05:RAIN

1734 Words
Orang bilang, jangan menghindari hujan, tapi menarilah di bawahnya. Lantas, apakah ada jaminan jika badai tak akan datang menyusul? *** “Sama Manda kayaknya, Pi. Tadi dia bilang mau nyetir,” jawab Sofi saat sang ayah menanyakan di mana gerangan kunci MPV yang akan mereka kendarai. “Tuh,” celetuknya kemudian. Bunyi starter mobil sampai ke telinga mereka. Ian mengangguk. “Kakak ngapain lagi?” “Ngga ngapa-ngapain, Pi. Cuma mau ambil hape,” jawab Sofi seraya mengangkat ponselnya yang baru diisi daya. “The Pinwheel ngepost video baru tuh.” “Hah? Iya, Pi?” “Ish, ngaku-ngaku penggemar tapi update-annya ngga ditunggu.” “Kakak kan tadi bantuin Mami, Pi. Sebelum ke dapur ngga ada notifikasi kok. Papi aja yang main hape mulu!” “Ayo berangkat. Nanti malah ribet di Bandung, segala telat nyalon jadi Papi yang dimarahin.” “Itu mah Mami. Apa pun yang terjadi, Papilah penyebabnya.” “Padahal Papi nyalon juga ngga.” Sofi tergelak. Ia menyisipkan satu tangannya di siku Ian, sementara tangan lainnya menepuk-nepuk lengan sang ayah. “Curhat, Pi?” “Kakak tuh!” “Kan berarti, Mami bahagia juga karena Papi.” “Pastilah itu. Di mana coba dapet cowok sekeren Papi.” “Iya deh. Ngga ada lawan pokoknya!” “Eldra?” “Tetap Papi dong pemenangnya.” “Akal bulus!” Sofi kian tergelak. “Ketauan banget ya, Pi?” Saat MPV The Dewantara’s mulai melaju, di Dago Atas – Bandung, Eldra justru tengah membuntuti sang nenek. Modusnya minta ajarin bikin es kopi, klasik sekali, tapi ujung-ujungnya si Oma yang repot. “Nih,” ujar Anggita, menyodorkan gelas berisi es kopi s**u ke Eldra. “Makasih, Oma.” “Abang mau makan sesuatu?” “Oma mau Abang masakin sesuatu?” balas Eldra. “Abang mah nawarin doang, nanti nanya-nanya ini di mana itu di mana, padahal Abang yang paling lama tinggal di sini, ujungnya Oma juga yang masak,” repet Anggita. Eldra terkekeh, sementara sang nenek mengulurkan tangannya, mengusap kepala Eldra penuh kasih. “Kerjaan Abang sudah selesai?” tanya Anggita lagi. “Sudah, Oma. Tinggal matiin laptop aja.” “Sana istirahat dulu. Lumayan masih bisa tidur sementara cewek-cewek pada dandan.” “Di sini dandannya Oma?” “Iya. Sambil nunggu kan Oma bisa ngerjain yang lain. Kalau di gedung, belakangan Oma berasa capek nunggu-nunggu gitu.” “Gedungnya kan hotel, Oma. Five stars!” “Biarpun hotel bintang lima. Ngga bisa ngumpul kayak gini juga. Enak di rumah. Lagian acaranya di Bandung, kecuali di Jakarta atau kota lain baru kita ngehotel.” “Iya deh. Abang nanti nikahnya di rumah aja kalau gitu.” “Yang ada bikin repot orang sekomplek. Parkirnya susah.” “Oma gimana sih, serba salah!” canda Eldra seraya tergelak. Anggita mengulurkan tangannya, menepuk pelan lengan Eldra, juga sambil terkekeh. “Ya sudah, Oma jangan kerajinan. Nanti yang muda-muda pada minder,” ujar El lagi. “Abang aja ngga minder-minder.” “Abang malah happy apa-apa dibikinin Oma. Abang mah jujur.” “Jujur kacang ijo.” Eldra terkekeh lagi. “Nanti kalau Abang kebablasan tidurnya, bangunin ya, Oma?” Anggita memberi anggukannya. Eldra merangkul sang nenek, mengecup pelipis Anggita sebelum beranjak ke kamarnya. Yang Eldra tak tau, Anggita masih di sana hingga punggung cucunya menghilang dari titik pandangnya. “Lindungi semua cucu-cucuku, ya Allah,” lirihnya kemudian. *** Tak langsung merebahkan diri, Eldra memilih kembali duduk di depan meja kerjanya. Sembari menyesap es kopi s**u, matanya fokus ke laptop saat notifikasi pesan dari Sofi muncul di bagian pojok layar. Sofi is sending you a link. Senyum tipis penuh makna terukir di wajah Eldra. Telunjuknya menyentuh layar, mengetuk tautan yang terhubung dengan deretan musik karya The Pinwheel di kanal Y0utube. Sofi: El, The Pinwheel post musik baru! Dengerin, El. Bagus bangeeet! Sofi: Aku suka banget sama karya mereka. Karya-karya mereka selalu punya ciri khas tersendiri. Lagu-lagu sebelumnya aja belum bisa bikin aku move on. Sekarang mereka rilis lagu baru lagi. Ya ampun! Happy happy! Eldra tersenyum. Ia belum berniat untuk membalas pesan dari Sofi, melainkan hanya melirik deretan kalimat tersebut dengan ekor matanya. Sementara di bagian atas ruang chat mereka, status Sofi masih mengetik kata. “Ngetik apa sih calon istri? Lama banget,” gumam Eldra. Sudah tiga kali ia melirik tampilan chat room, namun status Sofi tetap saja typing. Fokus Eldra dari mengedit video lainnya untuk postingan berikutnya, jadi terpecah. Sisa minuman segar bikinan Anggita ia sesap hingga suara resresan es batu mengisi ruang. Ia lalu menarik dirinya dari depan layar monitor, meraih ponselnya yang tergeletak, menelungkup di atas ranjang, kemudian menggerakkan kedua ibu jarinya. El: Ngetik apa sih, baby? Kok ngga jadi dikirim? Kini hanya ‘online’ yang tertulis di atas room chat. Tersua kantuk yang mencoba menguasai, kedua kelopak mata Eldra nyaris menutup saat ponsel di genggamannya terasa bergetar. Ia menggeleng, memanggil kesadaran penuh, lalu menyalakan layar gawainya kembali. Sofi: Sambil ngobrol sama Mami, sayang. El: Aku kangen lho. Sofi: Baru dua malam El. El: Oh, kalau baru dua malam ngga ketemu, kamu ngga kangen aku gitu ya? Nunggu dua minggu, dua bulan, atau dua tahun ngga ketemu baru berasa rindu gitu? Sofi: *stiker-jambak-Eldra* El dan Sofi memang suka membuat stiker mereka sendiri dengan berbagai ekspresi. Sofi: Ngga gitu juga maksudnya, sayang. El: *stiker-mewek* Sofi: Kangeeen. Aku kangen kamu. El: Aku ngga suruh kamu bayar untuk bilang kangen aku lho. Sofi: El, aku dikepoin Bian *emoji-menangis* makanya ngga berani texting macem-macem. Resek tau ngga! Eldra malah tersenyum sendiri. Adik bontot Sofi itu memang terkenal usil. Kepo banget sama urusan kakak-kakaknya. Katanya, itu karena rasa tanggung jawabnya sebagai anak cowok satu-satunya, padahal mah memang karena hobi aja bikin Sofi dan Amanda bolak-balik kesal dan ngomel. Sofi: Sudah lihat belum videonya The Pinwheel yang baru? El: Tunggu. Ada yang mau aku tanya. Sofi: Apa? El: Kenapa kamu bilang mereka? Emangnya The Pinwheel band? Sofi: Memangnya musik sebagus itu bisa dibikin satu orang? El: Dunia digital sudah canggih, baby. Menggabung beberapa musik jadi jauh lebih bagus dari komponen terpisahnya, bukan hal yang sulit. Sofi: Asalkan sense bermusiknya jenius! El: Setuju untuk yang satu itu. Sofi: Dan suaranya juga bagus. Meski agak aneh. El: Aneh kenapa? Sofi: Kayak pakai efek ngga sih, sayang? Meski ngga akan sebagus itu juga kalau aslinya ngga suara peri. Sofi: Aku ngebayangin suara aslinya kayak suara kamu. Eldra tersenyum lagi. El: Berarti suara aku ngga kalah bagus dong? Sofi: Bagus banget. Tapi kamu jarang nyanyi. Main piano lumayan sering, tapi nyanyi cuma kalau lagi kepingiiin banget atau kalau ditugasin. Yang terakhir baru mau kalau yang lain sudah ngga ada yang mau. El: Bukan ngga mau, baby. Soalnya aku ngga pernah nawarin diri, jadi yang lain sudah unjuk suara, aku doang yang belum. Ya dipalak. Sofi: Semacam begitu deh. El: So, selain sense of music yang jenius, apa lagi yang bikin kamu segitu senangnya ngerecokin aku kalau The Pinwheel ngepost karyanya? Sofi: Karya The Pinwheel kan kebanyakan instrumental ya, tapi begitu muncul karya lagu utuh selalu pecah banget memang. Sofi: Anyway, mau itu instrumental atau lagu, musik dan liriknya klik aja sama perasaan aku. Nyaman banget aja dengan karya mereka. El: Mereka lagi. Sofi: Kamu tuh, kayak kamu aja The Pinwheel. Tenggorokan Eldra seketika gatal. Ia berdehem beberapa kali. Bahkan membaca kalimat Sofi barusan saja bisa membuatnya serba salah. Sofi: Jangan ya, El. Aku ngga mau kamu jadi pesohor. Jadi apa aja boleh, tapi jangan influencer sosmed atau pesohor. Kini, Eldra mendengus keras. El: Memangnya aku pantas jadi pesohor? Sofi: Lebih dari pantas. Aku aja yang ngga sanggup hidup disorot begitu, El. Aku takut. Ya, Eldra sangat paham apa yang Sofi rasa. Ia pun tau alasan di balik kebencian Sofi menjadi sorotan publik. Sofi: Masuk rest area. Amanda mau beli kopi. Aku juga. El: Langsung ke hotel atau ke sini nanti? Sofi: Ke hotel. Kalau ke Dago Atas dulu, yang ada YangKung dan YangTi ngga mau ikut ke resepsi. El: Oke. I’ll see you there. Kabarin aja kalau sudah sampai. Sofi: Oke, sayang. I love you. El: I love you, baby. Tak lagi ada status ‘online’ di atas chat room. Untuk beberapa saat Eldra menatap percakapan mereka dengan sorot nanar. Ada rasa bersalah yang terus menggerus hatinya tiap kali Sofi menunjukkan rasa sukanya terhadap The Pinwheel. Aneh, bukan? Di saat hasil karya Eldra justru mampu memikat hati perempuan yang selama ini mengisi hatinya, Eldra justru insecure. Ada hal-hal yang masih mengganjal di hatinya, sekaligus menciptakan dinding tinggi yang membuat Eldra kerap kali ketakutan jika dinding itu akan runtuh dalam semalam. The Pinwheel, dikenal sebagai salah satu musisi papan atas dengan sejumlah pelanggan kanal Youtube sebanyak 6,1 juta. Di balik kesuksesan sosok the Pinwheel, tidak ada yang tau siapa yang berada di balik topeng hitam dan hoodie yang selalu ia gunakan dalam setiap pertunjukannya. Eldra, bermain dengan dua peran sekaligus dalam hidupnya. Maafin aku, Sof. Aku masih cari waktu yang tepat buat jujur sama kamu. Ada rasa khawatir, dan takut Sofi menjauh setelah rahasia itu terkuak. Berhubung kantuknya semakin menjadi, kelopak matanya pun kian memberat. Namun, saat akan terlelap sempurna, denting notifikasi dan getar ponsel menarik kesadarannya kembali. Sebuah nomor asing mengiriminya chat pribadi. +628167890xxxx: -link- +628167890xxxx: Hi, Pinwheel. “Siapa sih ini?” gumam Eldra. +628167890xxxx: Surprise! Surprise! Kamu ngga penasaran isi link itu? El: Ini siapa? Anda nyari siapa? El mencoba berpura-pura. Ada keraguan menyelimuti hatinya, namun rasa penasaran jauh lebih besar dan berkali-kali mendorong Eldra mencoba membuka isi pesan itu. +628167890xxxx: Oh, jadi kamu ngga percaya aku tau siapa kamu sebenarnya? +628167890xxxx: Oke, kalau begitu aku kirim saja link ini ke pacar kamu. Ngga susah untukku mendapatkan nomornya. Eldra nekat, ia membuka link tersebut, lalu menonton isi video hingga durasinya berakhir. Seketika itu juga dadanya bergemuruh amarah. Video itu adalah video salah satu cuplikan rekaman penampilan The Pinwheel. Sekilas nampak tidak ada yang aneh. Genggaman Eldra di ponselnya mengerat saat video mencapai detik-detik terakhir. Di mana pelaku menyorot sebuah tanda lahir dengan bentuk yang khas di bagian lengan bawahnya. Ting! Sekujur tubuh Eldra kian menegang saat sebuah pesan masuk lagi. Dari nomor yang sama mengirimkan culikan video untuk kedua kalinya. Kali ini, menampilkan rekaman Eldra yang sedang melakukan aktivitas di luar ruangan. Kali ini Eldra sedang duduk di kafe, tertawa bersama River dan Farzan. Sekali lagi, tanda lahirnya terlihat jelas. +628167890xxxx: I told you, I know who you are! El: Apa mau Anda? +628167890xxxx: Sederhana. Menderitalah! Jangan pernah bahagia! Aku benci melihatmu senang!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD