TWO

1441 Words
He sucked my soul with his dark brown eyes. Aku tersedot dalam tatapan matanya. Senyum menggodanya telah hilang entah ke mana. Menatapku intens. Badanku terus bergerak. Seakan musik yang menggeman Club ini sudah punah. Menghilang dari gendang telingaku. Jarak antara wajahku dan wajahnya kurang dari sepuluh centimeter hingga aku merasakan napasnya di permukaan bibirku. Ia mengurangi jarak yang memisahkan kami. Namun aku menarik kepalaku sedikit mengakibatkan bibirnya mengambang di udara. I knew, he wanted to kiss me badly. Aku terkekeh. Menertawakannya di bawah napasku. Kurasakan tubuhku melayang. Efek obat yang kutenggak tadi belum hilang. Aku kembali menggerakkan badanku mengikuti musik. Tidak peduli bagaimana ia menatapku. Menggoyangkan tubuhku sekali lagi. Tangannya belum lepas dari pinggul dan tengkukku. Melihat reaksiku, cowok seksi ini menarik tubuhku ke pelukkannya. Ia menempelkan dahinya padaku. Membuat mataku yang tak fokus menatapnya kembali. Ia hampir menciumku. Sekali lagi aku menarik wajahku dan tertawa. Sepertinya ia mulai dongkol. Ia mengambil tanganku dan menarikku menjauh dari basement. Aku mencoba untuk melepas genggamannya namun tak bisa. Ia membawaku ke sudut ruangan. Menarikku dan mengurungku di antara tubuhnya dan dinding. Once again, he sucked my soul with his eyes. Once again, I can feel his breath on my lips. Teased me. Kurasakan kepalaku semakin melayang. Membuatku tidak fokus menatapnya. Kali ini ia benar-benar menghapus jarak antara kami. Kali ini ia berhasil. Ia mengecup bibirku. Menghisapnya. Menggigitnya. Melumatnya. Meraupnya. Dapat kurasakan pahit minuman beralkohol yang telah ia minum dan manis tembakau dari bibirnya. Ia mulai menyelipkan lidahnya di antara bibirku. Meminta akses lebih dan ia mendapatkannya. Ia melumat bibirku lebih dalam. Lidahnya menyentuh milikku. Bermain denganku. Mendapatkan desahanku di antara alunan musik yang memekakkan telinga. The most awesome make out session in my life. Ciuman cowok ini jauh berbeda dengan Donny. Jika ciuman bajingan itu penuh dengan nafsu, ciuman cowok ini penuh gairah dan terasa lebih gentle. He was a pro. He knew how to kissed a lady, gently. Oh... aku rela melakukan apapun jika aku dapat merasakan ciuman seperti ini tiap harinya. Namun aku sadar, pria ini jauh di atas levelku. Cowok ini tipekal cowok yang menghabiskan malamnya dengan bergonta-ganti pasangan. Mungkin, aku pun tak yakin. Ia terus. Kembali menempelkan dahinya kepadaku. Kembali menatap mataku. Kami mengatur napas beberapa saat. "Follow me," bisiknya di permukaan bibirku. Geez, suaranya sangat lembut dan menghujam jantungku. Kemudian ia menarik tanganku, membawaku berjalan menuju pintu di mana aku masuk bersama Sabrina. Aku ingat ketika Sabrina menceritakan pengalaman one night standnya. Seperti posisiku sekarang, posisi di mana cowok ini akan menyeretku keluar dari Club dan kemudian membawaku ke sebuah hotel. One night stand, di mana saat kita akan bercinta dengan orang yang tidak pernah kita temui, orang yang tidak kita kenal sama sekali. Seks yang akan berlangsung hanya satu malam saja dan jika sudah selesai maka kami akan berpisah kembali. Semakin cepat seks itu berakhir, semakin cepat kebersamaan kami berakhir. Kembali menjadi orang asing. Tanpa mengetahui siapa nama orang yang menjadi pasangan kita. Pikiranku mulai kacau. Hatiku berkecamuk. Apakah yang akan kulakukan ini benar? Apakah ini semua akan baik-baik saja? Ini pertama kalinya bagiku. Pertama kalinya melakukan seks. Benar, memang aku telah berpacaran dengan cowok paling tenar dan tampan di kampusku. Namun aku selalu menolak untuk melakukan itu dengannya. Aku terlalu takut. Terlalu pengecut. Mungkin itu sebabnya Donny berselingkuh dengan Tia. Karena aku tidak ingin memenuhi keinginan seksnya. Pantas saja setelah pertama kali ia mengajakku untuk melakukan itu dan aku menolaknya beberapa bulan lalu, ia semakin menjauh. Aku sudah merasa janggal oleh perlakuannya terhadapku. Namun saat itu aku terlalu buta. Buta hingga aku tidak menyadari kejanggalan itu akan menghancurkanku. Cowok ini membawaku keluar dari club menuju area iran. Masih menggenggam jemariku, ia merogoh saku jeansnya. Mengambil kunci mobil dan kemudian sebuah BMW hitam membunyikan alarmnya. Ia membukakan pintu untukku. Aku duduk di kursi penumpang. Ia memutari mobilnya, membuka pintu lagi dan duduk di kursi pengemudi. Mobil berjalan menyusuri jalan raya daerah selatan yang masih lumayan ramai di malam hari. Ia diam saja. Mimik wajahnya sangat serius. Aku pun memalingkan wajahku. Memutuskan untuk menerawang menikmati pemandangan remang-remang kota Jakarta. Tiba-tiba aku merasakan tanganku disentuh. Spontan aku menoleh. Cowok seksi itu mengambil tanganku, menggenggamnya, kemudian mengangkat tanganku untuk dikecup. Astaga, ini benar-benar romantis. Benarkah aku akan menyerahkan keperawananku pada orang asing ini? Ah... seandainya saja dia bukanlah seorang womanizer dan pria baik-baik, aku pasti akan jatuh cinta sangat dalam padanya. Lihat saja wajah tampannya dan caranya memperlakukanku. Mobil terus di lobby sebuah hotel. Hotel mewah. Hotel berbintang berstandar internasional. Ia membukakan pintu BMWnya, aku pun keluar dan ia melingkarkan tangan kirinya di pinggulku. Seakan-akan aku adalah kekasihnya. Oh, benar saja. Aku adalah kekasihnya untuk malam ini. Kami berjalan menuju resepsionis dan kemudian mendapatkan sebuah kartu yang merupakan kunci kamar yang ia pesan. Cowok ini membawaku menaiki lift. Ia menekan tombol dengan angka dua belas. Hanya kami berdua yang menaiki lift. Ketika pintu tertutup rapat, cowok itu kembali mengurungku di antara tubuhnya dan dinding yang bergerak mengangkat kami ke lantai dua belas. Cowok itu berbisik, "Boleh gue cium lo lagi?" JUST KISS ME ALREADY! Teriakku dalam hatiku, namun aku hanya mampu menatapnya tanpa kata. "Boleh gue cium lo lagi... bahkan lebih?" Geez, ia menginginkan lebih. Aku tak mempu berpikir jernih. Bukannya menjawab pertanyaannya, aku justru memejamkan mata. Menunggu. Apakah ia akan menciumku lagi atau tidak? Aku mendengar tawanya yang terdengar sangat merdu di telingaku. Oh... dia lebih memabukkan dibandingkan alkohol yang kutenggak di club tadi. Aku merasa terhanyut hanya karena suaranya. Kurasakan napasnya menyapu permukaan bibirku. Bibirnya menyentuh bibirku. Bersiap meraupku sekali lagi, menyambung sesi kami. Namun, gerakannya urung karena lift terus bergerak. Kami tiba di lantai tujuan. Ia membuang napas dengan kasar. Aku merasakan rasa frustasinya. Kurasakan sekali lagi tangannya bertengger di pinggulku, membawaku keluar. Ia berdiri sebentar di depan papan denah. Mengamati denah hotel dan kemudian menghadap ke kiri dan berjalan lagi, menggiringku bersamanya. Benarkah keputusanku ini? Apakah dengan begini aku dapat melupakan mantan kekasihku? Ia terus di kamar bernomor 1208, menggesekkan kartunya dan pintu pun terbuka. Ia membukakan pintu untukku. Tanpa kata. Memberi gesture, mempersilakan aku masuk. Benarkah yang kulakukan ini? Ini salah. Ini semua salah. Aku berdiri diam. Dia juga diam, berdiri di ambang pintu. Nyaliku menciut. Aku menggeleng. "Maaf. Sepertinya saya harus pulang... Permisi." Aku membungkukkan tubuhku padanya. Meminta maaf. Aku menolaknya. Matanya terbelalak. Mulutnya terbuka. Kaget. Terkejut dengan apa yang telah kuucapkan. Aku menundukkan kepalaku sekali lagi. Saat hendak berbalik, meninggalkannya, aku merasakan sebuah tangan mengambil lengan kiriku dan menarikku. Cowok seksi itu menarikku masuk ke dalam kamar di mana ia berdiri. Ketika aku sudah masuk ke dalam kamar karena tarikan tangannya, ia segera menutup pintu dengan satu hempasan. Membuat suara yang sangat keras. Aku bergidik kaget. Ia mendorongku ke dinding dan tertawa. Tawa jengkel. Ia menyisir rambutnya yang berwarna merah itu dengan jemarinya. Shit. He was so fucking hot. "Lo barusan bilang apa? Maaf?!" Ia tertawa sinis. Damn, his gentle voice made me eargasm. Aku tertegun menatapnya. Ia melangkah mendekatiku. Aku mencoba mundur namun punggungku sudah membentur dinding. Jarinya menyentuh leherku. Membuatku merinding. Senyum sinisnya masih tertempel di wajahnya. Aku merasakan napasnya meniup bibirku. "Udah sejauh ini dan lo tiba-tiba bilang mau pulang? Nggak, nggak ada yang bisa nolak gue," bisiknya di bibirku. Bibir kami bersentuhan namun cowok ini tidak menciumku. Menggodaku. Teased me. Ia merapatkan tubuhnya. Menekan tubuhku. Aku merasakan 'sesuatu' yang keras darinya menyentuhku. Jemarinya mengelus leherku, menyisir rambut panjangku. Ia menggodaku dengan bibirnya. Ku perjelas sekali lagi, bibir kami hanya bersentuhan, bergesekkan. Ia tidak menciumku. Belum. Tangannya berjalan ke pinggulku, menuju bokongku, menyingkap rok pendekku dan menjalankan berbagai hal asing di sana. Ia terkekeh. "Who's getting wet here?" bisiknya. Ia menjilati jarinya. "I need to taste you." Ia mengangkat tubuhku. Refleks aku melingkarkan lenganku ke lehernya dan kakiku ke pinggulnya. Ia bermain di leherku. Cowok ini membawaku ke king sized bed yang sedari tadi menganggur. Aku merasakan sesuatu yang keras itu menyentuh bagian bawahku. Ia menghempasku ke ranjang dan melepas pakaiannya, kecuali boxer briefsnya. Memamerkan well toned abs dan tubuhnya yang seksi. Ada dua tato di tubuhnya. Bertuliskan 'NEVERMIND' di rusuk kirinya dan 'The Most Beautiful Moment in Life' dalam karakter mandarin. SHIIIITTTT!!!! Ia memulai segalanya dan berbisik di telingaku, "Moans for me," dan cowok itu mendapatkan apa yang ia inginkan. "OH MY GOD!" desahku saat aku merasakan perlakuannya di bawah sana. That was so wrong but felt so right. "Stop it, please... Oh God!" "Ride my face, pumpkin. I'll make you drip in cum." SIAL!!! He gave me his teasing smirk. Oh my, he's so hot! This is it! Goodbye my virginity. Ia benar-benar melakukannya. Aku menjerit. Rasanya tubuhku terbelah dua, terkoyak dengan pedihnya. Ia menyadari sesuatu. Sesuatu yang sungguh janggal. Ia mendesah, "Fuck! You're a virgin! Oh, shit!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD