ENAM

1047 Words
AUTHOR’S POV Langit tampak gelap malam ini, sepertinya akan turun hujan. Angin malam yang dingin semakin membuat suasana menjadi mencekam. Jam dinding baru menunjukkan pukul 19.00 wib tetapi suasana di komplek perumahan itu tampak sunyi. Kebanyakan rumah besar di perumahan yang bisa dibilang mewah itu kosong. Lampu depan rumah di sana kebanyakan padam. Meskipun lampu depan menyala, tidak terlihat tanda-tanda kegiatan dari pemilik rumah. Sebuah rumah di komplek perumahan itu tampak sibuk. Berbeda sekali dengan beberapa rumah di kiri-kanan rumah itu yg tampak kosong dan lengang. Rumah itu sama dengan rumah lainnya terdiri dari dua lantai, terdapat taman di depan rumah dan sebuah garasi yang cukup untuk menampung 3-4 buah mobil. Tak lama kemudian, sebuah mobil muncul dan berhenti di depan rumah. Setelah mengklakson sekitar dua kali tampak seorang laki-laki yang mengenakan seragam satpam berjalan terburu untuk membuka gerbang. Pintu gerbang pun terbuka, mobil itu pun masuk dan berhenti. Seorang gadis berusia sekitar awal 20 tahunan keluar dari mobil itu. "Pak Kardi, lama amat sih bukanya," protes gadis itu. Satpam bernama Sukardi berdasarkan nametag-nya itu hanya menundukkan badan dan kepalanya. "Maaf, Non. Tadi saya masih mmebantu Non Sashi di dapur," jawab Kardi melakukan pembelaan. "Alasan, deh! Lagian bapak itu satpam bukan pembantu. Nggak usahlah bantuan dia masak," tegur gadis itu. "Maaf, Non," ujar Kardi meminta maaf sekali lagi. "Pak Kardi stand by di depan aja. Nggak usah kerja dapur lagi,ngerti?" "Iya, Non," sahut Kardi. Gadis itu pun berlalu. Sementara Kardi hanya menatap sebentar ke majikannya lalu kembali ke tempat kerjanya, pos satpam. "Dek, liat pak Kardi nggak?" Seorang gadis dengan celemek bunga-bunga menghampiri gadis itu. "Aku suruh ke depan. Kenapa?" "Kok gitu? Dia itu belum selesai bantuin aku nyiapin makanan lho. Mana sih dia. Kebiasaan deh nggak guna," gerutu gadis bercelemek. "Eh , dia itu satpam bukan pembantu ya," tegur gadis itu. Gadis bercelemek itu menatap tidak suka pada gadis yang sedang berdiri di depannya. "Apa bedanya? Satpam atau pembantu sama-sama berkewajiban mengabdi ke majikannya. Mereka nerima uang dari kita, jadi wajar dong mereka harus jadi pelayan?" Gadis bercelemek itu mulai meninggikan nada suaranya meski masih ditahan. "Stupid," bisik gadis itu lalu pergi. "Kamu aja yang alay!" teriak gadis bercelemek tidak mau kalah dengan sindiran adiknya. Gadis itu pergi meninggalkan gadis bercelemek menuju ke ruang tengah. Disana sepasang suami istri tengah menonton TV dengan pakaian yang bisa dibilang tidak sesuai untuk bersantai. "Pa, Ma, mau kemana?" tanya gadis itu heran. "Nggak kemana-mana, cuma nanti Aldo pacar Sashi mau ke rumah untuk makan malam sekalian bicarain soal lamaran. Kamu siap-siap juga sana," jawab Mama sambil tersenyum. Gadis itu hanya terpaku. "Kakak mau nikah?" tanyanya lagi. "Tunangan kok. Nikahnya ntar diomongin kapan-kapan," Sahut gadis bercelemek yang ternyata bernama Sashi itu. "O." sahut gadis itu datar. Sashi kembali menuju dapur dan mulai menyiapkan makanan yang akan disuguhkan kepada calon tunangannya. Sekitar jam 20.00 wib malam, gadis itu turun dari kamarnya. Dia sudah selesai bersiap-siap. Namun rumah tampak sepi, mama dan papanya sudah menghilang dari depan TV demikian juga kakaknya. Sashi tidak terlihat di dapur. Gadis itu melangkahkan kakinya ke depan rumah. Sesosok laki-laki yg tidak asing masuk dengan menggandeng tangan Sashi, kakaknya. Disusul kemudian mama dan papa di belakangnya. Mereka menuju ruang makan. Setelah duduk dan berbasa-basi sebentar, makanan pun disajikan. Gadis itu membantu kakaknya mengambil makanan, menatanya dimeja dan juga menuangkan minuman. "Ini aku yang masak lho, Beib. Dicoba ya!" pinta Sashi pada Aldo. Aldo hanya tersipu malu dan mulai memberikan pujian. Melihat kemesraan mereka papa dan mama tampak tersenyum lega. "Kuliahmu gimana, Tasya?" tanya Aldo pada Tasya. "Kepo," jawab Tasya dingin. Mendapat sambutan yang kurang baik dari Tasya, Aldo hanya tersenyum kecut. Sashi menoleh kearah Tasya dan mulai protes dengan membuat keluhan melalui wajahnya. Tasya hanya diam dan berpura-pura tidak melihat apa-apa sehingga membuat Sashi makin kesal. "Aku udah nggak mood. Kalian nikmati aja makan malamnya. Sorry ya Kak, aku tidur duluan!” "Eh, enak aja main kabur aja. Nih bawa bagianmu. Habisin lho," ujar Sashi sambil memberikan sepiring makanan yang dia siapkan dan segelas jus jambu. Tasya menerima apa yang kakaknya berikan dengan ogah. Setelah itu, ia berjalan menjauh, pergi ke kamarnya di lantai dua. *** Matahari sudah meninggi saat Tasya baru saja bangun. Dengan panik, gadis itu menuju ke kamar mandi dan melancarkan jurus mandi bebeknya. Dia ada ujian pagi ini dan ia terlambat. Mama yg biasa selalu bangunin, pagi ini membolos. Tasya ingat semalam mamanya ke kamarnya mengeluh kalau beliau kena diare. Mungkin mama masih tidur, pikir Tasya. Tasya setengah berlari keluar kamar dan dengan langkah terburu menuruni anak tangga. "Non, telat lagi?" sapa Kardi saat melihat Tasya yang terburu-buru ke mobilnya. "Lho? Kok mobil Aldo masih di sini? Dia nggak pulang semaleman?" tanya Tasya heran. "Mungkin kecapekan, Non. Bapak juga belum berangkat ke kantor. Non Sashi, nyonya dan Den Aldo juga belum kelihatan," jawab Kardi setengah melapor. Tasya mengernyitkan kening. Tidak biasanya seperti ini. Tasya pun mengurungkan niatnya ke kampus, dia meminta pak Kardi menemaninya untuk memeriksa keadaan keluarganya. Entah kenapa dia merasa cemas. Tasya dan Kardi menuju kamar orang tua Tasya lebih dulu. Tasya merasa berdebar saat tahu bahwa pintu kamar orang tuanya tidak dikunci. Tasya pun masuk ke dalam dan betapa kagetnya dia melihat orang tuanya tergeletak di samping tempat tidur. Tasya berlari ke mama dan papanya. Tasya mulai terisak saat tahu bahwa orang tuanya sudah tewas. Dengan bibir bergetar dia menoleh ke arah Kardi. "Pak, bagaimana ini?” tanyanya dengan air mata bercucuran. Kardi yang merasa terkejut segera memeriksa tubuh kedua majikannya. Kardi menggeleng pelan. "Maaf, Non. Tidak ada yang bisa kita lakukan, mereka sudah meninggal dunia." Bak terkena petir siang bolong saat Tasya mendengar kata-kata Kardi. Gadis itu terkulai lemas dan menangis histeris. Tiba-tiba dia teringat pada Sashi, saudaranya. Tasya pun segera bangkit dan berlari ke kamar Sashi. Tiba di kamar Sashi, Tasya masuk dan melihat saudaranya terbaring dengan banyak muntahan di kasurnya. Tasya dengan sigap meraih tubuh Sashi lalu memeriksanya. Tak lama kemudian Kardi datang menyusul dan dengan keringat yang banyak lelaki tua itu tampak mmebawa kabar buruk. "Non, Den Aldo juga ditemukan di toilet kamar tamu. Sama seperti yang lain, dia juga sudah meninggal!” Tasya menutup wajahnya dengan kedua tangan dan menangis sejadi-jadinya. Dalam satu malam, dia sudah kehilangan empat orang yang dia cintai sekaligus. Namun, seulas senyum penuh arti tersungging di bibirnya saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD