Marriage Of Two Worlds 12

1550 Words
Sudah 5 hari lamanya Barbara terkurung di hotel. Yang dilakukannya hanya bergelung di ranjang atau tidak menonton Tv. Tidak ada kegiatan yang mengasikan, karena setiap kegiatannya pasti ada flash kamera yang mengarah padanya. Ini bagaimana bisa wartawan di luaran sana masuk ke hotel dengan mudah? Bukankah hotel ini sudah di booking oleh Aarav? Harusnya mereka tidak bisa naik ke lantai ini kan. "Kau tidak ingin bergerak dari ranjang?" tanya Aarav yang melihat Barbara terus bergelung dengan selimutnya. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 14.15. Barbara mandi hanya sekali dan itu pun sore hari. Mana mau wanita itu mandi pagi dengan alasan dingin, padahal ada shower air panas. "Tidak. Sepertinya ranjang akan menjadi temanku untuk beberapa waktu ke depan." Aarav hanya menggelengkan kepala, "Apa kau tidak merasa kepanasan?" "Tidak." "Ayo berenang." Barbara yang mendengar itu berdecak. "Terima kasih, aku lebih baik seperti ini." "Selama 5 hari ini kau tidak ada pergerakan Ara." "Kata siapa? Kalau makan dan mandi, aku slalu bergerak." Yah memang, sebenarnya Barbara juga sudah bosan. Dia bukan tipe wanita yang akan berleha-leha di rumah. Barbara sudah biasa melakukan kegiatan di luar rumah. Tapi karena sekarang kondisinya berbeda membuat Barbara harus mengubah pola hidupnya sedikit. Ternyata hanya rebahan saja itu enak sekali. Ada kegiatan baru jika di rumah nanti. "Itu bukan kegiatan, ayo cepat kita berenang." ujar Aarav sambil menarik selimutnya. "Tidak mau Aarav." "Cuacanya enak untuk berenang." "Kalau kau mau berenang, silakan saja, aku mau tidur." Barbara menarik kembali selimutnya lalu menutup kepalanya. Aarav menggelengkan kepalanya. Akhirnya dia pergi seorang diri ke arah kolam renang. Mungkin Barbara merasa terganggu karena sering kali setiap dia keluar dari kamar menuju balkon ada beberapa flash kamera yang mengarah padanya. Barbara mana mau hidupnya terekspose begitu saja. 5 hari terkurung di Hotel memang membuat Aarav ikut jenuh. Namun mau bagaimana lagi, akan keluar dari Hotel saja rasanya sulit. Semakin hari wartawan semakin memenuhi Hotel. Barbara bahkan sempat mengatakan untuk kabur dengan caranya tapi mana mungkin Aarav melakukanya. Itu terlalu berbahaya untuk keduanya. Barbara menatap Aarav yang sudah masuk ke dalam air. Terlihat segar namun Barbara benar-benar merasa malas untuk beranjak. Dia bosan. Dia ingin melakukan kegiatannya seperti biasanya. Barbara sudah berpikir, sepertinya kabur dengan caranya itu lebih baik dari pada terkurung di hotel. Mau berapa lama lagi mereka terkurung seperti ini? Menghela napas, tidak tahu, pokonya jika Wartawan masih terus seperti ini, Barbara akan kabur. *** "Ya Tuhan, Bar. Aku tidak habis pikir kenapa dulu kau menolak Aarav? Kalau tahu keadaanya seperti ini, aku ingin menggantikan mu. Ini bukan Rumah tapi Istana." "Istana setan!" "Jangan bicaramu itu, bagaimana jika Aarav mendengarnya? Bersyukurlah karena kau wanita beruntung yang di jadikan Istri oleh Aarav. Wanita di luaran sana pasti merasa iri dengan hidupmu. Kau mendapatkan kemudahan Barbara, saat kau menginginkan sesuatu akan ada tersedia tanpa repot-repot melakukannya seorang diri. Sekarang hidup mu sudah terjamin, kau tidak perlu kerja mencari uang untuk makan." Barbara memutar bola matanya. Dia menegak kaleng bir nya dengan rakus. Perkataan Sharon memang ada benarnya tapi jika harus melebar ke urusan pribadi hal itu yang membuatnya terganggu. Barbara sampai nekad untuk kabur meninggalkan Aarav seorang diri. Barbara tidak peduli apa yang Aarav lakukan tapi dia sudah tidak betah tinggal di Hotel. Tapi ternyata Aarav mau kabur bersama dengannya walaupun harus mengalami drama terlebih dulu. 2 hari di rumah dan masih dalam keadaan terkurung. Akhirnya Barbara menelpon Sharon untuk datang ke rumah. Barbara sudah memberi tahu Aarav jika dia akan mengundang temannya. Salah siapa Aarav melarangnya keluar rumah. Beruntung Wartawan tidak ada yang berani datang ke rumah Aarav. Setidaknya Barbara bisa bernapas lega. Sharon berdecak kagum melihat tempat tinggal baru Barbara. Padahal baru kemarin mereka ke sana kemari bersama, baru kemarin mereka berlari di kejar polisi akibat parkir liar, baru kemarin mereka berlari di kejar petugas Minimarket akibat membayar uang kurang dan baru kemari mereka bahagia bersama tapi dalam satu hari semuanya berubah. Status Barbara sudah menjadi istri orang. Sharon hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk sahabatnya. "Aku pergi dulu, jangan kemana-mana tanpaku." Sharon membuka mulutnya tidak percaya melihatnya. Setelah menikah, aura Aarav semakin terlihat tampan. "Mau kemana?" "Ada meeting mendadak, mungkin aku pulang malem." "Oke. Hati-hati." Sharon menahan napas saat melihat pria itu mencium kening Barbara. Muka Sharon memerah, dia memang sudah biasa melihat hal itu, bahkan sudah sering melihat lebih dari itu namun entah kenapa melihatnya sekarang merasa berbeda. Dan Barbara pun sama sekali tidak menghindar. Sungguh mengejutkan. Aarav melirik ke Sharon lalu mengangguk. Tangannya terangkat mengacak rambut Istrinya sebelum pergi berlalu bersama beberapa anak buahnya. "Mau pergi kemana suamimu?" "Tidak tahu. Dia bilang akan meeting tapi aku tidak peduli." "Loh, kau ini istri macam apa?" "Walaupun aku istrinya, apa aku harus tahu semua kegiatannya?" Barbara menatap punggung Aarav yang sudah pergi menjauh. Ingin tahu sebenarnya akan pergi kemana pria itu tapi harus dia urungkan mengingat ada Sharon di rumah. Barbara mengangkat bahu tidak peduli. Biarkan saja, nanti juga pulang sendiri pikirnya. "Permisi Nyonya." Seorang art datang. "Berapa kali aku katakan, aku tidak menyukai panggilan itu." Art itu meringis. "Maafkan saya, Nona." Serba salah. Aarav meminta semua pekerja yang ada di rumah memanggil Barbara Nyonya tapi yang di panggil menolak. "Sudah, jadi ada apa?" "Itu, dia depan ada Nyonya Dania." "Ck! Mau apa lagi sih wanita itu?!" "Siapa?" tanya Sharon. "Wanita gila." "Bilang padanya, aku akan menemuinya sebentar lagi." ujar Barbara pada Art tersebut. "Baik, Nyo— Nona." Art tersebut pergi. "Temui sana." kata Sharon. Barbara memijat keningnya, bisa-bisanya wanita itu kembali datang. Mau apalagi dia? "Aku merasa tidak mengerti dengan wanita gila itu. Kenapa dia yang sibuk kesana kemari? Ini pernikahanku dengan Aarav, harusnya aku yang bersikap berlebihan, bukan dia." "Anggap saja, dia setan dalam rumah tangga mu." "Sialan!" Sharon tertawa. Barbara bangkit berjalan ke arah ruang tamu. Sekarang Barbara sudah tahu dimana letak setiap ruangan. Tak perlu merasa takut tersesat lagi walaupun kadang kala lupa tempat tapi akhirnya tetep sampai juga di tempat. "Dania itu fungsi di keluar Aarav untuk apa?" "Mana aku tahu. Dari hari pertama aku datang, dia sudah membuat masalah." "Aneh sekali rasanya, bukan siapa-siapa tapi ikut campur dalam urusan orang." "Setuju sekali. Siapapun dia, cepat atau lambat aku pasti mengetahuinya." Mereka sudah sampai di ruang tamu, terlihat sosok wanita anggun duduk dengan elegan. Barbara menatap Dania yang juga menatapnya. "Ada apa?" Dania bangkit, "Aku datang kemari hanya ingin memperingati mu. Jangan pernah berani menguasai Aarav karena hal itu tidak akan pernah terjadi." "Kenapa? Aarav suamiku, tidak ada masalah jika aku menguasai dia." Sharon menatap Dania dengan kening berkerut. Wanita itu sudah gila. Bagaimana bisa melarang Barbara menguasai Aarav? Sedangkan Barbara sudah jelas statusnya. Aku semakin penasaran, fungsi dia di keluarga Aarav apa. Seharusnya Ibu Aarav yang bertingkah bukan orang lain ujar Sharon dalam hati. "Tidak boleh! Pokonya kau harus mengikuti apa kataku, jika kau ingin selamat." "Memangnya kau siapa bisa mempermainkan ke selamatan ku?" Dania menatap marah pada Barbara. Akhirnya dia tahu kenapa wanita itu berubah. Karena memang itu bukan Bianca melainkan kembarannya Barbara. Dania sudah tidak ada urusan lagi dengan Bianca karena sekarang urusannya dengan Barbara. Barbara wanita yang tangguh, dia tidak akan pernah gentar hanya karena gertakan darinya. "Aku hanya memperingati mu jangan pernah membuat Aarav berubah." "Aarav berubah memang ada sesuatu yang mesti di rubah. Kau itu siapa, kenapa kau berani mengancam ku?" "Kau akan kalah jika bermain denganku. Leroy tidak akan segan-segan melakukan apapun demi aku, jadi berhati-hatilah." "Terserah mu saja. Semakin kau menunjukan taring mu, semakin itu pula kebusukan mu akan terbongkar. Tenang saja aku tidak akan melukai mu, hanya saja ini peringatan, jika kau berani nyentuh orang-orang di sekitar ku. Saat itu juga aku tidak akan segan memperlakukan mu lebih dari yang kau lakukan." "Kamu mengancam ku?" "Tidak ada ancaman. Dari awal kau lah yang mengancam ku." Dania mengepalkan tangannya kuat. Lihat saja apa yang akan dia lakukan pada wanita ini. Beberapa hari lalu, wanita ini sudah membuat malu keluarga Rochester akibat accident yang terjadi. Bahkan menjadi bahan sorotan publik sampai mengakibatkan agensinya harus menutupi rapat tentang peristiwa itu. Baru kali ini keluarga Rochester di permalukan dan itu oleh menantunya sendiri. Belum lagi saat acara pernikahan, Dania benar-benar sangat malu. Barbara wanita berbahaya yang kapan pun bisa merusak semuanya. "Ingat?! Aarav pasti akan meninggalkanmu suatu saat nanti." "Sebelum hal itu terjadi aku akan membuat Aarav mencintaiku sampai dia enggan meninggalkan ku. Dan berhenti untuk menghubungi Aarav dengan mengirim foto tidak senonoh mu itu." Barbara tersenyum mengejek. Heran dengan Dania yang tidak ada kapoknya. Barbara oke saja jika harus di ajak berdebat, bahkan lebih dari itu dia mampu meladeninya. Hanya saja Barbara tidak suka dengan ucapan yang keluar dari mulut wanita itu, yang seakan-akan memang hidupnya Aarav gampang di kendalikan. Jika memang Aarav gampang di kendalikan Barbara akan mencari tahu apa yang terjadi pada suaminya itu. Dania tanpa menjawab pergi berlalu. Dia harus menyusun rencana, jangan sampai apa yang sudah di susun sejak lama hancur seketika. Dania yakin masih banyak peluang untuk menjadikan Aarav suaminya. Sebelum hal itu terjadi, dia harus menyingkirkan wanita itu dari kehidupan Aarav. Bahkan Dania rela menjadi p*****r seseorang demi mendapatkan Aarav. "Hati-hati, jangan sampai ucapan mu malah menghancurkan mu." ujar Barbara menyeringai. Bahkan Sharon yang mendengar percakapan dua wanita itu menggelengkan kepala. Tidak habis pikir bagaimana wanita itu bersikeras memperingati Barbara. Dia salah melawan, Barbara mana bisa kena mental hanya dengan peringatan seperti itu. Hidup di jalanan lebih keras di banding peringatan murahan seperti itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD