Bab - 20

1987 Words
Sudah hampir tiga hari mereka menginap di hotel. Tapi sayangnya tak ada yang terjadi di antara mereka. Semuanya masih tetap sama, dengan perasaan mereka masing-masing. Rendra yang masih berharap akan kepulangan Michelle, dan Mawar masih belum tertarik akan sebuah pernikahan. Meski pada dasarnya gadis itu sudah menikah, dan menyandang status sebagai seorang istri. Pagi itu rencananya mereka akan check out dari hotel, dan akan kembali ke rumah Mawar. Sudah cukup mereka tinggal berdua di dalam kamar yang sama. "Udah belum?" tanya Rendra saat dirinya menunggu Mawar yang sedang mengemasi pakainya. "Udah." Lalu dua manusia itu berjalan keluar dari hotel. Dengan jarak dua meter, dengan formasi Rendra di depan dan Mawar di belakang. Saat mereka tiba di basement, mata Rendra melihat sahabatnya hendak masuk ke dalam mobil. "Max!" panggil Rendra. Max, laki-laki itu mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam mobil, dan berjalan menghampiri Rendra dan Mawar. "Udah mau balik sekarang?" tanya laki-laki itu dengan mata yang terus menatap ke arah Mawar. "Iya, udah cukup gue liburan," balas Rendra sambil tersenyum. "Tiga hari, udah dapet berapa ronde, Ren?" Lagi-lagi Max penasaran dengan kehidupan ranjang sahabatnya. Dia bahkan secara terang-terangan menanyakan hal itu di depan sahabatnya - Rendra, dan Mawar. "Astaga, ga ada pembahasan lain apa?" tanya Rendra kesal. "Ga ada! Gue kepo nih, Lo tiga hari berapa ronde, Ren?" "Rahasia!" ucap Rendra sambil masuk ke dalam mobil. Lalu Mawar pun berjalan memutari mobil, lalu membuka pintu mobil bangku tengah. "Lo duduk di mana?" tanya Rendra penasaran. "Di sini," jawab Mawar sambil memasukkan kepalanya, dan menepuk-nepuk jok tengah. "Enak aja! Duduk di depan! Lo kira ini grab apa?" bentak Rendra. Akhirnya Mawar pun menurut, dan duduk di depan, di samping sang suami. Mobil pun melaju menuju jalanan, meninggalkan Max yang masih terdiam, sambil memandangi mobil milik Rendra hilang dari pandangannya. "Bagaimana pun juga, gue harus depatin Mawar! Gimana pun caranya!" Tekad Max semakin kuat untuk merebut istri sahabatnya. Selama dalam perjalanan menuju rumah Desri, Mawar dan Rendra sama-sama terdiam. Keduanya menutup mulut dengan sangat rapat, saling berlomba untuk memenangkan juara orang yang tidak mengajak bicara duluan. Hingga mobil berhenti di depan rumah sederhana. Rumah yang memiliki banyak kenangan bagi Mawar, rumah yang selalu memberinya kehangatan, rumah yang selalu menjadi tempat kembalinya saat dirinya lelah, rumah yang selalu menjadi tempat berteduhnya dari panas dan hujan. Tentu saja, rumah itu akan sangat hangat bila ada Desri di dalamnya. Ada seorang ibu yang sudah mengandung, melahirkan, lalu merawat dan membesarkannya hingga sekarang. Mawar terdiam, memandangi rumah itu dengan tangan masih menggenggam erat koper. Rendra yang menghentikan langkahnya, saat tau jika Mawar malah bengong. "Kenapa? Buruan masuk!" ucap Rendra sambil menatap ke arah Mawar. Tanpa bicara lagi, Mawar langsung masuk ke dalam. Sesampainya di dalam, Rendra dan Mawar melihat jika orang tua mereka sudah berkumpul di sana. "Wah ... pengantin baru udah pulang?" goda Mirna pada anak dan menantunya. "He'em," sahut Rendra sambil duduk di sofa kosong. Sedangkan Mawar berjalan menuju kamarnya, dan menyimpan koper itu di sana. Mengganti pakaiannya dengan yang lebih santai. Mengenakan dress sama sekali tidak membuatnya nyaman. "Gimana, seru?" tanya Mirna pada Mawar saat gadis itu sudah kembali dan bergabung bersama mereka. "He-he-he, biasa aja, Ma," jawab Mawar dengan jujur. Memang benar sih, setelah tiga hari menjadi istrinya Rendra, tak ada yang berubah apalagi istimewa, biasa-biasa saja. Yang ada malah rambutnya perlahan rontok, karena pusing dengan sikap Rendra yang sangat kekanak-kanakan. "Biasa aja? Nggak ada yang wah?" Mirna kembali bertanya, untuk meyakinkan. "Iya, biasa aja." "Jangan-jangan, kalian ...." Perkataan Mirna menggantung. Hingga membuat yang lainnya penasaran. "Apa?" tanya Herman dan Desri bersamaan. "Ekhem ...." Mirna berdeham. Semuanya malah diam, tak mengerti dengan kode yang diberikan oleh Mirna. "Ekhem ...." Mirna kembali berdeham, hingga beberapa kali. Tapi tetap saja, tak ada yang mengerti. Mereka malah mengartikan, jika Mirna seperti itu karena tenggorokannya gatal. Setelah itu, mereka pun makan siang bersama-sama. Mawar, gadis itu membantu Desri di dapur untuk menyiapkan makan siang untuk mereka. Mirna pun semakin kagum pada kemampuan memasak Mawar, tak salah pilih menantu katanya. Sedangkan Rendra? Laki-laki itu biasa saja. Tak ada rasa kagum sedikit pun yang menyelinap masuk ke dalam hatinya. Baginya, tetap Michelle lah gadis yang sempurna, gadis yang mampu membuatnya tenang dengan berada disampingnya. Desri pun telah selesai memasak, dan Mawar lah yang menyajikannya ke atas meja, lalu menatanya. Orang-orang pun duduk di kursi mereka masing-masing. Mirna mengambilkan nasi untuk suaminya, Herman, sedangkan Mawar mengambilkan nasi untuk mamanya. Tapi tidak untuk suaminya, Rendra. Sepertinya gadis itu lupa, jika sekarang dirinya sudah berstatus sebagai istri. Orang yang harus ia layani adalah suaminya, Rendra. "Mawar, mama bisa ngambil nasi sendiri, ko," kata Desri saat Mawar sedang mengambilkan nasi ke dalam piringnya. "Nggak apa-apa, Ma. Kan, biasanya juga Mawar suka kayak gini," ucap gadis itu sambil mengambil lauk kesukaan mamanya. Sedangkan Rendra, laki-laki itu menatap kosong ke arah piringannya. Sepertinya orang-orang melupakan kehadirannya. "Astaga!" pekik Desri saat melihat Rendra mengambil nasi seorang diri. Semuanya tertuju pada Rendra, dan menatap laki-laki itu. "Mawar, itu ambilin nasi buat suami kamu," suruh Desri pada anaknya. Mawar diam sejenak, dia tidak langsung mengambilkan nasi untuk Rendra. Ada rasa enggan dalam hatinya, mengambilkan nasi untuk laki-laki yang kini menjadi suaminya. "Mawar?" panggil Desri pada anaknya. "Iya, Ma." Mawar pun mengambil beberapa centong nasi ke dalam piring milik Rendra. Laki-laki itu terkejut dengan porsi jumbo yang diberikan oleh Mawar. Dalam sekejap, piringnya sudah dipenuhi oleh berbagai macam lauk. Semuanya lengkap! "Silakan dimakan," ucap Mawar sambil menyodorkan sepiring penuh nasi ke pada suaminya, Rendra. Rendra, laki-laki itu menelan ludahnya dengan susah payah. Belum juga makan, tapi perutnya sudah kenyang duluan. Ingin menolak, tak enak hati pada Desri dan juga pada orang tuanya. "Maaf ya Ren, Mawar lupa kalo sekarang dia udah punya suami." Kata maaf keluar dari mulut Desri, saat anaknya lupa atau memang pura-pura lupa untuk melayani suaminya, Rendra. "Gapapa, Des. Aku juga dulu gitu, ko. Aku malah sampe beberapa bulan nggak inget sama status aku. Pelan-pelan aja ya Lita ...." Mirna memaklumi. Setelah selesai makan, mereka kembali ke ruang keluarga. Dan kembali berbincang-bincang. Sedangkan Mawar, gadis itu masih berkutat di dapur, menyiapkan pencuci mulut untuk keluarganya. "Jadi, gimana Ren? Setelah menikah, kamu mau tinggal di mana?" tanya Mirna pada anaknya, memastikan di mana mereka akan tinggal setelah menikah. "Mungkin Rendra mau kembali ke Jakarta, Ma. Aku juga ga bisa ninggalin kerjaan aku lama-lama," ungkap laki-laki itu sambil meneguk teh hangat. Semuanya mengangguk, setuju dengan apa yang dikatakan oleh Rendra. Laki-laki itu memiliki posisi yang cukup penting di Wijaya Group. "Terus, Mawar gimana?" Mirna kembali bertanya. "Nggak tau." Jawaban Rendra mampu membuat Mirna, Desri, dan Herman saling pandang. Nggak tau? Jawaban macam apa itu? Bukan jawaban seperti itu yang ingin mereka dengar! Bukan! "Ko ga tau?" Kini giliran Herman yang bertanya. "Ya emang nggak tau, Pa," jawab Rendra. Laki-laki itu memang benar-benar tidak tau, apakah dirinya akan membawa Mawar ke Jakarta atau meninggalkan istrinya di sini, bersama mertuanya. Jika dirinya membawa Mawar ke Jakarta, bagaimana dengan Desri, mertuanya? Dan juga bagaimana dengan restoran milik mereka? Yang Rendra dengar, Mawar lah yang selama ini mengurus restoran itu. Jika Mawar ikut bersama dirinya, apakah Desri yang akan mengambil alih tugas itu? Oh, tentu saja Rendra tidak sejahat itu. Setidaknya laki-laki itu masih memiliki hati nurani. Mawar pun kembali sambil membawa beberapa pencuci mulut, seperti puding, brownis, dan teko yang berisikan teh hangat. Mawar menyimpan makanan itu di atas meja. "Wah, kamu yang bikin semua ini, Lita?" tanya Mirna sambil menatap hidangan yang ada di meja. "Iya, Ma." Mawar mengangguk, lalu tersenyum. Mirna pun langsung mencicipi pencuci mulut buatan menantunya. Matanya terpejam, merasakan puding yang sangat terasa lembut di mulutnya. Lalu ia pun mengambil brownis, dan memakannya. "Enak!" komentar yang diberikan oleh Mirna. Memang sangat enak, apalagi brownis yang ia makan tadi. Rasa manisnya pas, dan lumer di mulut. Hingga membuat wanita paruh baya itu tak berhenti memakan hidangan pencuci mulut itu. "Mawar nggak cuma pinter masak. Tapi dia juga jago bikin aneka kue," puji Desri di depan besannya. Sedangkan Rendra, laki-laki itu hanya menatap makanan itu. Tak ada niat dalam hatinya untuk menyentuh brownis dan puding itu. Karena laki-laki itu kurang suka rasa manis yang berlebihan pada dua hidangan itu. "Ren, cobain! Enak tau!" ucap Mirna sambil menyodorkan sepiring puding pada anaknya. "Nggak, Ma," tolak Rendra. "Kenapa?" "Rendra kenyang," dalih laki-laki itu. "Ini ga terlalu manis ko, Ren. Cobain deh!" ucap Mirna, seolah-olah tau jika alasan anaknya tak menyentuh makanan pencuci mulut itu. Dengan berat hati, Rendra pun memakannya. Niat hati ingin makan sesuap, lalu berhenti. Tapi nyatanya laki-laki itu dibuat ketagihan oleh rasa lembut dari puding itu. Dengan cepat dia menghabiskan puding itu. Mirna, hanya menahan senyum melihat kelakuan anaknya. Lalu mata Rendra tertuju pada brownis dengan dengan topping kacang almond dan choco chips. Ragu-ragu ia ingin mengambil brownis itu. Tapi ia urungkan niatnya, saat melihat Mawar sedang menatapnya dengan tajam. Mirna pun mangambil kan sepotong brownis untuk anaknya. Dan dengan sekali suapan, Rendra langsung melahap habis brownis itu. Matanya terpejam, menikmati rasa manis yang menurutnya sangat pas, dan lagi brownis itu langsung lumer begitu masuk ke dalam mulutnya. "Ternyata, ga cuma bibirnya yang bikin gue candu. Tapi masakannya juga," batin Rendra berucap. Sadar dengan apa yang baru saja ia katakan. Buru-buru ia menggelengkan kepala, dan pikirannya langsung mencari kenangan antara dirinya dan Michelle. Ia tidak ingin jika ada wanita lain yang masuk ke dalam kepalanya, lalu mengganggu dirinya yang sedang mengenang kenangan manis dengan sang kekasih. "Jadi, Lita. Kamu setelah menikah, mau kan ikut sama Rendra ke Jakarta?" Kini Mirna mulai serius membicarakan perihal ini. Mawar sedikit terkejut dengan pertanyaan Mirna. Bagaimana bisa dia meninggalkan mamanya seorang diri? Lalu membiarkan mamanya mengurus restoran? Bagaimana bisa? Desri seakan-akan tau apa yang dipikirkan oleh anaknya, Mawar. Wanita itu menyentuh tangan putrinya, lalu menggenggamnya. "Nggak apa-apa. Mama akan baik-baik saja, ko." Desri meyakinkan. Mawar hanya diam. Dia tak bisa meninggalkan mamanya seorang diri, jika dirinya membawa mamanya untuk ikut bersamanya. Lalu, bagaimana dengan restoran mereka? Restoran yang sudah mereka rintis dari nol? "Tapi, Ma ...." Gadis itu merengek seperti anak kecil. "Mama nggak apa-apa, Sayang. Kamu percaya, kan sama mama?" Desri pada putrinya, Mawar. Mawar hanya diam, tertunduk. Dia menyembunyikan air matany yang sebentar lagi akan terjun bebas dari mata cantik itu. Rendra, sangat tau jika istrinya itu sedang menahan tangis. Menahan sekuat tenaga, agar air matanya tidak tertumpah ruah. "Tenany aja, kita bisa sering-sering maen ke sini, ko." Rendra menghibur istrinya. Tapi sia-sia, Mawar masih tertunduk. "Iya, bener, Lit. Mama juga rencananya mau tinggal dulu di sini ko. Nanti mama bakalan sering nginep, nemenin Desri." Mirna pun ikut angkat suara. Akhirnya Mawar mau mengangkat wajahnya. Sedikitnya ia merasa tenang, saat tau jika mertuanya akan tinggal di sini sedikit lebih lama. "Iya, terimakasih, Ma." Mawar tersenyum, dengan mata sedikit memerah. "Iya, sama-sama." ******* Kini Mawar sedang merapikan baju-baju yang akan ia bawa ke Jakarta. Mereka akan berangkat ke Jakarta besok pagi. Meski sedikit berat, tapi mau bagaimana lagi? Mawar, gadis itu cukup ingat dengan statusnya. Dia tau, jika sekarang dirinya adalah seorang istri. Meski dia tidak bisa menjalankan semua kewajibannya sebagai seorang istri. Tapi setidaknya dia tak ingin menambah dosa, dengan membangkang pada suaminya. Sedangkan Rendra, laki-laki itu sudah merebahkan tubuhnya di atas kasur. Matanya terpejam, tapi telinganya masih berfungsi. Dia mendengar setiap gerak-gerik yang dilakukan oleh Mawar. Ingin sekali dia benar-benar tertidur. Tapi suara-suara yang dihasilkan oleh Mawar mengganggu dirinya untuk pergi ke alam mimpi. Hingga akhirnya dia pun terbangun, lalu duduk dan menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang. "Masih lama?" tanya Rendra sambil menatap Mawar yang sedang mengemasi baju-bajunya ke dalam koper. "Dikit lagi." Sudah, berakhir. Percakapan mereka sudah berakhir, tak ada lagi obrolan di antara mereka berdua. Mawar sibuk memasukkan baju-bajunya, sedangkan Rendra sibuk memperhatikan Mawar yang kini berstatus sebagai istrinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD