201:THE HOUSE THAT ALWAYS WAITS

1912 Words

Kita membesarkan mereka untuk terbang, tapi diam-diam, kita selalu menyalakan lampu di beranda. *** “Sini, Bang,” ujar Eldra pada Arga. “Masa tuan rumah jalannya belakangan.” “Tuan rumah tapi bukan tuan tanah,” kekeh Arga seraya mengambil posisinya setelah memindahkan Agha ke gendongannya. Mereka berjalan di depan, melewati sisi toko, menyusuri lorong pendek bertembok batu bata merah yang dihiasi lampu-lampu dinding berbentuk lentera klasik. Aroma kayu segar dan bunga lavender samar-samar menguar di udara, terbawa embusan angin musim panas. Arga mendorong pintu belakang—papan kayu bercat pudar, yang hanya bisa diakses oleh karyawan, pemilik, dan keluarga—membawa mereka ke halaman dalam yang tersembunyi, laksana dunia kecil yang berbeda dari hiruk-pikuk jalanan di depan. Di sana, dua

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD