Penulis Sejati?

1147 Words
Clif membaca berulang-ulang dua puisi yang sejak kemarin mondar-mandir di dalam pikirannya. Puisi San dan puisinya sendiri. *** Kupu-kupu di Dalam Kotak Kaca Kuketuk kotak, kuketuk Kau dengar, kau pasti dengar Suara-suara di luar Berisik. Beruntunglah engkau aman Di dalam kotak, bening Nikmati cahaya dan segala yang ada Meski terkurung, kau tetap rupawan. (San, 2021) *** Puisi San, dengan ilustrasi seorang laki-laki memegang kotak kaca berisi kupu-kupu. *** Kupu-kupu di Dalam Kotak Kaca Aku dengar kau mengetuk Dari dalam, aku melihat ke luar Penasaran Ada apa di sana. Aku tahu kau jaga aku Entah dari apa saja, aku tak tahu Di sini memang aman Terlalu aman, bahkan. Aku bernapas, tapi seperti tak bernapas Hidup, tapi seperti tak hidup Aku tahu kau jaga aku Entah dari apa saja, aku tak tahu (Clif, 2021) *** Puisi Clara juga lengkap dengan ilustrasi kupu-kupu terbang di dalam sebuah kotak kaca. Ya, dua puisi di atas sudah resmi bertengger di akun IG masing-masing. Bahkan, Naren juga menekan like pada postingan Clara. Seharusnya ia senang, tapi perasaan Clara malah campur aduk. Ya, ia memang senang. Siapa yang tidak senang dan bangga. Seorang San, penulis terkenal mengajaknya berkolaborasi. Semua orang, termasuk teman-teman San yang juga penulis itu pasti melihat postingan mereka berdua. Clara pasti akan semakin terkenal. Clara mendapat beberapa DM dan ia sungguh belum memiliki keberanian untuk membukanya. Di sebuah grup, tepatnya di BBA Grup, percakapan mulai bermunculan. Grup yang berisi Lora, El, Anrez, Mami Renata, Sam, dan Clara sendiri. Clara sudah menebak sebenarnya. Pasti percakapan mereka kebanyakan adalah menggoda Clara dan membahas kolaborasinya dengan San. Dan memang benar. [Clif sudah melupakan kita.] -Sam [Apakah perempuan itu tidak akan mengeluh kejomloannya lagi sekarang?] -Anrez [Benar. Kita mahluk tak kasat mata.] Anrez to Sam Ruang obrolan itu sekarang mulai ramai. Padahal, beberapa waktu lalu, karena kesibukan masing-masing, grup tersebut sudah hampir dipenuhi sarang laba-laba. Setelahnya, Mami Ren, Lora, dan El pun bergabung. [Apa kabar yang katanya masih terlibat friendzone?] -El Clara tersenyum membacanya. El tahu, kalau ia dan Naren memang seperti terlibat dalam zona pertemanan yang rumit. [Aku iri banget sama kamu, Clif.] -Lora [Sayang, Clif. Jangan sampai kamu terjebak cinta yang palsu.] -Mami Renata [Ramai sekali. Kalian ini. Bukannya beri ucapan selamat, malah membicarakan yang tidak-tidak. Dan makasih Mami. Aku akan selalu ingat pesanmu. Tapi teman-teman, jujur aku tidak terlalu percaya diri.] -Clara/Clif Setelah pernyataan Clara, semua orang di grup menyemangatinya. Ya, memang begitulah BBA. Isinya adalah para author/penulis yang kadang bobrok, tapi selalu saling memberi semangat. *** Clara memilih menyibukkan diri dengan melakukan aktivitas lain, seperti membaca buku. Ia tidak bisa jika harus melihat media sosial terus-menerus. Setengah jam berlalu, tapi Clara masih tak bisa menyingkirkan pikiran soal kolaborasi dan apa yang mungkin sedang terjadi di postingan miliknya dan milik San. Clara sedang overthinking. Dering telepon membuat lamunannya terpecah. Itu San. Lagi-lagi, San. Clara sedikit enggan untuk mengangkat telepon dari laki-laki itu. Akan tetapi, tidak mungkin jika harus mengabaikannya. Akan sangat tidak sopan sekali. "Halo, San." "Halo. Aku di depan rumah." "Hmm? Rumah? Kamu sedang apa di depan rumah?" "Aku di depan rumahmu." "Hah?" Clara kaget bukan main. Apa? Di depan rumah? Tidak mungkin! "Heh, kamu bercanda, 'kan?" "Tidak. Aku tidak bercanda." Tidak mungkin. Mustahil. Clara dengan tergesa segera beranjak dari kamarnya dan dari jendela depan, ia dapati sebuah motor terparkir. Gadis itu sangat tidak menyangka. Setelah menarik napas panjang dan mencoba tenang, Clara membukakan pintu. Ada San di depan rumahnya. Sendiri. Sendiri? Clara celingukan, mencari tahu, kalau-kalau San datang dengan temannya atau siapa saja. "Kenapa?" tanya San heran. "Sendiri?" "Iya, aku sendiri. Apa aku harus bawa satu RT?" tanyanya sambil tertawa. Clara hanya meringis. "Ya, siapa tahu kamu bawa temanmu atau siapa. Ya sudah, silakan masuk. Ini rumahku. Eh tapi, kamu tahu dari mana alamat rumahku?" "Anrez." Clara langsung mengutuk sahabatnya itu habis-habisan di dalam hati. Lagi-lagi, Anrez. Apa sekarang ia jadi biro jodoh atau Mak Comblang? pikir Clara kesal. "Biarkan saja pintunya terbuka, ya," ucap San. Clara mengangguk. Oh, semakin jatuh cintalh wanita itu. Clara segera menyingkirkan perasaan anehnya. Seperti kata Mami Ren, jangan sampai terjebak di dalam cinta yang semu. "Mau minum?" San mengangguk. Ia juga terlihat bingung. Sebenarnya, Clara buru-buru ke dapur hanya untuk menormalkan detak jantungnya. Ia sudah merasa wajahnya kian memanas, malu. Apalagi, ia sama sekali tidak ada persiapan akan kedatangan San. Sedangkan San, sepertinya sangat rapi. Meskipun tidak terlalu tampan, tapi wajahnya yang bersih dan ditambah pakai kacamata, duh. Clara lemah kalau sudah disuguhi laki-laki berkacamata. San sangat berbeda dengan Naren. Akan tetapi, soal tampang, style mereka hampir mirip. "Ini, minumnya." Clara menyuguhkan minuman klasik. Orange jus. "Terima kasih, ya. Ini pas sekali. Aku suka rasa jeruk." "Oh, oke." Setelahnya, hening sejenak. Kecanggungan merebak, memenuhi ruang tamu. Clara dan San sama-sama tidak tahu harus bagaimana. "Ehm." Clara memberanikan diri bersuara. "Puisimu bagus." "Puisimu juga bagus, Clif. Sangat bagus. Aku suka. Kupikir ini akan jadi romantis. Tapi, sepertinya ini jadi tragedi. Maksudku, arah puisimu." Hah? Romantis? Ya ampun. Apakah sebelumnya San bilang kalau mereka akan membuat kolaborasi yang romantis? Tapi, kupu-kupu di dalam kotak kaca? Itu tidak romantis. "Tapi, ketika memikirkan kupu-kupu di dalam kotak kaca, aku tidak bisa memikirkan situasi yang romantis. Ya, bisa saja itu romantis. Seseorang, mengurung sesuatu yang dicintainya, berpikir kalau itu dapat menjaganya dari marabahaya, padahal itu membunuhnya pelan-pelan. Itu bukan cinta." San tersenyum, seolah puas dengan jawaban dari Clara. "Kenapa? Bukan seperti itu, ya? Seharusnya?" tanya Clara, sedikit takut. "Tidak. Aku suka caramu memandang tema puisi kita. Kamu kritis. Pantas saja, bukumu itu laku terjual. Bukumu laris. Aku sudah baca bukumu juga. Bagus. Meskipun berbeda genre dengan genre yang kugeluti, tapi aku menikmatinya." "Sebentar, San. Bahas dulu tentang puisi kita." "Ah, iya. Maaf-maaf. Menurutku, itu bagus. Aku menyerahkan ilutrasi itu kepadamu, dan kamu menyelesaikan bagianmu dengan tepat, sesuai dengan pandanganmu sendiri. Itu yang penting. Originalitas. Meskipun kita tidak terlalu klop, itu bukan masalah sekarang. Karena apa? Sebagai dua orang pemula yang pertama kali berkolaborasi, ini sungguh suatu hal yang membanggakan. Kamu sudah sangat bagus." Mendengar setiap kata yang dilontarkan oleh San, Clara jadi lega. Penulis sejati memang beda. Kata-kata yang keluar dari seorang penulis sejati, seperti sudah diedit sejak dalam pikiran. Eh tapi, tidak terlalu klop? "Tapi, soal klop?" "Ah, itu. Mungkin lebih tepatnya, kamu kurang meneliti ilutrasinya." "Iyakah?" "Ya, tentang romantis tadi. Aku pikir akan jadi romantis, tapi kamu membuatnya jadi tragedi." "Ah, iya." "Tapi tidak apa-apa. Kubilang tadi, kan. Kolaborasi kita jadi original. Aku dengan pandanganku, kamu dengan pandanganmu. Aku suka. Aku tidak bohong." San tersenyum. Senyuman tulus nan manis yang seolah mampu menembus d**a Clara. Senyuman yang kemudian terukir di dalam kepala gadis itu, senyuman yang kemudian mondar-mandir terus-menerus. Clara senang dan bersyukur karena dipertemukan dengan San. Karena mengenal penulis itu, karena kagum dengan penulis itu, dan bahkan bisa berkolaborasi dengannya. Bisa dengan mudah berkomunikasi dan menjadi dekat. Clara berharap, pertemanannya dengan San semakin erat terjalin. Ya, ia bahkan sedikit berharap lebih dari itu. Sedikit. Hanya sedikit.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD