Sabtu siang di Yogyakarta, cuaca mendung tipis tapi udaranya hangat. Naya berdiri di kaki Gunung Api Purba Nglanggeran, mengenakan jaket gunung abu-abu, ransel kecil, dan kacamata hitam kebesaran yang membuatnya terlihat seperti turis nyasar. “Kamu serius naik sendirian, Nay?” Rina melipat tangan, menatap Naya dengan sorot tidak percaya. “Serius lah. Aku butuh angin gunung buat nyapu sisa overthinking,” jawab Naya sambil mengencangkan tali ranselnya. “Kalau di kosan, aku cuma nangis sambil makan mie instan. Itu, kan nggak sehat.” Rina mendecak. “Yaudah, hati-hati. Jangan hilang terus tiba-tiba nikah sama ranger Merapi.” “Kalau rangernya baik, Virgo, dan bisa TF, ya gas,” balas Naya. Mereka tertawa sebelum Naya benar-benar melangkah ke jalur setapak. Besok, Minggu siang, ia akan berte

