Aku terbangun ketika mencium aroma masakan yang sangat wangi. Aku buru-buru duduk, lalu tertegun begitu menyadari aku tidur di sofa. Aku menatap bawah, piyamaku masih di tempat. Kancing teratas juga masih rapat. Aku langsung menghela napas lega. “Untung, aman. Eh, tunggu! Jadi yang tadi itu enggak mimpi? Mas Kian beneran meluk aku?” Aku kembali ingat saat bangun tadi pukul tigaan. Aku bangun dengan posisi dipeluk Mas Kian, lalu aku nekat pindah ke sofa dan dia malah menyusul tidur bersamaku. “Itu beneran, kan? Aku enggak mimpi? Atau malah cuma ngigau?” aku menggeleng pelan. “Ah, pikir nanti ajalah.” Aku segera turun dari sofa, lalu buru-buru keluar kamar. Kini, kulihat Mas Kian sedang sibuk di dapur. Aku termenung di ambang pintu. Aku langsung memegangi d**a kiriku yang mulai berulah.