Katelyn dan Zera duduk berdampingan di limosin milik kerajaan, sementara Arthur duduk di sebrang mereka. Tadi terjadi sedikit keributan di restoran, tentu karena Katelyn yang enggan pulang bersama Arthur.
"Miss me my princess?"
"Tentu saja." Jawab Katelyn yang membuat senyum Arthur terbit. "Tidak, tentu saja tidak." Tambah Katelyn dengan senyum ejekannya.
Arthur menghela nafas beratnya, betapa menyebalkannya gadis di depannya ini. Tapi dia tidak boleh membuat gadis ini kesal jika dia ingin Kate pulang bersamanya.
"Pulanglah dengan ku, tolong." Arthur mengusap pipi Katelyn dengan tangan dinginnya, nada bicaranya terdengar sangat memohon. Hal ini membuat seisi restoran ini kaget melihat pangeran sempurna mereka memohon dihadapan seorang gadis biasa
"Bisakah kau tidak mencari ku lagi? Apa lagi ini." Katelyn menunjukan majalah yang masih dipegangnya ke Arthur.
"Apa yang kau fikirkan sampai kau membuat seperti ini? Kau membuat ku malu!" Tambah Katelyn, lagi, gadis itu terlihat sangat kesal.
"Aku hanya memikirkan mu, aku ingin menemukan mu. Dan lihatlah berkat seseorang di sini aku menemukan mu." Arthur balas menyeringai karena dia menang di sini.
"f**k you jerk." Umpat Katelyn tepat di samping telinga Arthur dia dapat merasakan tekanan pada tiap kata dari Katelyn itu.
Arthur hanya terkekeh pelan mendengar u*****n dari gadis itu, selama ini tidak ada yang berani mengumpatinya. Ya, Katelyn lah yang pertama melakukannya.
"Baiklah, kau tidak mau pulang ke kastil ku, maka aku yang akan pulang ke apartemen mu." Ucap Arthur, tangannya menarik tangan Katelyn untuk menuju limosinnya.
**
Jadilah mereka bertiga duduk di sini dengan keheningan yang melingkupi mereka, Katelyn sibuk menatap beberapa gelas kristal yang disandingkan dengan sebotol anggur merah, Arthur tetap menatap Katelyn, dan Zera sibuk menatap antara Katelyn dan Arthur.
"Baiklah ini menyebalkan, turunkan aku di sini." Seru Zera yang langsung disambut rem mendadak oleh sopir limo.
"Kau bercanda?" Tanya Katelyn.
"Aku punya mansion di sekitar sini." Zera menyiapkan dirinya untuk turun, dan melihat tatapan dari Katelyn.
"Tidak sayang, aku tidak akan mengajak mu. Selesaikan dulu masalah mu, ok?" Zera menepuk bahu Katelyn beberapa kali.
"Jangan sampai kau menyakiti sahabat ku yang mulia, kau memang pangeran ku tapi jika kau berani macam-macam, kau akan berhadapan dengan ku. Yang mulia." Ucap Zera sebelum keluar dari sana meninggalkan mereka bedua. Terutama Kaelyn yang sngat ingin ikut dengannya karena enggan terjebak disini dengan Arthur.
"Kalian sama-sama suka mengancam." Arthur tersenyum tipis membuat Katelyn menatapnya jengah.
**
"Arah ke kastil mu bukan kemarikan?" Tanya Katelyn saat limo itu tidak menuju arah ke kastil.
"Bukankah aku sudah bilang, aku akan pulang ke apartemen mu." Ucap Arthur.
"Darimana kau tau apartemen ku?" Tanya Katelyn.
"Untuk apa juga kau kesana? Kau hanya akan merepotkan ku." Katelyn mendegus kasar, baiklah tata kramanya sudah rusak saat bertemu pria ini.
"Aku tau darimana itu bukan urusan mu, dan aku tidak pernah main-main dengan ucapan ku, Miss Madison." Arthur memamerkan senyum miringnya, yang lama kelamaan membuat Katelyn membenci senyum itu.
**
Saat supir limosin itu membukakan pintu untuk mereka, saat itulah Katelyn keluar dari sana. Lantas gadis itu melangkah cepat menuju kamar miliknya tanpa memperdulikan Arthur yang tertinggal di belakang sana.
"Apa yang ada di pikirannya, hah?" Tanya Katelyn pada dirinya sendiri, dia terus melangkah sembari sesekali menengok ke belakang.
