Suara Lucy berubah lebih tenang, tapi tetap menyimpan nada jahil. “Kalau serius, jawabannya… tidak. Si Tuan CEO sudah dua hari tidak muncul di kantor. Bahkan kepala divisi aku sendiri tidak tahu dia kemana. Semua meeting penting dipending, semua urusan dialihkan ke direktur yang sudah dia tunjuk langsung.” Amelia menegang. Matanya melebar, rasa cemas langsung menyeruak. “Serius, Luc? Kamu tidak tahu bosmu kemana?” suaranya terdengar nyaris panik. Lucy seperti bisa membaca nada itu, dan bukannya memberi ketenangan, ia malah kembali menggoda. “Hmm… kenapa, Amel? Kamu kelihatan khawatir sekali. Jangan-jangan… kamu sudah mulai merindukan bosku, ya?” “L–Lucy!” Amelia buru-buru memprotes, tapi wajahnya sudah merah padam. Untung tidak ada yang melihat. “Bukan itu maksudku! Aku hanya… ya, aku

