Di ruang tamu, Kamala bersimpuh di kaki papa. Meminta maaf diiringi derai air mata, memohon kemurahan hati untuk diampuni kesalahannya. Dari awal Kamala salah sangka, obat yang ia kira aman setelah diminum, nyatanya dengan bodohh ia keluarkan lagi. Akal Kamala tidak sampai ke arah sana. Ia tidak berpikir sesuatu yang baru masuk dan belum bereaksi, tidak akan jadi apa-apa begitu ia muntahkan. “Papa ... maafin Mala ...” Napasnya kian sesak, tersengal-sengal ia bicara. “Nggak tau, Papa ... Mala nggak tau kalau akhirnya begini. Mala salah. Mala yang bodoh. Harusnya Mala ... harusnya ...” “Bilang siapa ayah dari janin itu,” ujar Kamil, suaranya terdengar dingin. Beberapa menit terlewat, menyaksikan adiknya terisak pilu, membuat hatinya teriris. Peran seorang kakak, gagal Kamil emban. Ia lenga