Aku sedang mengawasinya dengan ekor mataku, mencari kesempatan untuk bisa membunuhnya. Aku menginginkan kepalanya untuk bisa dipenggal dan dimasukkan ke dalam cairan asam kuat yang bersifat korosif. Aku ingin melarutkannya hingga mata, hidung dan telinga serta bagian-bagian kepalanya yang lain lenyap. Dia terlalu indah untuk dijadikan sebagai pajangan dan terlalu laknat untuk menjadi manusia. Aku ingin dia menghilang, seolah tidak pernah ada di muka bumi. Dia adalah kecacatan terburuk dari kaum manusia yang beerderajat tinggi.
Kemarin aku sudah melenyapkan Aulia. Kubuat darahnya menjadi kue kering. Sedangkan daging busuknya sudah kuawetkan dalam lemari esku. Akan kugiling pahanya agar tidak mencuri lelaki yang sudah menjadi milik wanita lain. Akan kucincang lengannya agar tidak mengambil apa menjadi milik orang lain lagi. Dan akan kuawetkan k*********a sebagai pajangan agar aku bisa tahu kemaluan pezina sebusuk apa.
Aulia Fitri Yanti, akan aku mengukir namamu sebagai pezina paling laknat di dunia ini. Termasuk lelaki pengkhianatmu yang akan segera kulenyapkan, si Fufu b******k itu. Akan tiba gilirannya setelah kulenyapkan wanita pelakor lainnya. Entah siapa namanya, akan kucaritahu.
"Hei."
Sapaan itu mengangetkanku sehingga membuatku menoleh.
"Kamu mengangetkan aku Betty," tegurku.
Betty hanya terkekeh pelan.
"Maaf, maaf! Apa Yang sedang kamu pikirkan sehingga tidak menyadari kedatanganku?" tanya Betty heran.
"Tidak ada, aku hanya melamun," jawabku.
"Apa yang sedang kamu lamunkan?" tanya Betty lagi. Dia seperti ingin tahu.
"Aku juga tidak tahu," jawabku sambil tersenyum kecil.
Betty menyipitkan matanya, tidak percaya begitu saja.
"Jangan katakan kamu sedang berencana mendekati dia!" tebak Betty seraya menunjuk seorang lelaki yang memang sedang diawasi.
"Ah, tidak! Tidak," elakku.
"Lalu mengapa kamu memperhatikannya sejak tadi?" tanya Betty penuh selidik.
"Aku hanya penasaran," jawabku.
"Tentang Fufu?" tebak Betty.
Aku mengangguk.
"Kamu tertarik padanya?" tanya Betty dengan nada tidak suka.
"Bukan, aku hanya penasaran. Kamu bilang pacarnya menghilang tetapi kulihat dia tidak bersedih sama sekali. Bagaimana mungkin?" ungkapku.
Betty tergelak mendengar pertanyaanku.
"Fufu itu pengkhianat! Dia lelaki b******k yang jika salah satu wanitanya lenyap, sudah ada pengganti yang siap menggantikan. Kamu tidak boleh memilih lelaki k*****t sepertinya, " jawab Betty.
"Ah begitu," kataku lalu manggut-manggut.
Betty menggangguk.
"Iya, harus. Kamu mengerti?" katanya. Aku hanya mengangguk.
Jadi, dia memang pantas mati bukan? Aku jadi semakin tertarik untuk memenggal kepalanya.
"Jadi singkirkan saja rasa penasaranmu. Lelaki b******k begitu tidak pantas menerima empati darimu," pesan Betty.
"Baiklah," kataku.
"Apa kamu belum memesan apapun?" tanya Betty saat melihat mejaku masih kosong.
"Ah, lupa," jawabku sembari menggaruk-garuk kepalaku.
"Dasar!" dengus Betty.
"Jadi, mau aku pesankan apa?" tanya Betty.
"Bakso? Mie ayam?" imbuh Betty.
"Bet," sahutku.
Betty tercenung.
"Ah iya, kamu vegetarian ya," kata Betty.
"Maaf, aku lupa!" kata Betty melanjutkan.
"Pesankan aku salad saja," kataku.
Betty mengangkat tangannya dan memberikan isyarat oke dengan jarinya.
Betty pun berlalu, meninggalkan aku yang masih diam di tempatku. Aku kembali mengarahkan pandanganku pada Fufu, calon mangsaku selanjutnya. Aku rasa membunuhnya dengan perlahan akan menjadi metode baru untukku.
Entah sengaja-atau memang suatu kebetulan Fufu menolehkan pandangannya padaku. Lelaki menjijikkan itu melemparkan senyuman, aku pun membalasnya. Kami memang sudah chatingan sejak kemarin tetapi dia tidak tahu jika wanita yang janjian dengannya kemarin adalah aku. Dia melambaikan tangan dan aku hanya menyeringai pelan. Dasar lelaki sampah!
Tak lama kemudian dia berdiri dari tempat duduknya, hendak mendekatiku tetapi dia urungkan saat Betty datang dan memelototinya.
"Tuh, kamu ini! Bahaya! Dia itu penjahat wanita, penjahat kelamin pula!" omel Betty.
"Dari mana kamu tahu Betty?" tanyaku heran.
"Aku mengenalnya dengan cukup baik dan aku tahu dia suka tidur dengan banyak wanita," jawab Betty.
"Denganmu?" tebakku ragu.
Betty menjitak ringan kepalaku.
"Sembarangan!" gerutu Betty tidak terima.
"Dulu aku sempat bertunangan dengannya sebulan," jelas Betty.
"Hah?"
"Fufu itu adalah anak dari kenalan ayahku. Kami ditunangkan oleh orangtua kami tanpa menanyakan aku setuju atau tidak, tapi untungnya aku tahu kalau dia suka tidur dengan wanita lain, memvideokannya dan menyimpannya di laptopnya sebagai kenang-kenangan. Lelaki kotor sepertinya tidak pantas untukku, apalagi kamu. Kamu terlalu baik untuknya." kata Betty seraya mulai memakan baksonya.
"Hm, entah kenapa sejak aku makan bakso buatanmu, aku jadi tidak begitu suka bakso di kantin," keluh Betty.
"Padahal kata penjualnya ini memakai daging sapi berkualitas," imbuh Betty.
Aku hanya diam, memerhatikan mejaku yang kosong. Betty pun sepertinya tahu aku enggan menanggapi, wanita itu tidak bertanya lagi.
Tentu saja kamu merasa daging sapi tidak lagi enak. Karena indera perasa dan organ pencernaanmu telah terbiasa mengunyah daging manusia, Betty.
***
Aku berjalan ke parkiran lebih dulu untuk mengambil mobilku sementara Betty masih membayar makanan yang tadi kami pesan. Aku baru saja hendak membuka pintu mobilku ketika tiba-tiba lenganku ditarik paksa.
"Dasar wanita genit!" tuduhnya dengan emosi yang begitu kentara.
"Ada apa ya, mbak? Aku nggak kenal kamu lho," ucapku bingung.
"Kamu tuh kegenitan sama pacar orang," katanya masih dengan nada tinggi.
Aku menautkan alisku.
"Maksud mbak?" tanyaku masih tidak mengerti.
"Tadi kamu senyum-senyum sama pacarku," jawabnya menjelaskan.
"Keganjenan banget, sih," gerutunya.
"Ah, si lelaki pacar Aulia itu?" tanyaku memastikan.
"Pacar Aulia? Dia pacarku sekarang. Mereka sudah putus!" sanggahnya.
"Ah, Aulia yang malang," kataku turut prihatin.
"Jadi, siapa namamu?" tanyaku sembari mengulurkan tanganku, hendak berkenalan.
"Aku Veronica," katanya memperkenalkan diri sembari menerima uluran tangan dariku.
"Ah, salam kenal ya," kataku ramah.
"Kalau kamu?" tanyanya balik tanya.
"Namaku Betty," jawabku.
"Hm, Betty," katanya sembari menaik-turunkan kepalanya.
"Tenang saja, mbak. Aku tidak tertarik dengan pacarmu. Aku sudah punya pacar, kami LDR," terangku.
"Ah begitu! Maaf ya sudah marah-marah, aku tidak tahu!" kata Veronica merasa tidak enak. Aku hanya tersenyum tipis.
"Tidak apa-apa, wajar saja jika kamu marah. Kamu pasti sangat mencintai pacarmu," kataku maklum.
Dia tersenyum lebar.
"Iya, aku sangat mencintainya," kata Veronica mengiyakan.
"Kalau begitu, boleh aku meminta nomer telponmu?" tanyaku.
"Untuk apa?" tanya Veronica heran.
Ya, siapa tahu aku butuh bantuanmu atau sebaliknya. Kita bisa saling menolong." jawabku.
"Baiklah, hitung-hitung menambah teman baru," kata Veronica.
Kami saling bertukar nomer handphone. Setelah itu Veronica pamit, dia meninggalkan aku sambil melambaikan tangan.
"Siapa?" tanya Betty yang baru saja datang.
"Nggak kenal," jawabku sembari masuk ke dalam mobil.
Betty pun masuk lalu duduk di mobilku.
"Yakin nggak kenal? Akrab begitu," kata Betty masih tidak percaya.
"Nggak kenal, Bet," jawabku lagi.
"Tadi apa yang kalian bicarakan?" tanya Betty lagi.
"Dia hanya bertanya letak perpustakaan, jadi aku beritahu. Hanya sebatas itu," kataku menjelaskan.
"Ah, begitu. Aku juga merasa kamu tidak akan seramah itu jika mengenalnya. Aku juga tidak berpikir dia temanmu." kata Betty dengan yakin.
"Mengapa begitu?" tanyaku penasaran.
"Karena temanmu satu-satunya adalah aku," jawab Betty lalu tertawa.
Aku pun ikut tertawa melihat Betty tertawa. Yups, kamu adalah temanku satu-satunya Betty. Dan mungkin, kamu juga adalah manusia pertama yang tidak akan aku bunuh meskipun ingin. Oleh sebab itu, kamu boleh bersukacita, Betty. Kamu akan selalu ada, sebagai manusia hidup, bukan mayat hidup.