> BAB 3 <

1137 Words
Semilir angin pagi mengusik tidur lelapku, sinar mentari masuk membuat pipiku menghangat karna terkena sinarnya. Mimpi semalam masih mengusik pikiranku. Entah mengapa aku bisa sampai bermimpi berhubungan intim dengan Pramuja. Di tambah lagi dia bisa berubah bentuk menjadi ular! semakin membuatku gelisah karna tidak masuk akal. "Astaga! Bagaimana jika aku berjumpa dengannya nanti?! Apakah bisa bersikap tenang?! Tuhan ... semoga saja tidak salah tingkah. Ayolah, Zahra! Semangat dan bersikaplah seolah tidak terjadi apa-apa," bathinku berusaha tenang, meski sebenarnya sangat gemetar, pipiku memanas dan area sensitifmu tiba-tiba berkedut. Keterlaluan! Karna masih mengantuk, aku tetap tiduran di ranjang dan tidak memperdulikan apapun, aku tahu Siska sebentar lagi pasti akan masuk ke kamarku dan membuka jendela seperti biasanya. Tapi biarlah, aku di dalam kamar saja hari ini, aku lelah dan hatiku sedang dalam kondisi buruk. Kudengar seseorang tengah masuk kamarku sambil jalan dengan perlahan, aku bisa menebak kalau orang itu pasti adalah Siska. Dia selalu usil dengan tidur di sampingku, kemudian menggelitiki badanku agar bangun. Huh .... Terserahlah! Aku lelah. Sesuai dugaanku, ranjang di sisiku bergerak, sebuah tangan terulur dan memeluk tubuhku dari belakang. Pelukan itu semakin lama semakin erat, tapi yang membuatku bingung, entah kenapa perasaanku terasa aneh. "Siska, jangan menggangguku! Aku lelah. Bilang pada Papa bahwa aku mogok makan hari ini, nafsuku tidak ada," ucapku malas. Sementara Siska sama sekali tidak perduli dan malah memelukku lebih kencang, pelukan yang disertai remasan. Aku yang merasa heran dengan sikapnya langsung saja menoleh ke arahnya. "Sudah kubilang, Siska!! Jangan menggang--" ucapku terhenti. Pemandangan di sampingku benar-benar membuatku gelisah sekaligus terpesona, dia sangat tampan dan ... tatapannya seakan mampu mencumbuku, kedua mataku membulat dengan sempurna, jantungku berdetak jauh lebih cepat dari biasanya, bibirku bergetar dan seakan-akan sulit buat mengucapkan kata-kata. "K-kau?! Ke-kenapa kau ada di sini?!" seruku gagap. "Tuan Prabu menyuruhku buat memeriksamu, Nona, beliau sangat khawatir karna kau tidak turun buat sarapan, maka dari itu aku kesini memeriksa tubuhmu, dan sepertinya ... Kau baik-baik saja," jelasnya sambil menggerayangi badanku. Aku terkesiap merasakan sentuhannya. "Ah ...." "Nona," panggilnya mengagetkan aku dari lamunan, sejenak aku terhanyut dalam rayuan tangannya. "Eh!! Kurang ajar!! Berani sekali kau menyentuhku!! b*****h!! Lepaskan tanganmu!" teriakku sinis. "Kalau aku tidak mau! Apa yang akan kau lakukan, Nona Zahra?" desah pria pemilik nama Pramuja, membuatku semakin gelisah. "Aku akan membunuhmu!" ancamku tidak main-main. "Haish ... Aku ketakutan," jawabnya tersenyum geli. Wira Pramuja semakin mempererat pelukannya, kali ini bahkan kedua tangan dan kakinya sudah berhasil membelenggu diriku. "Uh ... lepaskan, Aku!!" protesku sambil menggeliat di atas ranjang. Bukannya lepas pelukan Pramuja justru semakin erat. Tenaga Wira Pramuja benar-benar sangatlah kuat. Tanganku terulur buat mencari sesuatu di meja, tapi tidak ada. Sial!! sungguh aku ingin menghantam wajah penuh nafsunya itu dengan keras agar dia mau menjauh tapi tidak bisa, aku tidak berdaya. "Jangan memberontak, Zahra ... atau kau akan menyesal," ancamnya yang tiba-tiba saja membuatku takut. Entah terbuat dari apa dia?! Dengan sekali gertakan saja badanku menggigil ketakutan. "A-aku mau keluar! Pa-papa pasti sudah menungguku di bawah," ucapku gemetar. "Kau akan keluar setelah dapat ciuman manis dariku, Sayang," godanya dengan tatapan nakal. "A-aku tidak sudi menerima ciumanmu, Pramuja. K-kau sangat menjijikkan," protesku tidak suka. Mimpi semalam masih membayang di kepalaku. "Kalau kau tidak mau, kau tidak boleh keluar dan biarkan Papa kesayanganmu itu kepalaran," ucapnya sukses membuatku khawatir. Papa tidak pernah makan sesuatu sebelum aku makan duluan setelah bangun tidur. "Kau--" "Tampan sekali, bukan?!" sahut Wira Pramuja sambil mendekatkan wajahnya ke wajahku. "Cium aku, sekarang!" perintahnya tajam. Hatiku berdebar-debar tidak karuan. Tubuhku gemetar dan pikiranku melayang pada Papa yang saat ini pasti sedang menantikan diriku buat sarapan. Dengan perlahan tapi pasti, aku mendekati wajah Pramuja dan mencium bibirnya dengan pelan. Dengan senyum penuh kemenangan, Pramuja membalas ciumanku dengan perlahan dan lama-lama menjadi ganas. "Hem ... gadis pintar," racaunya membuatku kesal. "Uh ... kalau bukan karna Papa, sudah kubunuh, Kau!" jawabku di sela-sela ciumannya. Wira Pramuja hanya tersenyum penuh arti, tatapan matanya entah kenapa mampu membuat badanku melemas. "Apa kau yakin, nona Zahra? Kau mau membunuh seorang pria seperti Wira pramuja? Jangan bermimpi, Sayang," ucapnya sambil lidahnya terus menjilati bibirku. Perasaanku jadi aneh, aku tidak berdaya melawan nafsu liarnya. Entahlah?! Meskipun dia adalah orang suruhan Papa, jika bersamanya seolah-olah akulah yang jadi pelayannya. Sialan! "Sudahlah ... Aku sudah menjalankan perintahmu, Tuan Pramuja. Jadi biarkan aku keluar, Papa pasti sudah menunggu dengan lapar!" pintaku salah tingkah. "Baiklah! Kau boleh keluar, Sayang," perintahnya dan tak lama kemudian mencium bibirku lagi dengan tekanan yang lebih kuat dan panjang. Setelah lepas dari belenggu tangannya, aku bangkit dari ranjang dan mengusap bibirku dengan kasar. "Dasar menjijikkan," dengusku sambil membanting pintu kamar mandi dengan keras. Kudengar hanya ada suara tertawa dari Pramuja, rupanya dia suka melihatku marah, dasar jelmaan!! ************ Dengan senyum penuh keteduhan, Papa duduk di meja makan, beliau menatapku dengan penuh kasih sayang. Sebaliknya akupun juga menatapnya penuh kelembutan. "Tumben lama, Sayang. Kemana Pramuja?" tanya Papa membuatku mual. "Saya di sini, Tuan," sahut seseorang dengan suara lebih lembut dariku. "Nak ... kemarilah! Kita makan bersama," ucap Papa membuatku terkejut. Bukankah Pramuja cuma seorang penjaga? Kenapa makan satu meja bersama kita?! Kalau pelayan lain sih, tidak masalah, bahkan aku sering meminta mereka, sementara Pramuja?! Huh .... "Kenapa dia makan bersama kita, Pa?" tanyaku tidak suka. Bukan karna apa-apa, Papa biasanya menyuruh para karyawannya makan di tempat lain agar bisa makan sebanyak yang mereka mau. Kalau mereka makan bersama kita. Sudah pasti akan merasa sungkan dan makan sedikit. Papa tidak mau itu terjadi, makanan kami pun sama seperti makanan yang mereka makan, tidak ada perbedaan, bahkan ruang makannya pun juga sama bagusnya, Papa dan aku tidak pernah membeda-bedakan status. Tapi kalau soal Pramuja .... Aku tidak terima, dia benar-benar sangat menjengkelkan. Bikin nafsu makanku hilang! Keterlaluan!! "Pa, kenapa dia harus makan di sini?! Kenapa tidak makan bersama yang lain saja?!" ulangku karna pertanyaan yang tadi diabaikan oleh papa. "Zahra! Papa tidak menjawab itu tandanya tidak suka! Jaga bicaramu," ucap Papa tidak suka dengan tingkahku. "Tapi pa--" "Cukup, Zahra. Kau paham, kan?" sahut Papa, membuatku bungkam. "Tidak apa-apa, Tuan. Pram makan bersama para pelayan saja," ucap Pramuja sopan. Entah kenapa dia berbeda jauh dari saat di kamarku tadi, di hadapan papa Pramuja seolah tak berdaya, sementara di kamarku tadi?! Dia berkuasa, awas kau ya!! "Duduklah!" perintah papa, tajam. "Tidak perlu, Tuan. Tidak apa-apa," jawab Pram, tersenyum lembut menatap Papa. "Astaga! Mengapa sikapnya berubah?! Jika bersamaku dia bersikap seolah-olah akulah pelayannya, jika di hadapan papa, dia bersikap seperti orang yang tidak memiliki dosa. Menyebalkan! sangat menyebalkan," bathinku jengkel. "Tidak Pram, kamu makan di sini saja, bersama Papa. Dan satu lagi! Jangan panggil Aku, Tuan, kau putraku," ucap Papa membuat kedua mataku membulat sempurna karna terkejut. "Apa?! Putra?!" "Iya nak, Pramuja adalah putraku," jelas Papa membuatku jatuh tersungkur dan pingsan. ****** Jangan lupa tekan Love and Follow, Sayang ... papay, muaaacchhhh .... TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD