91. Langit Kembali Biru

2154 Words

Akhirnya aku tumbang juga. Setelah muntah-muntah hebat pagi tadi, aku pingsan lagi. Begitu bangun, tahu-tahu aku sudah diinfus di ruang sebelah. Kali ini aku pasrah karena memang kondisiku memburuk. Demamku semakin tinggi, pun mual ini datang berulang kali. Andai Mas Dhika sehat, dia pasti akan merawatku dengan baik. Dia akan memasak makanan yang aku sukai, atau paling tidak, dia akan memasak makanan yang tidak akan membuatku mual. Dia akan dengan sabar membujukku makan meski aku berkali-kali menolak. Untuk saat ini, banyangan itu hanya semu. Mas Dhika bahkan belum membuka matanya kembali. “Mau ke mana, Des?” tanya Mama ketika melihatku turun dari ranjang. “Mau ke ruangan Mas Dhika, Ma.” “Ya ampun! Kamu itu lho lagi sakit!” Mama menatapku gemas. “Ya tahu, tapi Mas Dhika lebih sakit.

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD