Gambaran itu menghangatkan hatinya. Ia membayangkan dua preman yang disewa melakukan tugas mereka: mencoreng nilai Amelia, bukan menghancurkan hidupnya secara fisik, tapi membuatnya kembali ke rumah dengan kepala tertunduk. Dengan begitu semua orang akan melihat Amelia salah dan Monica yang tersakiti layak mendapat pelukan Kenneth. Senyum tipisnya membayang penuh kepuasan. Clara, yang tak tahu maksud sesungguhnya, terus mengulang, “Kita tidak boleh kalah. Kita harus melindungi nama keluarga.” Monica mengangguk pelan, menaruh air mata lagi sebagai pelengkap sandiwara. “Bersabarlah, Dad. Doakan aku pulih cepat. Setelah itu… aku akan membantu menjaga kehormatan keluarga,” bisiknya, suaranya lembut seperti doa—tetapi di dalamnya ada rencana yang jauh lebih jahat. “Berdoalah, Dad,” Monica

