Bab - 16

2250 Words
Pengantin baru itu kini tengah berjalan beriringan menuju kamar hotel yang sudah dipesan oleh orang tua mereka. Rendra berjalan lebih dulu, meninggalkan Mawar yang sudah tertinggal di belakang. Wanita itu sedang kesusahan karena high heels yang ia kenakan, belum lagi gaun pengantin yang menutupi langkahnya. "Uh, tungguin dong!" teriak Mawar pada Rendra yang sudah tak kelihatan lagi punggungnya. "Ah, astaga! Ribet banget, sih!" Lagi-lagi wanita cantik itu mengeluh. Sialnya heels nya menginjak ujung gaun yang ia kenakan, dan .... "Aaaaaa!!" Mawar berteriak sambil menutup mata. Satu detik Dua detik Tiga detik Empat detik Lima detik Mata gadis itu perlahan-lahan terbuka. Karena merasa aneh, dirinya tak kunjung mencium lantai. Mata Mawar membulat saat yang pertama kali ia lihat adalah d**a bidang milik seseorang, bukan lantai marmer milik hotel yang ia tempati. "Kamu!" pekik Mawar sambil mendorong tubuh laki-laki yang sedang memeluk erat tubuhnya. Tapi naasnya tubuh laki-laki itu tak bergerak sedikitpun! "Uhhh!" keluh Mawar sambil terus mencoba mendorong tubuh laki-laki yang ada di depannya. Jujur saja, dirinya merasa risi karena dipeluk oleh orang asing. Apalagi orang asing itu adalah laki-laki! Tidak! "Udah, simpan tenaga kamu buat pertempuran nanti malem sama suami kamu. Percuma kamu mau ngedorong aku segimana kuat dan jauhnya juga, aku nggak akan pernah bergerak sedikitpun!" tegas laki-laki itu sambil menahan tangan Mawar, agar tangan mungil itu berhenti mendorong tubuhnya. "Kamu -" Mawar menggantung ucapannya, saat melihat laki-laki yang ada di hadapannya. Merasa tak asing dengan wajah itu, tapi ia tak tau namanya. "Tau, aku siapa?" tanya laki-laki itu sambil tersenyum semanis mungkin. "Kamu kan tamu undangan yang tadi." "Ha-ha-ha! Rupanya kamu nggak kenal, ya? Atau memang kamu lupa? Ya ampun, masih muda padahal tapi udah pikun." "Ihh!" Mawar menghentak-hentakkan kakinya ke lantai, gemas. "Iya iya, ini aku, Max. Temen, sahabat, plus bos-nya suami kamu." Benar, Mawar baru ingat sekarang! Jika laki-laki itu adalah sahabat suaminya, Max! Bagaimana bisa dia lupa? Padahal, Mirna sudah memberi tau tadi pada saat sesi salaman. "Inget?" tanya Max sambil terus menatap Mawar. "Iya, aku inget. Makasih," cicit Mawar sambil terus mencoba untuk lepas dari pelukan Max. "Iya, sama-sama," balas Max sambil terus mempererat pelukannya. "Tapi ... bisakah kamu melepaskan diriku?" "Oh, tentu saja. Dengan senang hati." Sesuai dengan permintaan Mawar, laki-laki itu melepaskan Mawar dari pelukannya. Tapi, satu detik berikutnya, Max malah mengendong Mawar. "Lepasin!" pinta Mawar sambil terus memukul-mukul d**a bidang milik Max. Tapi sayangnya laki-laki itu tak menggubris permintaan Mawar. Max terus berjalan, melewati lorong-lorong hotel, menaiki lift. Lalu berhenti di sebuah depan kamar. Laki-laki itu memencet bel, dan tak lama kemudian seorang pria membuka pintu. "Max?" "Hai, Ren!" sapa Max pada sahabatnya. Sedangkan Rendra, mata elang milik laki-laki itu malah tertuju pada wanita yang sedang digendong oleh Max. Yang tak lain adalah istrinya, Mawar. Max yang menyadari arti tatapan dari Rendra, buru-buru menjelaskan. "Tadi, istri Lo jatuh, Ren. Terus gue anterin deh dia sampe sini. Kasian kan dia, jalan dari lobby sendirian sampe kamer." "Iya, dia emang cewek jadi-jadian yang ga bisa pake high heels. Ha-ha-ha!" Rendra tertawa. Sedangkan Mawar, gadis itu hanya diam menerima cibiran dari suaminya. Ya, Mawar pun menyadari, jika dirinya tidak seperti wanita pada umumnya. Yang gemar memakai high heels, mengenakan dress, memakai make-up, dll. Tapi, bukan berarti dirinya gagal menjadi seorang wanita, bukan? "Turunin aku," pinta Mawar pada Max dengan suara yang pelan, bahkan hampir berbisik. Max pun menurunkan Mawar, sesuai permintaan gadis itu, tanpa berkomentar apapun. "Makasih aku udah nganterin aku sampe kamer. Sampai jumpa," pamit Mawar, lalu dirinya langsung masuk ke dalam kamar. Meninggalkan Rendra dan Max yang masih berada di depan kamar. "Ya udah, Lo balik ke kamer sana. Nyokap gue udah pesenin kamer buat Lo." "Aduh, yang mau bobol gawang emang beda yaa. Udah nggak sabaran banget!" ledek Max pada sahabatnya, Rendra. "Kenapa? Lo iri gara-gara gue mau bobol gawang?" "Iri dong!" "Makanya kawin!" teriak Rendra, lalu masuk ke dalam kamar. Meninggalkan Max yang masih berdiri di depan kamarnya. "s**t!" Max geram sendiri. Membayangkan betapa beruntungnya Rendra bisa meniduri Mawar, membuat gadis itu menggeliat tak berdaya di bawah kungkungan tubuh Rendra. Dengan mulut yang terus merancau, meminta lebih. Ditambah desahan kenikmatan yang lolos dari mulut milik Mawar, yang mampu membuat siapa saja yang mendengarnya menambah gairah. Max pun akhirnya memilih untuk pergi ke kamarnya, untuk istirahat. Ia tak sudi jika telinganya harus mendengar pergulatan kenikmatan dari pengantin baru itu. Sedangkan di dalam kamar, Mawar tengah duduk di tepi ranjang. Tatapan matanya kosong, entah apa yang ada di dalam pikiran gadis itu. "Mandi sana!" Rendra menyuruh Mawar untuk mandi. Sedangkan pria itu malah memilih duduk di atas kursi, yang menghadap langsung ke arah balkon kamar. Menyuguhkan pemandangan kota kuda saat malam hari. "Heh, bisa nggak sih pake baju dulu?" tanya Mawar saat melihat Rendra masih mengenakan jubah mandi. "Kenapa, Lo tergoda sama tubuh gue yang atletis ini? Hem? Mau nyoba megang roti sobek?" tawar Rendra, sambil menyibakkan jubah mandi bagian depannya. Hingga menampilkan perutnya yang putih dan kotak-kotak. "Nggak, biasa aja!" kata Mawar dengan judes. Lalu Mawar pun membuka koper yang sudah dibawakan oleh mamanya. Tapi alangkah terkejutnya saat dirinya tak mendapati baju yang layak pakai. "Ah, baju-baju aku kemana?" teriak Mawar. "Berisik!" "Hei, baju aku kemana? Ini apaan? Kenapa bahannya tipis banget gini?" tanya Mawar dengan polosnya, sambil menjiwir sebuah lingerie berwarna merah. "Sopan dikit, kek! Sekarang aku suami kamu, lho!" "Ah, ini gimana? Malem ini aku pake baju apa? Nggak mungkin semaleman aku pake kain kayak gini, kan? Bisa masuk angin nanti," keluh Mawar. "Ini tuh namanya lingerie! Lingerie! Jangan bilang kamu nggak tau namanya?" tanya Rendra untuk meyakinkan. "Iya, aku nggak tau! Dan baru pertama kali liat juga," jelas Mawar. Rendra malah geleng-geleng saat mendengar pengakuan istrinya, Mawar. Jangan-jangan, istrinya itu juga tidak tau kegunaan lingerie itu sendiri? "Astaga, bini gue katrok amat ya ...." Rendra mengusap wajahnya. "Biarin. Uh ... terus sekarang gimana? Masa aku pake baju ginian, sih?" "Ya udah, pake aja kali." "Bahannya tipis kayak gini ya ampun. Nanti isi yang ada di dalamnya keliatan!" tolak Mawar, sambil menutupi bagian dadanya. "Biasa aja kali! Gue juga nggak akan nafsu liat papan setrikaan kayak Lo!" Mawar menatap ke arah Rendra. "Janji?" Rendra menyipitkan mata, tak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh istrinya. "Janji apaan?" "Kamu nggak tergoda, bahkan menyentuh seujung jari pun tidak akan pernah. Janji?" Rendra tersenyum kecut. "Astaga, meski cewek di dunia ini musnah juga, gue nggak akan mau nyentuh Lo! Meski seujung jari sekali pun!" tegas Rendra. "Janji?" "Iya, janji!" "Demi apa?" "Demi Tuhan!" Setelah itu, barulah Mawar masuk ke dalam kamar mandi. Saat dirinya akan membuka resleting gaunnya, ia sedikit kesusahan. Cukup lama ia berjuang sendirian, melepaskan gaun yang ia kenakan. Hingga akhirnya gaun yang ia pakai pun terlepas dari tubuhnya. Mawar menyalakan shower, membasahi tubuhnya dengan air hangat yang mengalir di atas permukaan kulitnya. Matanya terpejam, menikmati setiap tetesan air yang membasahi tubuhnya. Cukup lama ia menikmati guyuran air hangat itu, hingga akhirnya Mawar pun membasuh rambutnya dengan shampo yang disediakan oleh pihak hotel. Setelah selesai membersihkan tubuh, Mawar pun mengenakan lingerie merah yang ia bawa tadi. Sebelum keluar, dirinya sempat bercermin dulu. Melihat penampilannya, apakah terlalu v****r atau tidak. Ternyata tidak terlalu. Akhirnya Mawar pun membuka pintu kamar mandi, mengeluarkan sedikit kepalanya, melihat keadaan di luar sana. Menengok ke kanan dan ke kiri, seperti orang yang akan menyebrang. Aman. Dia melihat jika Rendra sudah terbaring di atas kasur, dengan selimut yang menutupi setengah tubuhnya. Mawar pun berjalan sedikit berjinjit, langkahnya ia buat selembut mungkin. Agar tak mengganggu tidur si setan. Suara decitan ranjang terdengar tatkala Mawar mendudukkan tubuhnya di atas ranjang. Padahal ini adalah kamarnpresidential suite. Tapi, entah kenapa tak ada satu pun sofa di dalam sana? Dengan berat hati, akhirnya mereka pun tidur di atas ranjang yang sama. Mawar menyenderkan punggungnya pada kepala ranjang, rambutnya ia keringkan dengan mengenakan handuk. Rendra, laki-laki itu menelan ludahnya dengan kasar saat melihat Mawar yang terlihat sangat menggoda. Tubuhnya yang putih, dibalut dengan lingerie berwarna merah menyala. Temaramnya lampu membuat Mawar terlihat sangat seksi, ditambah rambutnya yang basah. Ah, ingin sekali Rendra menerkam wanita itu. Lalu melahap habis bibirnya yang terlihat sangat menggoda, dan meremas bukit kembar yang terlihat sangat sintal, dan menerobos masuk ke dalam kewanitaan milik wanita yang kini sudah menjadi istrinya. Mengobrak-abrik di dalamnya, dan menyemburkan benih-benih kehidupan di dalam sana. Yang kelak akan tumbuh dan berkembang, lalu memanggilnya dengan sebutan ayah. "Sial!" gerutu Rendra saat adik kecilnya sudah sepenuhnya bangun. "Astaga!" pekik Mawar saat Rendra tiba-tiba saja bangun. Gadis itu refleks menarik selimut, dan langsung menutupi tubuhnya. "Tenang aja, gue nggak akan nerkam Lo! Meski cewek di dunia ini sekalipun udah musnah!" tegas Rendra sambil berlalu menuju kamar mandi. "Mau ngapain?" "Panggilan alam!" Mawar hanya mengangguk, dan mulutnya membulat membentuk huruf O. Sedangkan di dalam kamar mandi, Rendra langsung mengambil sabun cair. Dan menuntaskan nafsunya di sana seorang diri. Ia menyalakan shower, agar desahannya tak terdengar oleh Mawar. Rendra memaju mundurkan tangannya, sambil membayangkan jika dirinya sedang bergerak di dalam milik Mawar. Dan tangannya sesekali meremas lembut bukit kembar milik istrinya. Rendra semakin mempercepat pergerakan tangannya, dan .... "Ahhh!" desah Rendra saat dirinya sudah mencapai k*****s. Ia melihat tangannya terkena cairan dirinya. Lalu ia pun menonjok tembok. "b**o! Kenapa gue ngomong gitu? Kalo misalnya gue nggak ngomong gitu. Mungkin sekarang gue bisa bobol gawang, nggak pake tangan sialan ini!" Untuk pertama kalinya, laki-laki itu menyesali ucapannya, merutuki perbuatannya dan kebodohannya. Setelah dirasa cukup tenang. Rendra keluar dari kamar mandi, dan mendapati Mawar sudah terlelap. Laki-laki itu berjalan menuju ranjang. Matanya tertuju pada bukit milik Mawar, yang menjulang tinggi, seolah-olah meminta untuk didaki. Rendra, lagi-lagi pria itu menelan ludahnya. Lalu matanya melihat ke arah bibir Mawar yang terlihat merah alami. Wajar saja dia seperti itu, sebelumnya dia tak pernah dekat dengan wanita manapun, selain dengan Michelle. Itu pun tidak sampai berada di dalam kamar dan di atas ranjang yang sama. Perlahan-lahan Rendra mendekatkan wajahnya pada wajah Mawar. Ia merasakan hembusan nafas Mawar menerpa permukaan kulitnya. Nafasnya terdengar tenang dan teratur. Ya, gadis itu sudah terlelap. Sepertinya kelelahan setelah seharian ini dia menjadi seorang ratu. Entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba saja bibir Rendra sudah mendarat dengan sempurna di atas bibir milik Mawar. Sekali, Rendra mengecup bibir milik Mawar, lalu menjauhkan kepalanya lagi. Melihat reaksi istrinya. Aman ternyata. Dua kali, Rendra kembali mengecup bibir istrinya. Ia sedikit membuka mulutnya, dan melumat habis bibir mungil itu. "Manis," batinnya. Lalu Rendra pun kembali menjauhkan kepalanya. Lagi-lagi untuk melihat reaksi yang diberikan oleh Mawar, istrinya. Aman, tidak memberikan tanda-tanda akan terbangun. Tanpa pikir panjang, Rendra pun melanjutkan aksinya. Dia melahap habis bibir milik Mawar. Menggigit, menghisapnya. Manis! Hanya itu yang ia rasakan. Rasanya tidak seperti bibir milik Michelle, jelas sekali berbeda. Bibir milik Mawar seolah-olah memiliki nikotin, yang dapat membuat dirinya candu. Lidahnya menerobos masuk, tanpa permisi terlebih dahulu pada tuan rumah. Mengabsen setiap deretan gigi, tanpa ada yang terlewat. Tangannya mulai merayap, mendaki gunung milik istrinya. Dan berhenti di sana, tangan Rendra beristirahat sejenak di puncak gunung itu. Lelah katanya, mendaki gunung kali ini lebih melelahkan. Karena dirinya harus mengeluarkan tenaga ekstra, dan otaknya berputar, bagaimana caranya mendaki gunung tanpa membuat sang pemiliknya terbangun. Setelah cukup beristirahat, Rendra langsung menelusup masuk untuk menyentuh bukit itu. Lembut dan kenyal! Rendra langsung jatuh cinta dengan bukit itu, tak henti-hentinya dia terus meremas-remas dengan lembut. Dengan sesekali memimilin pucuknya. Bibirnya masih mengabsen deretan gigi milik Mawar. Puas dengan mengabsen deretan gigi, bibirnya turun, mengecup tulang selangka milik Mawar, dan meninggalkan beberapa jejak di sana. Jika tadi malam dirinya singgah. Cukup bermain dengan dua bukit, kini Rendra akan uji nyali, dengan turun ke bawah, untuk menelusuri lembah. Jemarinya sudah sampai di sana, belum masuk, masih di luar. Di sana tumbuh rerumputan yang tak terlalu lebat, tapi tidak terlalu gundul juga Rendra suka. Lagi-lagi, tanpa ijin dan tanpa permisi pada tuan rumah. Satu jari Rendra menerobos masuk ke dalam lembah, untuk uji nyali. Dia merasakan kehangatan dan kelembaban di sana. Nafsu liarnya semakin menjadi. Bibir Rendra kembali naik, untuk melumat bibir ranum milik Mawar. Saat dirinya sedang asik dengan kegiatan mencumbu, dan tangannya sibuk uji nyali di lembah sana. Tiba-tiba Mawar mengalungkan tangannya pada leher Rendra. Rendra, laki-laki itu langsung membuka mata. Untuk melihat Mawar, apakah gadis itu terbangun dari tidurnya atau tidak. Ternyata mata gadis itu masih terpejam. Tapi anehnya Mawar malah mengalungkan tangannya pada leher Rendra, dan juga gadis itu pun membalas ciuman Rendra. Meski kemampuannya masih pemula. It's okay, not bad. Dalam sela-sela mereka berciuman, Rendra masih melakukan kegiatannya menyusuri lembah. Ritme jarinya kian mencepat. Rendra, laki-laki itu memaju mundurkan jemarinya dengan leluasa. Mengingat kewanitaan milik Mawar sudah sangat basah, sehingga mempermudah Rendra untuk bergerak. Cengkraman tangan Mawar semakin kuat, lenguhan terdengar di saat mulutnya sedang dibekap oleh bibir seksi milik Rendra. "Eemmhhpp!!" Tubuh Mawar bergetar hebat. Untuk pertama kalinya, Mawar mencapai k*****s. Setelah pelepasan, Mawar langsung melepaskan rangkulannya dari leher Rendra. Kemudian gadis itu memeluk guling, dan melanjutkan tidurnya. "Heh, Lo tidur?" Rendra memanggil istrinya. "Jangan tidur! Puasin gue dulu woy!" "Nggak adil! Tadi gue udah puasin Lo, sekarang gantian!" "Nggak papa meski gue nggak bobol gawang Lo juga! Asal adik gue bisa ngerasain angetnya mulut Lo juga udah cukup, ko!" Percuma, mau Rendra protes beberapa kali pun percuma. Karena Mawar, gadis itu sudah terlelap di alam mimpinya. Sedangkan Rendra, laki-laki itu kembali ke kamar mandi untuk menuntaskan hasratnya yang tertunda.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD