar dugaanmu," kata Alno meyakinkan. Laki-laki itu segera berbalik. Berjalan santai menuju pintu. Tapi sebelum benar-benar sampai disana suara Sybil kembali mengintrupsi pergerakannya. Sontak saja laki-laki itu berhenti dan berbalik. "Lalu bagaimana dengan kehamilan itu? Kau bisa saja mencari wanita, tapi bagaimana dengan kehamilannya? Kalau adapun itu pasti sudah bersuami," Alno diam. Laki-laki itu menunjukan ekspresi berfikir yang dibuat-buat. Seakan pertanyaan Sybil tadi benar-benar akan menjadi perhatiannya.  "Tidak perlu khawatir, mom. Masih ada waktu sampai besok malam. Aku akan membuat zigot itu dengannya. Tentunya tidak didalam sebuah ruang baca," Alno merenges lalu segera berlalu cepat keluar dari ruang baca sebelum sepatu Sybil yang melayang mengenai kepalanya. Samar-samar ia masih bisa mendengar teriakan Sybil yang memakinya.  "DASAR ANAK KURANG AJAR!" Dan seperti biasa. Raefalno hanya tertawa mendengar sungutan Ibunya. Yang harus ia lakukan sekarang adalah menemui Allura dan menawarkan kerja sama yang akan menguntungkannya ini.  Tapi pertama-tama ia harus cepat pergi dari rumah ini sebelum Aruna menemukannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD