Malam itu Mawar bermimpi, jika tubuhnya sedang dipuja-puja oleh seorang lelaki. Belaian tangannya, permainan bibirnya, mampu membuat Mawar lemah tak berdaya.
Dia merasakan, bagaimana nikmatnya dua gunungnya diremas, dan dihisap secara bergantian. Nikmat! Ah, apalagi saat bibirnya saling berpagutan, lidahnya saling membelit, dan menyesap.
Yang bisa Mawar lakukan hanyalah mengalungkan tangannya pada leher pria itu, sambil menggeliat tak berdaya di bawah kungkungan tubuh kekar pria asing.
Desahannya tertahan, karena mulutnya dibungkam oleh bibir pria tersebut. Mawar, dibuat tak berdaya oleh permainan pria asing itu. Apalagi saat miliknya di jamah oleh tangan nakal laki-laki yang ada dalam mimpinya, yang menerobos masuk tanpa meminta ijin terlebih dahulu dari dirinya.
Geli-geli nikmat! Apakah ini yang dikatakan surga dunia? Kenapa dirinya baru merasakannya sekarang? Entahlah, yang jelas Mawar bisa merasakan kenikmatan yang tiada tara itu.
Wanita itu mempererat rangkulannya, ciumannya semakin menuntut, saat miliknya sudah tak bisa menahan gejolak yang tak menentu. Seperti ada sesuatu yang akan keluar dari sana.
"Eemmmpphhh!"
Tubuh Mawar bergetar dengan hebat, saat sesuatu keluar dari miliknya. Nafasnya sedikit memburu, dadanya naik turun tak menentu. Matanya masih terpejam, menikmati perasaan kewanitaannya berkedut.
Setelah mencapai puncak, Mawar langsung memeluk guling yang ada di sampingnya. Dan kembali terlelap, menuju mimpi season kedua.
-----------
Mentari sudah keluar dari persembunyiannya. Memberikan kehangatannya untuk para penduduk bumi. Cahayanya menyelinap melalui celah-celah gorden, dengan malu-malu membangunkan penghuni kamar itu.
Mawar, gadis itu menggeliat saat cahaya mentari menyinari wajahnya. Perlahan-lahan matanya terbuka, melihat keadaan sekitar. Tubuhnya terasa sangat dingin, karena hampir semalaman dia bertelanjang. Hanya terbalut oleh kain tipis yang tak layak pakai.
"Aku di mana?" pikir batin itu.
Memorinya langsung bekerja, mengingat kembali apa yang terjadi kemarin. Ah ... iya, dia baru ingat, jika dirinya baru saja menikah. Menikah dengan laki-laki aneh, laki-laki yang memiliki sifat yang sangat buruk.
"Bangun! Udah siang!"
Sebuah suara mengagetkan Mawar yang masih mengumpulkan sisa-sisa nyawanya, yang masih belum kembali ke dalam tubuhnya.
"Ahh!" pekik wanita itu sambil menarik selimut hingga batas dadanya.
"Ga usah lebay! Aku udah liat hampir semuanya, kok! Dan seperti yang kamu tau, aku nggak menyentuh tubuh kamu seujung pun, bukan?" kelakar Rendra dengan suara yang dingin.
Mawar masih diam, mencoba mencerna apa yang baru saja dikatakan oleh suaminya. Iya, kini statusnya sudah berubah menjadi seorang istri.
Dan bodohnya, Mawar malah percaya dengan apa yang baru saja diucapkan oleh suaminya, Rendra. Jika laki-laki itu tidak menyentuhnya meski seujung jari sekali pun.
"Iya, aku percaya, kok."
Lalu Mawar terdiam, menunggu suaminya untuk bicara lagi. Hingga beberapa menit berlalu, ternyata Rendra tak mengatakan apapun.
"Lo nggak mandi?" hanya satu pertanyaan itu yang lolos dari mulut Rendra. Tapi sayangnya bukan itu yang ingin Mawar dengar.
"Ren ...." Untuk pertama kalinya, Mawar memanggil suaminya dengan lebih manusiawi.
"Hem, kenapa?" Dan untuk pertama kalinya juga, Rendra menjawab panggilan Mawar dengan santai. Biasanya laki-laki itu akan ngegas saat dirinya menyahut panggilan Mawar.
"Kita kan pengantin baru." Mawar dengan hati-hati mengutarakan keinginannya.
"Lalu?"
"Itu lho ...." Mawar menggaruk-garuk pipi kirinya karena gugup.
"Itu apaan?" Rendra masih tak mengerti.
"Nggak ada acara bulan madu, ya?" tanya Mawar dengan suara hampir berbisik.
"Apa? Bulan madu?" Rendra bertanya balik, untuk memastikan jika pendengarannya masih berfungsi dengan baik.
Mawar hanya mengangguk, lalu matanya menatap langit-langit kamar hotel yang ia tempati. Menghindari dari tatapan elang milik suaminya. Pokonya menghindar saja dulu, kemanapun itu, asal tidak tatap-tatapan dengan suaminya.
"Kamu berharap kita bulan madu, gitu?"
"Iya, kan kita pengantin baru," kata Mawar sambil tersenyum canggung.
Pengantin? Cih, Rendra mual mendengar itu! Sedangkan pernikahan mereka saja karena sebuah perjodohan, lalu apakah bulan madu masih pantas untuk mereka yang menikah tanpa didasari oleh cinta?
Jika dirinya menikah dengan Michelle, mungkin laki-laki itu akan mengajak istrinya untuk keliling dunia. Ah, tiba-tiba ingatan tentang Michelle menghampiri otaknya. Di sepagi ini? Dirinya sudah teringat pada wanita itu?
Bukankah itu sedikit keterlaluan? Di saat pengantin baru lainnya masih bermalas-malasan di atas kasur, sambil menikmati rasa lelah pada tubuh mereka karena sisa pergulatan semalam. Tapi, pasangan itu malah memikirkan urusannya masing-masing.
Setidaknya, Rendra tidak memikirkan wanita lain di saat dirinya sedang bersama istrinya. Toh di situ bukan dia satu-satunya korban, melainkan Mawar juga.
"Nggak! Ga ada acara bulan madu, honeymoon atau apalah itu!" tegas Rendra.
Wajah Mawar langsung terlihat murung. "Kenapa?"
"Aku sibuk! Kerjaan aku numpuk!"
"Tapi ...."
"Ga ada tapi-tapian! Udah, sana mandi! Setelah itu kita pergi sarapan!"
Dengan berat hati, Mawar pun bangun dari duduknya. Dia berjalan menuju kamar mandi dengan rasa kecewa. Padahal, gadis itu berharap bisa pergi liburan meski melalui jalur bulan madu.
Sesampainya di kamar mandi, Mawar membuka selimut yang membalut tubuhnya. Melihat penampilannya di depan cermin. Betapa terkejutnya saat dirinya melihat banyak tanda merah di area dadanya.
"Aaaaa!" teriak Mawar dari kamar mandi.
Rendra, yang mendengar teriakkan istrinya langsung bergegas menuju kamar mandi. Dan menggedor-gedor pintu kamar mandi.
"Lo kenapa?" tanya Rendra khawatir.
Tanpa pikir panjang, Mawar langsung membuka pintu dan berjalan menuju Rendra. Wanita itu menunjukkan dadanya yang terlihat sangat seksi di mata Rendra.
"K - kenapa?" tanya Rendra gugup.
Bagaimana tidak? Pagi-pagi seperti ini sudah disuguhi oleh bukit kembar, yang semalam ia daki dengan susah payah.
"Ini!" Mawar menunjukkan tanda merah yang ada di sekitar dadanya.
"Kenapa?" Masih tak mengerti.
"Ini merah-merah. Kenapa?"
Oh, Rendra baru ingat atas perbuatannya semalam. Jejak-jejak yang ia tinggalkan semalam! Harusnya laki-laki itu tidak meninggalkan jejak sedikit pun! Jika sudah seperti ini, mampukah dirinya mengelabui istrinya.
"Hah! Ko bisa merah-merah gini, sih?" Rendra pura-pura panik. Sepertinya laki-laki itu berbakat menjadi seorang aktor.
"Aku juga ga tau. Tiba-tiba aja merah-merah kayak gini."
"Alergi kali?" tebak Rendra. Padahal laki-laki itu tau, jika kemerahan yang ada di sekitar d**a istrinya adalah ulah perbuatannya.
"Masa? Ya udah, kamu anterin aku ke dokter, ya?" Mawar langsung masuk lagi ke kamar mandi, untuk ganti baju.
Tapi lengan gadis itu ditahan Rendra.
"Kenapa?"
"Jangan ke dokter!" cegah Rendra.
"Kenapa? Aku takut nanti makin parah."
"Jangan, pokonya jangan!" Rendra tetap keukeuh.
Mawar terdiam, menunggu kelanjutan penjelasan dari suaminya.
"I - itu, cuma alergi biasa ko! Cukup pake salep juga nanti sembuh." Rendra berbicara dengan berbagai rasa. Rasa takut, rasa khawatir dan was-was menjadi satu.
Bagaimana jika seandainya mereka pergi ke dokter. Lalu, Mawar saat mendengar penjelasan dari sang dokter, tentang kemerahan yang ada di area dadanya.
Mampus!
Mau di mana muka Rendra nanti? Dia sendiri yang berjanji, tapi dia sendiri yang melanggar. Sama halnya seperti menelan ludah sendiri. Menjijikan, bukan?
"Serius ini nggak parah?" tanya Mawar meyakinkan.
"Iya, ini cuma alergi biasa, ko. Gara-gara debu ini." Rendra, laki-laki itu malah menyalahkan debu.
Kasihan sekali nasib debu yang menjadi kambing hitam dari ulah kenakalan Rendra.
"Kamu punya salepnya?"
"Nggak ada, sih. Tapi aku tau ko salepnya," jelas Rendra. "Lo mandi aja. Nanti masalah salep, gue yang atur."
Mawar pun menurut, gadis itu kembali masuk ke dalam kamar mandi. Untuk membasuh tubuhnya yang terasa lengket itu.
Sedangkan Rendra, laki-laki itu sedang menangkan adik kecilnya yang sudah terbangun. Ah, adiknya terlalu bersemangat sekali. Padahal baru melihat dua bukit saja, dirinya sudah terbangun.
"s**t! Padahal, cuma liat bukit kembar aja. Tapi, adik gue langsung bangun?" Rendra bermonolog sendiri.
Sedangkan di dalam kamar mandi, Mawar membasuh tubuhnya dengan mengguncangkan air yang keluar dari shower. Pagi itu Mawar memilih untuk mandi menggunakan air hangat. Mengingat cuaca pagi sedikit mendung, belum lagi hawa dingin yang menusuk-nusuk hingga ke tulang.
Mawar pun selesai mandi, gadis itu pergi menuju meja rias, mengeringkan rambutnya dengan menggunakan hairdryer. Setelah mengerikan rambut, Mawar sedikit memoles wajahnya dengan krim dan bedak padat. Dan sentuhan terakhir, lip blum berwarna merah muda. Simple memang, tapi cukup membuat Mawar terlihat mempesona.
Mawar sendiri kurang suka memakai make-up yang rumit. Ia berdandan saat ada acara tertentu-tentu saja.
"Udah?" tanya Rendra dengan mata masih sibuk menatap layar ponsel.
"Iya, udah."
Lalu Rendra pun bangkit dari duduknya, dan berjalan menuju pintu. Meninggalkan Mawar yang masih berada di dalam kamar.
Pengantin baru itu berjalan berjauhan. Orang-orang pasti akan mengira jika mengira, jika mereka adalah musuh yang saling membenci.
"Mau makan di mana?" tanya Rendra saat mereka sudah sampai di lobby.
"Terserah."
Saat mereka sedang kebingungan menentukan di mana mereka akan makan, tiba-tiba saja seorang laki-laki merangkul pundak Rendra.
"Aduh, pengantin baru!"
Ternyata itu adalah sahabatnya, Max.
"Hilih, Lo lagi," cibir Rendra merasa terganggu dengan kehadiran sahabatnya.
"Gimana? Semalem berhasil bobol gawang?" tanya Max kepo.
Rendra yang mendengar pertanyaan itu langsung menonjok pinggang Max. Hingga pria itu mengaduh kesakitan. Sedangkan Mawar, gadis polos itu malah menatap ke arah Rendra dan Max secara bergantian. Dia tak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh mereka berdua.
"Gimana? Semalem dia berhasil bobol gawang nggak?" Kini Max bertanya pada Mawar. Karena dia tak mendapatkan jawaban dari sang sahabat.
"Nggak, semalem dia cuma liat di HP aja," jelas Mawar. Karena sebelum dirinya masuk
"Astaga, kamu nggak tau caranya bobol gawang, Ren? Sampe-sampe liat tutorialnya di HP?" ledek Rendra.
Lagi-lagi Mawar hanya diam, tak mengerti. Yang Mawar kira bobol gawang adalah, permainan sepak bola biasa pada umumnya. Tapi bobol gawang yang Max maksud adalah mengambil keperawanan milik dirinya.
"Udah diem!" bentak Rendra pada sahabatnya. "Ayo ...."
Rendra menggenggam tangan istrinya, lalu menariknya. Hingga dengan terpaksa Mawar mengikuti Rendra. Sedangkan Max, masih berada di dalam lobby. Melihat punggung sahabatnya yang kian menjauh. Tatapannya sedikit berubah saat menatap Mawar, istri dari sahabatnya Rendra.
Menikung istri sahabat sendiri itu, apa hukumnya? Jika memang halal, bolehkah Max menikung istri sahabatnya sendiri? Bolehkah? Jujur saja, semalaman laki-laki itu tak bisa tidur karena memikirkan pergulatan panas antara Rendra dan Mawar. Ada sedikit rasa tak rela jika sahabatnya - Rendra, mengambil kesucian milik Mawar.