Dia menoleh sedikit, tapi tak sepenuhnya. Bias cahaya matahari sore membuat siluet wajahnya setajam ukiran batu. Dia bukan lagi laki-laki yang biasanya, yang selalu mengambil apa yang dia inginkan, tak peduli pasangannya menginginkannya juga atau tidak. Bahkan sekalipun mereka belum siap dan apa yang dia lakukan berakhir dengan penderitaan bagi para wanita itu. Tapi kali ini berbeda, Matteo tidak bisa melakukannya seperti pada wanita lain. Tangan Matteo masih terkepal, bertumpu pada kaca jendela. Keheningan menegangkan menyelimuti kamar itu. Matteo masih berdiri kaku di depan jendela, dadanya naik turun berat. Amelia di belakangnya memeluk dirinya sendiri, tak tahu harus berkata apa. Lalu— Suara dering ponsel yang nyaring memotong ketegangan. Amelia terperanjat, matanya celingukan

