Bab 9

1286 Words
Rafael terlihat fokus mengemudikan sebuah mobil yang melaju di jalanan kota Jakarta, di kursi sampingnya saat ini duduk Gina Mawardi yang menatap keluar jendela mobil memperhatikan pemandangan di luar. Sepanjang perjalanan menuju kediaman Andiguna Mawardi sama sekali tidak ada percakapan diantara mereka berdua. Hanya kesunyian yang menemani perjalanan tersebut karena dua insan itu fokus dengan pikiran mereka masing-masing. Mobil yang dikemudikan Rafael akhirnya memasuki salah satu kompleks perumahan elit di daerah Jakarta Selatan. Satpam yang melihat Gina yang berada di dalam mobil dan sudah mengenalinya sebagai penghuni kompleks tersebut tentu saja langsung membukakan portal bagi mereka. “Nomor berapa rumah kalian?” Tanya Rafael yang akhirnya memecahkan keheningan di antara mereka berdua. “Berhenti di depan sana aja dok,” ujar Gina sambil menunjuk ke arah belokan pertama di depan mereka. Rafael yang tengah mengemudikan mobil langsung melirik kesal pada Gina. “Saya tanya nomor berapa rumah kalian Gina Mawardi,” ucap Rafael dengan nada tegas. “Nggak perlu mengantar saya sampai di rumah, dari sini sudah cukup dekat dengan rumah saya dokter,” jawab Gina ya ng tetap bersikeras tidak ingin pria itu mengantarnya sampai ke rumah. Masalahnya Gina tadi beralasan pada Mamanya kalau ia pergi ke rumah Cika. Jika saat ini ia pulang dengan di antar Rafael, tentu saja akan sulit untuknya menjelaskan pada Mamanya nanti. Rafael memilih mengalah dan segera menghentikan mobilnya di tempat yang ditunjuk Gina. “Makasih Dok. Saya harap setelah ini kita tidak memiliki urusan apapun Dok, jadi semua masalah yang terjadi kita anggap selesai saat ini.” Setelah mengatakan itu Gina langsung membuka pintu mobil dan segera keluar dari sana. Begitu keluar dari mobil Rafael, ia kemudian berjalan pergi tanpa berbalik sama sekali. Rafael yang berada di dalam mobil hanya diam menatap punggung Gina yang berjalan menjauh dan akhirnya menghilang di belokan. Rafael masih terdiam tanpa berniat pergi dari tempat tersebut walau Gina sudah benar-benar pergi. Ketika melihat punggung Gina yang berjalan menjauh tadi, Rafael baru mengingat saat pertama kali ia bertemu dengan gadis itu di panti asuhan Yayasan yang dikelola oleh Chilla. Saat itu ia merasa bhawa Gina nampak tidak asing baginya, dan hari ini ia kembali merasakan yang sama. Ingatan Rafael kemudian kembali pada malam pesta pernikahan Chilla dan Antoni. Saat itu ia ingat bahwa dirinya berusaha mengambil sebuah kue yang berada tidak jauh dari jangkauannya, namun Gina dengan cepat mengambil duluan kue tersebut dan menggantinya dengan kue lain karena kue yang ingin ia ambil adalah kue matcha. “Kenapa dia bisa tahu kalau aku nggak suka Matcha?” gumam Rafael yang mulai merasa ada yang janggal dengan sikap Gina Mawardi. Ia mulai yakin bahwa wanita itu menyembunyikan sesuatu yang tidak ia ketahui. ***** Gina menghela nafas lega ketika akhirnya ia sampai di depan gerbang rumah orangtuanya. Mungkin karena sudah meminum obat sebelum pulang tadi, tubuhnya jadi terasa lebih baik sehingga ia masih mampu berjalan kaki sebentar menuju rumahnya. Gina segera mendekati pintu gerbang dan menekan bel rumah yang ada di samping pintu. Setelah lima menit menunggu, akhirnya gerbang di hadapan Gina dibuka dari dalam. “Ternyata Non Gina,” ujar satpam yang membukakan gerbang untuknya. Gina tersenyum tipis sambil berjalan masuk ke dalam rumahnya. “Malam Pak.” “Ke sini pake apa Non?” Tanya satpam tersebut karena melihat tidak ada kendaraan yang sepertinya mengantar Gina. “Naik taxi tadi pak. Saya langsung masuk ya,” ujar Gina berpamitan. Ia kemudian segera berjalan menuju rumah. Saat ini tubuhnya benar-benar memerlukan sebuah kasur untuk berbaring, karena ia merasa begitu kelelahan. Sampai di dalam rumah, keadaan dan suasana rumah nampak begitu sepi. Ia yakin orangtuanya pasti sudah makan malam dan saat ini sudah beristirahat di kamar mereka. Gina tentu saja langsung berjalan menuju tangga untuk pergi ke lantai dua tempat kamarnya berada. Ia benar-benar sudah tidak memiliki mood untuk makan malam dan hanya ingin segera sampai ke kamarnya dan langsung berbaring di ranjang. Tidak butuh waktu lama bagi Gina untuk sampai di kamarnya. Begitu menutup pintu kamar, ia langsung berjalan ke arah meja riasnya dan meletakkan kantong kresek berisi obat dari rumah sakit, setelah itu barulah ia membuka jaket yang ia kenakan. Pandangan Gina kembali tertuju pada obat-obatan yang baru saja ia letakkan tadi. Tangannya perlahan bergerak menyentuh obat tersebut dengan sudut bibir yang tersenyum kecil, seakan kenangan lama kembali berputar di dalam ingatannya. ***** (Enam Tahun Lalu) Seorang gadis dengan raut wajah sumringah dan bahagia terlihat berlari kecil dengan tangan yang memegangi sebuah tas berisi kotak makan. Saat ini gadis itu berada di area Universitas Gadjah Mada dan tengah berjalan menuju area fakultas kedokteran. “Wah Gina, jadwal rutin ya ngunjungin FK,” ujar seseorang yang berpapasan dengan gadis itu. Gadis yang dipanggil Gina itu memberikan anggukan semangat. “Iya dong, jadwal rutin yang nggak boleh ditunda pokoknya,” jawabnya. Gadis itu kembali melanjutkan langkahnya menuju taman di area fakultas kedokteran. Di jam ini biasanya orang yang ia cari itu suka membaca buku di area sudut taman sambil menunggu kelas berikutnya. Langkah Gina langsung terhenti ketika akhirnya menemukan sosok yang dicarinya. Seorang pria yang tengah asyik duduk di bawah pohon rindang sambil membaca sebuah buku di tangannya. “Kak Rafa,” teriak Gina sambil berlari kecil ke arah tersebut. Mendengar namanya di panggil, membuat pria yang tengah menikmati waktu sendirinya itu langsung menoleh ke arah sumber suara tersebut. “Kak Rafa udah di sini dari tadi?” Tanya Gina setelah berdiri di hadapan pria itu dengan senyuman yang tidak luntur di wajahnya. “Udah berapa kali dibilangin untuk jangan keseringan ke sini. Emang kamu sendiri nggak ada kuliah apa?” Tanya pria yang dipanggil Rafa itu. Ekspresi wajahnya nampak dingin dan datar menatap Gina Seakan tidak mempedulikan kalimat datar yang dilontarkan pria itu padanya. Gina segera duduk di rerumputan samping pria itu lalu mengeluarkan kotak makan dari dalam tas yang dibawanya. “Kan udah aku bilang kalau tiap hari ini aku nggak ada kelas, jadi aku bisa seminggu sekali nganterin makan siang buat Kak Rafa.” “Nggak ada kelas bukan berarti nggak ada tugas kan. Dibandingkan melakukan hal yang nggak penting kaya gini, harusnya kamu gunain waktu ini untuk menyelesaikan pendidikan kamu. Apa kamu nggak tahu masih banyak orang-orang di luar sana yang ingin bisa berkuliah seperti kamu tapi nggak punya kesempatan dan biaya, tapi kamu yang dikasih kesempatan malah menyia-nyiakan hal itu.” Raut wajah Gina langsung cemberut mendengar omelan dari pria yang duduk di sampingnya ini. “Emang kenapa sih kak, kan cuma seminggu sekali aja aku nemuin kakak. Kalau nggak kaya gini, yang ada aku nggak akan berhasil buat bikin kakak balas perasaanku.” Pria itu menghela nafas berat sambil menatap jengah pada gadis di sampingnya ini. Ia benar-benar tidak mengerti dengan pola pikir gadis itu. “Kamu bilang seminggu sekali? Apa kamu lupa waktu itu kamu bolos kuliah hampir seminggu penuh hanya untuk melihat kegiatan sosialisasi yang aku lakuin di beberapa mall di Jogja? Lalu kamu juga pernah nggak ikut kegiatan mahasiswa karena nyusulin aku yang pergi jadi relawan di Solo.” Gina menggaruk belakang lehernya sambil memberikan cengiran kecil. “Ya maaf kak, habisnya aku selalu seneng tiap ngelihat kakak meriksa pasien ataupun berbicara di depan banyak orang. Di situ Kak Rafa kelihatan keren dan berkali-kali lipat gantengnya,” puji Gina. “Pujian kamu sama sekali nggak mempan Gina. Lebih baik sekarang kamu pergi dan ngerjain tugas-tugas kuliah kamu,” perintah Rafa dengan nada tegas. Raut wajah Gina nampak keberatan mendengar hal itu. Namun, ia akhirnya hanya bisa menghela nafas panjang melihat tatapan penuh peringatan dari Rafa. “Ya udah aku balik dulu deh kalau gitu,” ujar Gina dengan nada memelas dan raut wajah yang terlihat begitu kecewa. Gadis itu akhirnya berdiri dan berjalan dengan langkah lesu meninggalkan Rafa yang hanya diam melihat punggung Gina yang berjalan menjauh darinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD