86. Kian yang Malang

2502 Words

“T-tunggu-tunggu! Jangan bilang … Mas adalah mahasiswa yang nolongin aku? Iya, Mas?” Alih-alih langsung menjawab, Mas Kian malah berdiri. Tangannya terulur, jadi aku segera meraihnya. “Mas—” “Habis ini aku jelasin. Kita di makam, enggak mungkin kita terus di sini lama-lama. Ngobrol kebanyakan juga enggak etis.” “A-ah, oke.” Benar kata Mas Kian. Lama-lama di makam tanpa kepentingan memang rasanya kurang baik. Apalagi membicarakan hal yang sifatnya nostalgia. Mas Kian menatap makam lagi, lalu tersenyum. “Kami pulang sekarang, Pak, Buk. Kami pastikan ke sini lagi sebelum balik ke Jakarta nanti.” “Iya, Pak, Buk. Kami pulang dulu,” lanjutku kemudian. Akhirnya, aku dan Mas Kian keluar dari area makam. Mas Kian terus menggandeng tanganku sampai kami tiba di dekat motor. “Mas! Tadi apa ma

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD