Clara dan El sudah berada di depan kost Anrez.
Entah modus macam apa lagi yang sedang laki-laki manja itu siapkan. Anrez memang selalu seperti itu. Kadang seperti anak kecil.
Di depan kost-nya itu, Clara melihat kendaraan yang seperti tak asing.
"Kenapa?" tanya El.
"Aku pernah melihat motor ini."
"Mungkin temannya Anrez."
"Teman?"
"Iya, Clif. Sudah, ayo. Kita lihat Anrez. Takutnya memang dia memang kesepian dan butuh bantuan kita. Kalau lama dibiarkan, akan tambah repot."
Clara mengangguk. Mereka berdua pun masuk ke dalam rumah kost Anrez. Namun, baru saja membuka pintu, Clara terdiam seribu bahasa. Sama halnya dengan El.
Pantas saja, Clara seperti tak asing dengan kendaraan yang terparkir di halaman tadi. Itu adalah motor milik San! Clara juga melihat motor itu di rumah sakit tempo hari.
"Kenapa ada San?" tanya El terkejut. Anrez hanya tersenyum.
Clara melihat El. "Iya, panjang ceritanya."
"Panjang? Kamu tahu juga? Kenapa bisa San ada di sini?" El hanya bengong.
Clara mengangguk. "Nanti kita bicarakan soal itu, El. Ini, Rez. aku bawakan dimsum kesukaanmu. Dan halo, San. Kita bertemu lagi."
Anrez menerima bungkusan dari Clara dengan senyum. Sementara Clara dan San bersalaman, El masih celingukan. Ia masih belum paham dengan situasi yang baru saja terjadi.
Clara menatap Anrez kesal. Kemudian tatapannya beralih kepada San. "Maaf ya, merepotkanmu terus. Aku sudah bilang pada Anrez kalau aku dan El akan datang tadi. Tapi, aku tidak tahu kalau kau juga sudah ada di sini."
"Tidak apa-apa, Clif. Ini bukan Anrez yang minta. Kedatanganku ke sini memang sengaja ingin menjenguknya. Sekaligus ingin membicarakan sesuatu dengamu."
"Sesuatu?" El bertanya.
"Eh, maaf, hehe," ucap El lagi.
"Memangnya ada apa?" tanya Clara.
"Tunggu, San. Kalian bisa bicarakan di luar kalau memang itu sesuatu yang pribadi," sela Anrez. Clara hanya berusaha untuk menahan diri agar tidak terlihat kesal.
"Ah, bukan," sanggah San.
Mendengar itu, Clara bernapas lega.
"Aku hanya ingin mengajukan penawaran untuk berkolaborasi. Aku sudah baca buku Immortal, dan aku suka. Banyak sekali kata-kata yang menarik dan kamu benar-benar memiliki kemampuan menulis yang baik, Clif."
Clara hanya tersenyum. Ia sebenarnya sangat malu dipuji seperti itu, apalagi di depan El dan Anrez.
"Kalian kolaborasi? Aduh, pasti akan bagus sekali!" teriak El antusias.
"Benar, setuju. Sudah kita setuju dengan kolaborasi ini."
"Sebentar. Aku yang ditawari. Bukan kalian, 'kan?" tanya Clara.
El dan Anrez langsung bungkam.
"Aku sangat senang mendengar itu, tapi kalau memang kita berkolaborasi, aku pasti akan butuh sekali bantuanmu."
"Hehe, tentu saja. Aku akan membantu. Namanya juga kolaborasi, maka satu sama lain saling mengisi."
Clara tak bisa berkata-kata. Sekali lagi, San menampakkan pesonanya sebagai seorang penulis. Kata-katanya tadi terdengar seperti kutipan dalam novel saja.
"Clif?"
"Ha?"
"Kamu kenapa?"
"Eh, aku tadi ... aku ingat sesuatu. Sepertinya aku buru-buru tadi. Aku mau pergi ke suatu tempat. Ada yang harus kuselesaikan."
"Wah, mulai sibuk, ya. Bukannya tadi juga kamu habis seminar?"
Clara mengangguk mantap.
"Sekarang ada acara apa lagi?" tanya San."
"Aku ada pertemuan dengan penggemar. Ya, fans."
"Oh, kamu sudah punya banyak fans, ya?"
Clara menggeleng. Aduh, sulit sekali mengarang alasan. Padahal ia tukang mengarang.
