PROLOG

456 Words
Tahun 2012 Usai melakukan kerja kelompok akhirnya Dizza beserta temannya memutuskan untuk pulang. Tepat pukul lima sore mereka keluar dari lingkungan sekolah. Dizza yang saat itu masih duduk di bangku kelas satu SMA belum boleh membawa kendaraan sendiri ke sekolah karena terhitung masih di bawah umur. Ia pun selalu menggunakan angkutan umum jika hendak berangkat ke sekolah ataupun pulang sekolah. Terkadang ia diantar oleh Ayahnya jika beliau sedang tidak sibuk. Sore itu ia memutuskan untuk menunggu angkot di halte dekat gerbang sekolahnya. Namun tumben sekali hingga pukul setengah enam sore belum juga ada angkot yang lewat. Sedangkan temannya sudah pulang duluan dijemput oleh orang tuanya. Tinggal Dizza sendiri di situ. Akhirnya ia pun memutuskan untuk berjalan kaki sampai ke perempatan jalan agar bisa menyetop angkot di sana. Dan lagi hasilnya nihil. Tidak ada angkot yang lewat. Dan jalanan pun sepi sekali karena ini sudah menjelang malam. Dizza menengadahkan kepalanya ke atas untuk melihat matahari yang sudah mulai menenggelamkan sinarnya. 'Gimana ini? Udah mau magrib tapi enggak ada kendaraan lewat. Mana sepi banget lagi,' Batin Dizza Baru saja Dizza hendak mengeluarkan ponsel dari saku roknya tiba-tiba saja ada yang mencekal tangannya. Sontak Dizza terkejut dan menoleh. Seorang pria jangkung dengan rambut agak gondrok tengah menyeringai kepadanya. Membuat Dizza gemetar ketakutan. Baru saja ia hendak berteriak meminta tolong tau-tau saja pria itu langsung membekap mulutnya. Apalah daya Dizza hanyalah seorang gadis berusia enam belas tahun. Walaupun ia sudah mengerahkan tenaganya untuk memberontak pria tersebut, tetap saja kekuatannya tidak sebanding dengan pria itu yang Dizza sendiri tidak tahu namanya. Pria itu menarik Dizza ke pinggir jalan dengan cengkeramannya yang kuat. Tatapan pria itu sungguh berbeda, Dizza tidak mengerti tatapan seperti apa itu. Yang jelas ia tahu bahwa dirinya sedang dalam bahaya. Air mata Dizza sudah mengucur deras tapi ia tidak bisa berteriak dikarenakan pria itu terus saja membekap mulutnya. Siapa saja, tolong. Pintanya dalam hati. Pria itu semakin kesetanan menarik Dizza menjauh dari jalan raya. Mereka tiba di suatu tempat di mana terdapat banyak rerumputan yang tinggi serta pohon-pohon besar. Tidak akan ada yang bisa melihat mereka. Lelaki itu mendorong Dizza dengan keras hingga terjerembab ke tanah. Dengan segala kekuatannya ia terus saja melawan namun selalu berakhir dengan gagal. Pria itu sudah memegang kedua tangan Dizza dengan tangan kanannya. Dan tangan kirinya sibuk melepas paksa kancing kemeja sekolah Dizza. Dan terjadilah sesuatu yang tidak seharusnya. Hal yang selama enam belas tahun Dizza jaga akhirnya hancur direnggut paksa oleh pria itu dengan tidak manusiawinya. Dizza terus saja menangis. Meratapi nasibnya yang berakhir seperti ini. Merasa jijik dengan tubuhnya sendiri. Ia merasa hina. Merasa sudah tidak ada harganya karena kelakuan bejat laki-laki tersebut. Untuk pertama kalinya Dizza merasa sangat sangat membenci seseorang. Yaitu pria yang sudah merenggut kesuciannya dengan paksa
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD