Clara senyum-senyum sendiri, ketika membaca beberapa komentar di postingan puisinya kemarin. Ada beberapa komentar dari penggemarnya dan penggemar San yang mulai menjodoh-jodohkan mereka.
[Clif yang cantik, cocok sekali dengan San.]
[Apakah kapal ini akan segera berlayar?]
[Wah, menarik. Kolaborasi apa lagi yang nanti akan mereka tampilkan? Aku tidak sabar.]
Ya, Clara fokus saja kepada komentar-komentar bernada positif yang ada di postingannya. Karena, kalau dibilang apakah ada komentar negatif, itu jangan ditanya. Ada beberapa fans fanatik dari San, yang tidak menginginkan idolanya itu untuk dekat dengan Clara.
Seperti komentar-komentar ini:
[Pansos. San sudah terkenal. Perempuan ini hanya memanfaatkan San.]
Ya ampun. Apa-apaan itu? Clara berdecih ketika membaca komentar tersebut. Padahal, ia bukan orang yang pertama mengajak kolaborasi. Jadi, tak ada sama sekali dari awal, ia berniat untuk memanfaatkan kepopuleran San demi menaikkan popularitasnya sendiri.
Meskipun agak kesal dengan satu komentar itu, tapi Clara tak terlalu peduli. Ia masih tak percaya sebenarnya dengan apa yang terjadi kemarin. San datang ke rumahnya. Ah, demi apa?
Gadis itu tak bisa mengenyahkan senyuman San, cara laki-laki itu membenarkan kacamatanya, dan setiap kalimat yang San katakan. Setiap kalimat yang selalu penuh kesejukan dan mungkin kalau dalam tulisan, kalimat-kalimat San itu selalu efektif dan memiliki pesan moral.
Clara semakin geli memikirkan betapa konyol dirinya membayangkan terus laki-laki itu. Ah, ia harus sadar. Segera sadar dan jangan sampai berlebihan. Clara beranjak dan mulai melihat jadwal. Ia harus menulis lagi. Mungkin, ia harus mulai menulis dan mengirimkan tulisannya ke media lagi.
Ia sebenarnya hendak menulis novel lagi, tapi sampai sekarang belum ada ide. Dan mungkin, karena keuangannya sedang stabil, jadi belum ada dorongan yang amat mendesak untuk menulis lagi. Novel Immortal Souls sudah terjual banyak. Ia juga sudah mengirimkan untuk membantu biaya kuliah adiknya, Karin dan keperluan ibunya juga. Ah, ia sebenarnya kangen dengan dua orang itu. Namun, Clara enggan menemui mereka kalau alasannya hanya sekadar kangen. Clara takut reaksi mereka tak sesuai dengan apa yang ia harapkan.
Gadis itu mulai menuliskan beberapa hal yang harus ia kerjakan dalam satu minggu ini. Serta, beberapa ide yang mungkin bisa ia eksekusi dan hasilnya bisa ia kirimkan ke media.
Tak lama, beberapa notifikasi dari BBA Grup mulai berbunyi. Clara penasaran, apa saja yang teman-temannya itu sedang bicarakan.
[Hari yang sibuk, ya. Apa kalian tidak mau pergi me-refresh otak kalian? Atau kalian mau terus bekerja? Dasar penggila uang!] -Anrez
[Ya, aku gila uang. Tapi minum jus di kafe dengan kalian, bisa dibicarakan. Anrez, kamu yang traktir. Kudengar, komikmu akan segera naik cetak.] -El
[Huwaaa. Kalian keren karena kalian sibuk. Aku iri dengan kalian. Dan Clif, kamu juga. Kamu pasti masih sibuk dengan San. Iya, kan?] - Lora
[Tidak, Lora. Aku tidak tahu, tapi kupikir tidak adaa kolaborasi lanjutan. Aku belum tahu, hehe. Aku dan San juga tidak terlalu dekat sebenarnya. Kami hanya membicarakan hal-hal terkait kepenulisan saja.] -Clif/Clara
[Penyangkalan adalah pengakuan.] -Anrez to Clif/Clara
[Eh, sudah-sudah. Jadi, kita ke kafe mana enaknya? Rez, kamu yang akan mentraktir kita semua, kan? Pokoknya semua harus ikut. Mami Ren, El, Lora, Sam, ke mana, Sam?] -Clif/Clara
[Sam sedang sibuk. Ia sedang menyusun buku non-fiksi. Aku lupa judulnya. Dia bilang, dia mau eksperimen.] -El
[Justru itu. Justru karena dia sedang eksperimen, seharusnya dia santai sejenak, bukan? Paksa dia.] -Clif/Clara
[Benar. Kita harus paksa. Nanti juga dia baca pesan kita ini.] -Anrez
Clara tenggelam dengan percakapan demi percakapan yang asik dengan teman-temannya di WAG. Ia mulai melupakan apa yang seharusnya ia kerjakan tadi.
[Oke. Semuanya. Aku sudah putuskan. Sore ini, kita harus kumpul-kumpul di kafe yang sudah kutentukan. Nanti kukirim alamat kafenya ke sini. Aku akan setuju membayar semuanya, asal semua personil BBA ikut.] -Anrez
[Yeayy. Oke.] -Clif/Clara
[Sepakat.] -El
[Baik. Mami ikut.] -Mami Ren
[Aku ikut kalau gitu.] -Sam
[Aku juga akan ikut! Sekalian mau tanya-tanya soal San ke Clif. Aku juga penggemarnya dia.] -Lora
[Heh, giliran aku setuju soal aku yang membayar, akhirnya kalian muncul.]- Anrez :(
Clara menutup ponselnya. Ya, ia sudah puas hanya dengan mereka. Gadis itu jarang pergi-pergi, kecuali ke seminar kepenulisan atau dengan anak-anak BBA.
Tidak juga dengan Naren. Laki-laki itu sebenarnya pernah mengajaknya jalan-jalan dan duduk berdua di kafe. Akan tetapi, sepertinya itu belum akan terwujud dalam waktu dekat. Naren, lagi-lagi seperti sangat super sibuk. Laki-laki itu memang penuh semangat dalam meraih cita-cita.
Seringnya, Clara kagum akan sosok itu. Tak jarang, ia juga iri. Kadang-kadang, ia juga kesal. Karena ia merindukan obrolan-obrolan menarik dengan Naren. Namun, Clara harus sadar diri. Ia tak bisa memaksakan sesuatu. Apalagi, soal cita-cita, Naren sangat berambisi.
Clara jadi penasaran sedang apa laki-laki itu. Ia pun kembali meninggalkan pekerjaannya dan mulai memikirkan topik apa kiranya yang akan ia lemparkan.
[Naren.]
[Nareeen.]
Gadis itu memeriksa apa Naren sedang online atau tidak. Setelah beberapa menit, pesannya itu dibalas oleh Naren. Pas sekali. Mungkin, lelaki itu sedang online untuk mencari bahan pelajaran atau riset, entahlah.
[Iya?]
Seperti biasa. Singkat, padat, jelas, dan dingin.
[Aku punya lagu bagus. Aku kirim, ya. Kamu harus dengarkan lagu ini. Pas sekali kalau kamu dengarkan di sela-sela waktumu saat belajar.]
Clara mengirimkan lagu yang saat itu sedang sangat disukainya. Ya, gadis itu memang memiliki kebiasaan yang agak unik. Ketika Clara menemukan sebuah lagu yang enak didengar dan liriknya bagus, ia akan setengah memaksa orang-orang terdekatnya untuk mendengarkan lagu itu juga. Ya, setengah memaksa.
Setelah mengirimkan salah satu lagu, Naren membalas lagi.
[Bagus. Lagu siapa?]
Kena! Clara dengan semangat segera merincikan siapa yang menyanyikan lagunya, menjelaskan isi lagu tersebut, dan bahkan menyampaikan makna/pesan dari lagu itu. Lebih konyolnya lagi, gadis itu mengirimkan salinan lirik lagu itu juga. Kepada Naren.
Berlebihan. Itulah Clara. Kalau sudah jatuh hati, sepenuh hatinya untuk orang itu. Tapi Naren itu si kulkas dan menganggap Clara hanya teman biasa. Entahlah. Entah kapan Naren akan mencair. Clara hanya terus berharap dan tak lupa berusaha, walau usahanya kadang over sekali. Satu lagi, berdoa.
Setelah satu dua percakapan yang memang singkat-singkat saja, Clara bosan. Ia betul-betul merasa tidak bisa benar-benar fokus mengerjakan sesuatu. Dan ia pun memilih tidur siang. Damai sekali hidupnya, kelihatannya seperti itu. Clara sedang malas.
***
Sore yang cerah. Hampir semua anak BBA sudah berkumpul. Satu orang lagi yang belum hadir. Siapa lagi kalau bukan, Sam. Sepertinya ia benar-benar sibuk dengan riset untuk buku non-fiksinya.
"Kalau sepuluh menit lagi Sam belum datang, kalian tahu apa yang terjadi?" tanya Anrez, sambil menatap satu demi satu anak BBA yang ada. Termasuk menatap Clara.
"Suara hati kalian tepat sekali. Aku tidak akan membayar sepeser pun yang akan kalian pesan hari ini. Tidak sama sekali."
"Ya ampun. Dasar pelit," ucap El dengan santainya.
"Heh, bukannya pelit. Aku hanya ingin kalian memahami. Bahwa yang terpenting dalam sebuah persahabatan itu apa? Kebersamaan. Kalau kita bersahabat, tapi tidak ada kebersamaan, untuk apa? Kalian tahu, hal buruk apa yang akan terjadi kalau persahabatan kita ini tak lagi menemui kata 'temu'? Mati. Makanya, kita harus sering bertemu. Biar hidup."
Anrez mengatakan itu dengan gayanya yang sok keren. Clara hanya tersenyum. Kagum.
Lora yang sejak tadi main ponsel, tidak menanggapi. Ia malah fokus dengan aplikasi media sosialnya.
"Kalian ini, seperti anak kecil saja," ucap Mami Ren.
"Ya, Mami kan yang sudah tua di sini," ucap Anrez dengan tidak sopannya. Mami Ren langsung melayangkan tepukan agak keras ke bahu Anrez.
Di saat Anrez sedang mengaduh kesakitan, ponsel Clara berbunyi dan betapa terkejutnya ia ketika melihat siapa yang menelepon. Gadis itu segera menarik diri dan mencari sudut paling sepi di kafe.