"Oh iya, ya, Clif. Nanti kamu terlambat. Penggemarmu pasti sudah menunggu," ucap El. Sepertinya ia paham akan situasi yang dialami oleh Clara. Ya, Clara sering kali bingung dan salah tingkah. Ia juga lebih suka menghindari situasi semacam ini. Daripada nanti ia mati kutu dan terlihat bodoh.
"Benar. Aku pamit dulu, terima kasih semuanya."
"Baik. Nanti aku telepon, ya," ucap San sambil tersenyum. Clara tak berkutik dan langsung mengambil langkah seribu, keluar dari rumah kost Anrez.
Setelah gadis itu berjalan cukup jauh, ia bernapas lega.
"Bisa-bisanya bertemu dengan orang itu lagi," gumamnya. Clara merasa berada di antara senang dan kesal. Senang karena San, penulis terkenal itu amat ramah dan sekarang mereka pun berkomunikasi dengan baik, dan bahkan San mengajak berkolaborasi. Kesalnya, Clara selalu merasa gugup dan baginya, tidak mudah mengatasi rasa malu saat berhadapan dengan San. San yang selalu bersikap hangat dan tak pernah berhenti tersenyum, membuatnya sulit menguasai keadaan. Apalagi sudah lama, ia memang sangat mengagumi orang itu.
***
Sekarang, Clara yang dari tadi hanya jalan-jalan saja, kebingungan harus ke mana. Kebohongannya tentang acara penggemar, membuat gadis itu memilih mencari tempat yang bisa mengalihkan pikirannya dari rutinitasnya yang semakin padat.
Kafe. Clara menyukai kafe dengan live music. Ia selalu merasa kebiasannya menulis di tengah keheningan, menjadikan kafe dengan alunan lagu adalah tempat yang cukup tepat. Gadis itu tidak terlalu menyukai tempat yang sangat ramai. Acara konser, misalnya. Karena seringnya, acara semacam itu menyuguhkan suara-suara acak dari banyak orang, selain musik dari konser itu sendiri. Membuat telinga sakit.
Clara menikmati waktunya. Ia menatap sekeliling, sambil menyesap secangkir kopi dan mendengarkan lagu-lagu mengalun. Sendirian.
Gadis itu membuka catatan kecilnya. Ia menyaksikan beberapa pengunjung kafe bergantian. Satu demi satu. Ada beberapa pasangan, ada yang juga sama seperti dirinya. Hanya datang ke kafe sendirian. Ada yang sejak tadi hanya sibuk di depan laptop, mungkin sedang ikut memakai jaringan internet kafe demi mengerjakan tugas kuliah. Ada juga yang sibuk memakan cake dengan hati-hati, seolah tak ingin merusak cake tersebut.
Clara mulai menuliskan ide-ide di dalam kepalanya di note kecil tersebut.
"Clif, ya?"
Tiba-tiba saja ada seorang remaja SMA yang bertanya pada Clara.
"Eh, iya. Kenapa?" tanya Clara cukup terkejut.
"Boleh minta foto?"
"Hah?" Clara betul-betul terkejut sekarang. Minta foto? Tidak salah?
"Ehm, boleh, hehe."
Remaja itu pun mendekat dan mengambil foto bersama Clara. Clara tersenyum lebar. Ia tak bisa menyembunyikan rasa bahagia yang tengah meluap. Sekarang, ia benar-benar dikenal banyak orang?
"Terima kasih ya, Clif. Semoga kamu sukses. Aku tunggu novelmu selanjutnya."
Clara mengangguk. "Iya, doakan agar aku selalu sehat dan bisa terus menulis, ya. Terima kasih sudah membaca novelku."
Penggemar itu pun pergi meninggalkan Clara. Gadis itu sebenarnya ingin sekali berteriak kegirangan dan loncat-loncat, tapi ia sadar, ia sedang berada di mana saat itu.
Di saat-saat seperti itu, Clara selalu ingat kepada Naren. Seseorang yang tengah sibuk itu, rupanya tak kunjung membalas pesannya tempo hari lalu. Namun, Clara tak peduli. Ia pun tetap mengirim pesan kepada laki-laki itu.
[Naren! Aku punya penggemar sekarang!]
Selesai mengirim pesan, Clara meminum kopinya dengan riang. Tak disangka, Naren membalas pesan itu.
[Bagus! Aku bangga!]
Clara semakin bahagia.