Shella menatap rumah minimalis yang kini ia pijaki. Tak begitu luas tapi asri. Dan yang paling membuat Shella tercengang adalah perabotan lengkap di dalamnya. Benar-benar jadi rumah ideal. Pikirnya “Disini nggak ada asisten rumah tangga. Entar, kalau loe butuh bisa gue atur.” Divo meneguk sebotol air mineral dari kulkas “Makasih, Div.” "Hmm... tapi gue mungkin nggak akan tiap hari kesini, soalnya kantor gue jaraknya jauh.” Shella paham, kantor Divo tiga puluh menit dari rumah ini. Matanya masih asik menatap miniatur kayu yang ditaruh disetiap sudut ruangan. “Shell, lupain Adit. Gue mohon.” Bibir Shella bergetar. Antara menjawab iya atau tidak. Dirinya takut jika menjawab iya berarti itu sama artinya ia membohongi Divo. Tapi jika ia menjawab tidak ia tak kuat lagi dengan segala tekana