Bab 2

1662 Words
Bunyi rengekan Davin dan juga udara panas di kamari membuat Icha membuka matanya, dia menggeliat manja di atas ranjang dan melihat jarum jam yang terpajang di dinding kamar. "Astaga sudah jam dua pagi, mampus gue! Kontrak belum selesai gue bikin, bisa-bisa pak Yukki ngamuk lagi dan mecat gue. Gue butuh pekerjaan ini demi Davin," ucap Icha sambil buru-buru bangkit dari ranjang Davin dan menatap Davin yang masih terlelap tidur meski sesekali terdengar rengekan kecil dari mulutnya. Icha menepuk-nepuk pelan punggung belakang Davin agar berhenti merengek dan melanjutkan tidurnya. "Davin sayang, maaf mommy tinggal ya pas Davin lagi sakit seperti ini, mommy harus kerja untuk masa depan kita nak. Cepat sembuh ya sayang, love you so much nak," ucap Icha dan Icha mencium kening Davin dengan lembut dan penuh keibuan. Icha lalu bergegas ke kamar mandi dan bersiap untuk ke kantor melanjutkan pekerjaan yang tertunda. Tujuannya cuma satu, menyelesaikan kontrak sebelum jam 7 dan bekerja dengan giat agar masa depan Davin terjamin. Jam 3 pagi akhirnya Icha sampai di kantor dan dia mencari satpam untuk membukakan pintu ruangan Yukki dan ruangannya. Awalnya satpam kaget melihat sekretaris atasannya membangunkan tidurnya jam 3 subuh tapi satpam itu akhirnya sadar kalau atasannya memang suka memberi perintah aneh ke sekretarisnya. "Pak, bisa tolong bukakan pintu aku mau menyelesaikan pekerjaan kemarin yang belum selesai," ucapku kepada satpam. "Kenapa pagi-pagi bener mbak, ini masih jam 3 loh," kata satpam itu walau sebenarnya dia tau alasan wanita muda itu datang sepagi ini. Icha hanya bisa tersenyum simpul mendengar pertanyaan satpam itu. "Iya pak saya ada sedikit pekerjaan dari Pak Yukki dan harus selesai pagi ini, mumpung saya lagi senggang jadi lebih baik saya kerjakan pagi ini dan setelah Pak Yukki datang saya sudah memberikan pekerjaan itu kepadanya," ujar Icha. Pak satpam mengangguk tanda mengerti dan mengambil kunci untuk membuka pintu masuk gedung perkantoran. Icha tersenyum melihat anggukan bapak itu "Oke mbak, saya akan bukakan pintu kantor. Mbak semangat kerjanya ya, sabar dan tabah menghadapi atasan kita yang galak iti," kata bapak satpam itu dan mereka mulai berjalan menuju pintu utama gedung. Setelah pak satpam membuka kunci, Icha langsung berjalan menuju ruangannya, Icha mulai menghidupkan lampu dan juga komputer. Tumpukan kontrak masih tergeletak berantakan di atas meja kerjanya. Sebelum memulai Icha terlebih dahulu membuka blazer kerjanya lalu meletakkan di atas kursi temannya, Icha menggulung lengan bajunya dan mulai menyemangati dirinya. "Semangat Icha, semua ini demi Davin!" gumam Icha dalam hati. Tanpa banyak membuang waktu Icha mulai mengerjakan kontrak itu, kali ini Icha lebih teliti dan mengulang berkali-kali biar tidak ada lagi kesalahan seperti kemarin. Butuh waktu cukup lama tapi Icha puas karena pekerjaannya sempurna dan Yukki tidak akan menghardik serta memakinya lagi. Icha bisa membela diri kalau apa yang dibuatnya sudah sesuai dengan SOP perusahaan. "Akhirnya selesai!" ujar Icha sambil berteriak bahagia, Icha merentangkan tangannya yang pegal dan memegang belakang lehernya yang pegal. Mata Icha melihat jarum jam di dinding, "Baru jam 6, masih ada satu jam lagi. Lebih baik aku tidur sebentar," Icha mengambil posisi tidur di sofa yang ada di ruangannya. Perlahan-lahan mata Icha tertutup dan rasa lelahnya sejak kemarin perlahan hilang. **** Di rumah keluarga Sagara. Dari lantai atas terlihat Yukki berjalan menuruni tangga sambil melipas lengan kemejanya. Matanya tertuju ke meja makan dan Yukki melihat seorang wanita berusia 55 tahun sedang duduk dengan senyum merekah ke arahnya. "Pagi sayang," sapa wanita yang duduk di meja makan itu kepada Yukki. Yukki hanya menyunggingkan sedikit senyumnya lalu mendekati meja makan. Duduk di kursi yang selalu tersedia untuknya setiap pagi. "Pagi mi," balas Yukki dengan nada datar. Mami Yukki mendengus melihat sikap dingin anak tunggalnya itu. "Ih anak mami dari dulu jutek nya nggak pernah berubah, senyum dong sayang sekali-kali. Kayak gini terus kapan punya istri? Nggak mau apa kasih mami cucu?” kata mami dengan harapan Yukki sedikit lebih mencair. Bukannya tersenyum, yang ada Yukki semakin gerah saat maminya membahas pernikahan. Bagi Yukki menikah itu hanya akan membuat kepalanya pecah. "Sudah ya mi, jangan bahas masalah yang sama setiap pagi. Masalah itu buat moodku memburuk sepanjang hari, aku jadi kesal dan melampiaskan kekesalanku ke siapapun yang membuatku kesal,” ujar Yukki. “Gitu amat sih,” mami meletakkan piring berisi roti bakar untuk disantap Yukki. Napsu makan Yukki keburu hilang dan kabur dari rumah mungkin jalan terbaik untuknya saat ini. “Aku nggak lapar, aku mau langsung ke kantor ada kontrak yang harus aku selesaikan hari ini," ujar Yukki dengan wajah datar. Mami Yukki mendengus mendengar ucapan anaknya itu. "iya iya sama mami sendiri masih juga jutek," kata mami Yukki dengan wajah lesu. Yukki menghela napas lalu mencium kening maminya dan berlalu begitu saja tanpa sedikitpun menyentuh sarapannya. Mami Yukki mengikuti Yukki saat ingin masuk ke dalam mobilnya. "Oh iya nanti siang mami mau ke kantor kamu ya, rasanya sudah sangat lama mami tidak berkunjung ke sana," ujar mami. Yukki tetap dengan wajah datarnya menatap maminya lalu mengangkat kedua bahunya. "Terserah," Yukki melajukan mobilnya dan berlalu meninggalkan mami YUkki yang asyik melambaikan tangannya. Mami Yukki kembali menghela napas beberapa kali, dia bingung bagaimana cara mengembalikan Yukki yang ramah dan baik seperti dulu lagi. Yukki memang tidak bisa menunjukkan kasih sayang kepada siapapun yang disayanginya termasuk maminya sendiri, semua itu bermula setelah kejadian itu. Ya, kejadian yang menewaskan papi dan membuat Yukki koma selama dua tahun. Setelah sadar dari koma dan mengetahui papinya meninggal dalam kecelakaan itu. Yukki berubah total, dia menjadi dingin dan kejam. Yukki sampai di kantor jam 6.50 wib dan dia langsung masuk ke dalam gedung. Tujuannya cuma satu, ingin melihat apakah kontrak yang dibuat Icha sudah selesai atau belum. Yukki berjanji akan langsung memecat Icha kalau sampai kontrak itu tidak juga selesai setelah tenggat waktu yang dibuatnya. Sebelum masuk ke dalam ruangan kerjanya, Yukki melewati ruangan sekretaris dan melihat seorang wanita tertidur dengan nyenyak di sofa. Roknya sedikit tersingkap dan terlihat jelas tidur wanita itu sangat nyenyak. Yukki masuk ke dalam ruangan itu dan membangunkan Icha dengan cara menggoyangkan kaki Icha menggunakan kakinya. Icha yang kadung lelah dan kurang istirahat mengabaikannya dan masih enak tidur dan itu membuat Yukki semakin kesal. Matanya tertuju ke gelas berisi air putih yang tergeletak di atas nakas di samping sofa. Dengan cepat Yukki mengambil gelas itu lalu menyiramnya ke arah kepala Icha. Icha langsung kaget merasakan guyuran air dingin di tubuhnya dan dia langsung terbangun, dia lebih kaget lagi saat melihat Yukki berdiri di depannya sambil memegang gelas kosong. Dengan buru-buru Icha berdiri dari posisinya dan menunduk malu. "Bagus yah, enak sekali kamu bisa tidur di sini. Kamu kira ruangan ini hotel," cecar Yukki dengan nada tinggi. Icha mengaitkan tangannya yang bergetar hebat setelah dihardik Yukki barusan. "Ma … maaf pak saya ketiduran," kata Icha sambil membetulkan rambut yang basah dan berserakan di pipinya. Apa yang dilakukan Icha tadi dilihat Yukki dengan seksama. "Wanita ini manis, body bagus dan juga seksi tapi sayang pemalas," gumam Yukki dalam hati. "Ketiduran?" cela Yukki sambil menatap Icha dari atas sampai ke bawah. Yukki teringat saat tadi malam dia melihat Icha keluar dari gedung menggunakan taksi. "Sekarang itu waktunya jam kantor, sadar diri dan jangan keluyuran sampai malam makanya pas di kantor ketiduran dan hasil kerja kamu tidak ada yang benar," sindir Yukki dengan nada datar. Icha tersentak mendengar ucapan Yukki barusan. Jangankan keluyuran, singgah ke kedai saja dia tadi malam tidak bisa karena Davin sakit. "Keluyuran? Tidak pak aku ..." ucapnya sambil terbata-bata dan juga dia ingin membela diri dari tuduhan kejam Yukki. Yukki mengangkat kedua tangannya agar Icha berhenti mengeluarkan kata-kata yang baginya hanya sebuah pembelaan diri saja. "Sudah, saya tidak mau lagi mendengar alasan wanita malam kayak kamu lagi, di sini kantor bukan hotel tempat kamu bisa tidur seenaknya. Kalau mau tidur di rumah saja,” cecar Yukki tajam. Icha yang sedari tadi menundukkan kepalanya mulai menaikkan kepalanya dan Yukki bisa lihat kalau wanita itu menangis dan berkata lirih. "Saya memang miskin dan butuh pekerjaan ini tapi saya bukan wanita malam pak, saya bukan wanita yang bisa bapak hina seperti tadi!" kata Icha dengan dada sesak lalu Icha berlari ke toilet. Yukki menyunggingkan senyum sinisnya dan membalas ucapan Icha barusan, "Banyak omong, aku lempar dengan beberapa lembar uang pasti dia mau dan mengemis minta lagi, dasar wanita murahan!" ujar Yukki dengan kejam. **** Icha mematut diri di depan kaca toilet dan dadanya masih sesak mendengar penghinaan yang keluar dari mulut Yukki. “Astaga baru kali ini aku dihina dan dipermalukan oleh atasan yang menganggap aku wanita murahan, padahal aku ketiduran karena membuat kontrak itu. Ya Tuhan, tega sekali dia mengatakan itu, padahal aku bekerja demi Davin buah hatiku,” gumam Icha dalam hati. Setelah membasuh muka dan membereskan riasan, merapikan rambut dan mengganti baju yang basah tadi, Icha pun langsung ke ruangan Yukki. "Ada apa bapak memanggil saya?" tanya Icha dengan menyunggingkan senyum ala kadarnya. "Apa saja jadwal saya hari ini?" tanyanya. Icha mengeluarkan tabletnya dan mulai membacakan jadwal yang harus dilakukan Yukki hari ini. "Jadwal bapak hari ini ada meeting dengan bapak Basuki dan menanda tangani kontrak itu pak," ujar Icha sambil menunjuk ke arah kontrak yang sudah tersusun rapi di atas meja Yukki. Yukki kaget melihat kontrak itu selesai tapi ego membuatnya tidak ingin terlihat lemah dengan meminta maaf karena sudah berburuk sangka. "Oke, kamu bisa keluar, saya malas melihat wajah kamu lama-lama di sini," usir Yukki. Icha masih berusaha sabar. “Ya ampun kalau bukan atasan dan aku butuh pekerjaan ini mungkin aku sudah membungkam mulut jahatnya itu dengan heel yang sedang aku pakai,” gumam Icha dalam hati. Lagi-lagi Icha menghela napas dan berjalan keluar dari ruangan kerja Yukki. "Nama kamu siapa, hai wanita malam!" teriak Yukki sengaja. Icha menghentikan langkahnya dan memutar tubuhnya lalu menatap Yukki dengan tatapan membunuh, Yukki pura-pura bersiul dan membuang wajah. "Aku bukan wanita malam pak dan namaku Yurisa Persada, bapak boleh memanggil Icha saja, PERMISI!" ujar Icha dengan nada sedikit tinggi sebelum dia berlari meninggalkan ruangan kerja Yukki. Setelah menutup pintu ruangan, barulah Icha memukul kepalanya beberapa kali karena sudah lancang. “Aku pasti akan dipecat,” ujarnya lirih. **** Tbc Ditunggu vote dan commentnya.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD