Ketika Sky selesai mandi dan berganti pakaian dia sudah tidak melihat Lizie berada di pantry. Meja pantry sudah kembali bersih dan rapi. Sepertinya Lizie juga sudah mencuci semua bekas cangkir kopinya dan menyimpan ke lemari. Sky berjalan menyebrangi ruangan yang terasa lengang. Pintu balkon terletak di sisi timur, karena cuma bersekat dinding kaca jadi pagi hari seperti ini cahaya matahari ikut masuk memantul di lantai marmer dan membuatnya hangat untuk diinjak kaki telanjang.
Ini baru memasuki awal musim semi tapi sinar matahari sudah cukup terik karena musim tahun depan sepertinya juga akan kembali bergeser tiba lebih awal. Sky menyeringai silau untuk melihat ke luar, pupilnya perlu waktu beberapa saat untuk beradaptasi dengan cahaya yang terlalu melimpah. Setelah mengangkat telapak tanganya untuk meneduhkan matanya Sky baru melihat Lizie yang ternyata sedang berenang. Ada kolam renang berukuran tiga kali delapan meter di balkon apartemennya yang cukup luas. Sky berdiri di tepi kolam menunggu gadis itu menepi dan menghampirinya setelah dia memberi isyarat dengan mengedikkan jari telunjuknya.
"Keluarlah ada yang perlu kusampaikan padamu."
Setelah menepi Lizie mendongak pada Sky yang terlihat berdiri menjulang di atasnya.
"Tunggu sebentar, dua kali lagi," Lizie coba menawar.
Sepertinya Sky setuju karena kemudian dia duduk di salah satu kursi di tepi kolam tapi masih tetap sambil menjentikkan jari untuk menghitung.
'benar-benar pria yang perhitungan!' gerutu Lizie dalam hati kemudian buru-buru kembali berenang.
Sky hanya duduk di ujung kursi berjemur sambil menahan silau memperhatikan Lizy yang sudah berenang lagi. Pantulan cahaya matahari pagi di permukaan air membuatnya terlihat seperti sedang berenang di tengah butiran pasir berlian yang berkilauan.
Sky justru jarang berenang karena sudah terlalu sibuk dan memilih jenis olahraga yang lebih efisien mengunakan alat kardio dibanding harus membuang waktu dengan berenang.
Begitu Lizie menyelesaikan dua kali putaran Sky juga langsung berdiri memberinya isyarat agar segera keluar. Lizie berenang menepi dan memanjat tangga metal di ujung sisi kolam yang lain. Dia harus berjalan memutari tepian kolam untuk sampai ke teras tempat Sky sedang duduk menunggunya. Tubuh basah Lizie masih menetes-netes di sepanjang lantai dan gadis itu benar-benar hanya mengenakan bikini sialan yang segera membuat Sky mengumpat kotor di dalam kepalanya.
Tubuh feminim Lizie sudah terbentuk sempurna dengan lekuk yang indah dan kaki yang jenjang. Gadis muda yang terlalu sembrono untuk berkeliaran di sekitar pria. Sky segera menyambar handuk dari punggung kursi dan melemparnya kepada Lizie.
"Pakai handukmu!"
Untung Lizie juga cukup cekatan dengan gerak refleknya untuk menangkap handuk tersebut dan kembali mengikuti perintah Sky tanpa protes.
Lizie memilih duduk di kursi gantung bulat yang juga terletak di samping kolam sambil mengayunkan tungkai runcingnya di permukaan lantai. Gadis itu masih sibuk mengacak rambutnya dan tidak terlalu perduli dengan Sky yang berdiri di depannya. Sky mengambil ponsel dari meja kecil di antara dua kursi berjemur dan memberikannya pada Lizie yang kemudian mendongak padanya dengan wajah bingung.
"Hanya ada nomorku yang bisa kau hubungi di situ," kata Sky.
"Jadi ini ponselku?" Lizie memperhatikan benda di tangannya yang serba berwarna pink. "Apa tidak bisa kutambahkan beberapa nomor temanku?"
"Jangan pernah menghubungi siapapun kecuali nomorku!"
Lizie langsung menyeringai aneh pada benda persegi di tangannya. Bukan hanya jijik dengan warna pink dan motif beruangnya, tapi Lizie merasa benda itu juga tidak akan berguna jika hanya boleh ada satu nomor. Apa lagi hanya nomor Sky, karena Lizie yakin pria tampan itu hanya akan memantaunya setiap saat.
"Aku akan memeriksa jika kau berani menambahkan nomor baru!"
Baru saja Lizie mau berpikir curang tapi Sky sudah lebih dulu memperingatkan. Ujung bibir gadis itu langsung melengkung lesu.
"Memangnya apa yang bisa kulakukan?" protes Lizie yang jelas mulai tidak suka dengan Sky yang banyak aturan.
"Kau bisa membaca ada banyak buku di lemari yang bisa kau pilih."
"Aku tidak suka membaca."
"Kau harus mulai lebih banyak membaca!" tegas Sky.
"Lebih baik suruh saja aku membereskan rumah atau mengepel lantai dari pada kau menyuruhku membaca karena aku bisa sekarat karena bosan."
Selama ini Lizie memang jarang belajar apa lagi membaca buku tebal seperti yang ada di lemari milik Sky. Dulu ketika masih tinggal bersama ibunya Lizie juga tidak pernah ditanya mengenai tugas sekolahnya. Biasanya Lizie hanya akan ditegur jika rumahnya masih berantakan. Lizie memang mendapatkan tugas untuk membersihkan rumah dan semua harus sudah rapi ketika yang lain pulang. Biasanya teman-teman ibunya hanya kembali untuk membuat berantakan dan berulang kali tugas Lizie yang harus merapikannya lagi. Itulah kenapa walaupun sembrono tapi Lizie anak yang sangat rapi dengan barang-barangnya.
"Dengar, Lizie!" Sky ikut duduk kembali di ujung kursi dan menatap gadis di depannya dengan lebih serius mengunakan manik biru terangnya yang tetap saja indah menurut Lizie meskipun Sky sedang ingin menakut-nakutinya. "Mulai sekarang kau harus benar-benar belajar, karena nanti kau harus mandiri dan tidak mungkin aku terus mengurusmu!"
"Maaf jika aku membuat hidupmu repot." Lizie mengerutkan alis dengan ujung bibir yang jadi melengkung turun.
"Bukan seperti itu maksudku," ralat Sky karena akhawatir telah menyinggungnya, "tapi kau tetap harus belajar dengan benar dan aku akan segera mencarikan guru untukmu."
"Aku serius tentang tidak mau guru perempuan!" balas Lizie dengan tegas. Nampaknya suasana hati gadis itu begitu cepat berubah.
Sky tidak menanggapi dan malah berjalan acuh untuk kembali ke dalam rumah sambil memijit-mijit pangkal hidungnya yang jadi nyeri.
"Aku serius, Sky! " teriak Lizie tapi Sky tetap tidak menghiraukan.
Sering kali remaja mulai tumbuh menjadi pemberontak, padahal sebenarnya mereka hanya butuh untuk didengar pendapatnya, sementara orang dewasa suka mengabaikan.
Kemari Lizie juga serius ketika mengatakan dirinya sudah pandai mencium. Mencium pria dalam arti yang sebenarnya bukan cuma seperti remaja yang bermain lidah dan bibir untuk saling dihisap. Jika Sky mendengarkan dengan teliti seharusnya dia tahu bila ada yang tidak sehat dari lingkungan dan pertumbuhan gadis itu. Lizie memang cenderung nakal tapi dia bukan pembohong. Lizie juga tidak pernah berbohong mengenai usianya yang dua tahu lebih tua. Dulu ibu Lizie memang baru mengurus akta kelahirannya pada saat diperlukan untuk masuk sekolah pemerintah dan saat itu Lizie juga merasa jadi yang paling tinggi di kelas karena terlambat memulai dan jadi yang paling nakal.
Sejak anak-anak Lizie memang kurang diperhatikan sebab ibunya sibuk bekerja di malam hari dan akan tidur sepanjang siang untuk menabung energi. Lizie juga dibiarkan bergaul dengan sembarangan orang dan banyak berteman dengan anak-anak nakal sampai Gerald mengambilnya empat tahun lalu.
Gerald mengambil Lizie setelah ibu Lizie meninggal dalam kecelakaan karena mengemudi dengan pengaruh alkohol. Florencia Moris adalah seorang wanita muda yang sangat depresi dan masih harus membesarkan putri yang beranjak remaja, semua orang di sekitarnya mengetahui masalah pelik wanita muda itu. Sebenarnya Gerald sudah lama ingin mengambil Lizie, tapi Florencia selalu lebih mendahulukan pertengkaran setiap kali mereka mulai bicara. Dia akan mulai membabi buta dengan berbagai umpatan yang dia tahu. Semua juga salah Gerald yang pernah membuat wanita itu hamil dan menelantarkannya. Jadi wajar jika Florencia lebih suka mengutuknya dari pada membiarkan putrinya menyebut pria yang dia anggap pengecut itu sebagai ayah.
Saat Gerald mengambil Lizie empat tahun lalu kondisinya juga tidak jauh beda dengan ibunya ketika mereka dulu pertama bertemu di klub malam. Lizie memakai tindik di hidung dan rambutnya juga di cat warna-warni sampai Gerald tidak sanggup membayangkan bagaiman selama ini putrinya telah diajak hidup di flat sempit dan terlantar. Gadis itu juga sedang terbelit hutang ibunya, karena itu Lizie mau ikut bersama Gerald setelah Gerald melunasi semua hutang-hutangnya.
Lizie memang pernah bertemu Gerald tapi dulu sekali ketika umurnya belum genap sepuluh tahun jadi dia tidak tahu jika pria yang beberapa kali mengaku sebagai ayahnya itu ternyata adalah seorang yang kaya raya. Lizie juga tidak pernah berkhayal atau bermimpi jika dirinya bakal bisa berbaring di kamar yang sangat luas seperti hari ini apalagi katanya sekarang dia juga memiliki warisan yang sangat banyak.
Malam semakin larut tapi Lizie masih memandangi langit-langit kamarnya yang juga berwarna pink sama seperti seprai, ranjang, gorden, dan lemarinya. Entah apa yang dipikirkan Sky ketika menyuruh orang untuk menyiapkan kamar untuknya. Tidak heran jika Lizie justru malah sulit memejamkan mata di dalam kamarnya yang seperti habis dimuntahi Helokity.
Lizie sudah berusaha untuk tidur tanpa bantuan obat tapi ternyata tidak bisa, dia hanya semakain gelisah karena meskipun sudah memejamkan mata tapi otaknya tetap saja belum bisa tertidur. Ternyata kamar yang luas dan ranjang yang empuk juga bukan jaminan hidupnya bakal lebih nyaman.
Sky keluar sejak sore dan ponselnya juga tidak bisa di hubungi sampai rasanya Lizie jadi ingin membuang ponsel pink tersebut ke dalam tempat sampah karena sama sekali tidak berguna. Sudah tengah malam lewat ketika Lizie mendengar suara pintu yang di buka dan diapun segera melompat dari tempat tidurnya.
"Kau belum tidur?" kaget Sky ketika melihat Lizy keluar dari kamarnya.
"Aku tidak bisa tidur."
Sky langsung tahu apa yang diinginkan Lizie. Sky memberikan lima butir obat tidur yang tersisa di botolnya.
"Ingat! kau harus berusaha tidur sendiri karena aku tidak akan memberikannya lagi setelah ini habis!"
"Bulan depan kau harus mulai belajar karena itu kau harus cepat beradaptasi, " tambah Sky tapi Lizie balas tidak menghiraukannya dan tetap berjalan pergi masuk ke dalam kamar tanpa menoleh lagi.
Sky sudah sangat pusing hanya dengan dua hari mengurusi remaja sementara masih ada dua tahun lagi sampai usia Lizie genap delapan belas tahun.
Sky segera masuk ke dalam kamarnya untuk mandi dulu sebelum tidur, sebenarnya tadi dia sudah mandi di kamar hotel bersama teman wanitanya tapi tidak tahu kenapa otaknya kembali panas jika tidak segera diguyur air dingin. Kepala Sky memang akan selalu nyeri jika ingat sekarang dirinya tinggal bersama gadis sembrono yang bisa asal berkeliaran di rumahnya hanya dengan memakai bikini. Tubuh feminim Lizie benar-benar sudah bisa membangkitkan api di pembuluh darah seorang pria.