"Gila." Tambah Katelyn.
Sampailah Katelyn di depan pintu kamarnya, dengan cepat gadis itu membuka pintu kamarnya yang sedikit susah itu. Hingga akhirnya gadis itu masuk dan akan menutup pintunya jika tidak ada jemari yang menahan daun pintu itu.
"Arrghh..." Erang Arthur saat jemarinya terjepit pintu kamar gadis itu.
"Tidak bisakah kau bersikap baik pada ku, Miss Madison?" Tanya Arthur.
Belum habis nyeri di jarinya, Katelyn malah lebih mendorong pintunya dengan tatapan tajamnya. Dia ingin membuat Arthur jengah dan membatalkan pernkahan mereka. Ya ini satu-satunya cara untuk kluar dari permainan gila ini.
"Tentu tidak pangeran." Jawab Katelyn.
"Kau lupa? Aku ini calon suami mu." Ucap Arthur, dia berusaha memanipulasi pikiran gadis itu agar lupa niatannya mematahkan jemari Arthur.
Benar saja, saat fikirannya buyar, otomatis Katelyn tidak lagi menahan pintu itu. Hal ini tidak disia-siakan Arthur untuk segera mendorong pintu itu dan masuk ke dalam sana sebelum menutup pintu itu dengan keras.
'Blammm!!' Dentum pintu itu membuat Katelyn segera tersadar, dan menatap Arthur yang sudah berada di depannya.
Arthur menatap Katelyn dengan tatapan tajamnya, hal ini membuat nyali Katelyn menciut sekaligus membuat gadis itu merasa terintimidasi oleh iris biru terang itu. Terlebih Arthur menguatkan rahangnya dan aura dingin dan berkuasanya menguar.
"Kenapa kau melakukan itu?" Tanya Arthur dengan nada rendah karena rahangnya mengatup rapat.
Sementara Katelyn langsung menatap lantai kamarnya, baiklah dia memang pembangkang tapi dia tidak bisa jika melihat orang marah karenanya.
Jemari lentiknya saling menaut satu sama lain, beberapa kali Katelyn menengguk ludahnya kasar sangkin gelisahnya. Jika Zera yang marah sudah biasa untuknya, kali ini sang pangeran yang marah padanya.
"Mana mulut tajam mu itu? Apa mulut itu hanya bekerja hanya saat mengumpati kata-k********r?" Tanya Arthur dan lagi-lagi Katelyn hanya diam.
"Tell me girl, why are you acting like this?"
"Berakting seolah kau gadis polos yang lemah." Tambah Arthur.
Katelyn masih mengabaikannya, dan Arthur benci diabaikan. Tidak sebenarnya Katelyn takut padanya. Dia takut jika dia menjawb itu akan semakin memperburuk situasi ini.
"Aku bertanya pada mu." Arthur bergerak mendekati Katelyn.
"Katelyn Madison." Bisik Arthur tepat di samping telinga Katelyn, ini membuatnya merinding karena nafas pria itu menyapu kulitnya.
"Maaf." Katelyn menadahkan wajahnya untuk menatap wajah Arthur. Mata biru tua milik Katelyn menatap mata biru muda milik Arthur.
"Duduklah di kursi itu, aku akan segera kembali." Katelyn langsung berlari kecil menuju kamarnya, dia sedikit membuat nakasnya berantakan karena mencari kotak p3k miliknya.
"Dapat." Pekiknya senang.
**
Arthur tidak semata-mata duduk di kursi, dia memilih sedikit berkeliling ruang tamu itu. Sempit, dan entahlah dia menilai apartemen ini tidak layak huni. Apalagi dihuni calon istrinya. Arthur mendengar sedikit kegaduhan dari dalam sana, dan saat mendengar langkah kaki mendekat Arthur cepat-cepat duduk di kursi terdekatnya.
Arthur memperhatikan Katelyn yang membawa baki berisi dua buah mangkuk dan kotak putih dan piring yang berisi seperti ramuan berwarna hijau. Arthur menatap tiap gerak gadis itu dengan tatapan tidak minatnya, bahkan saat Katelyn menarik kursi lipat dan di tempatkan tepat di depannya.
"Baiklah, aku minta maaf yang mulia." Ucap Katelyn, sesaat gadis itu menatap Arthur sebelum sibuk dengan isi bakinya.
"Aku tau sifat ku tidak baik pada mu." Katelyn menuntun tangan Arthur agar masuk ke dalam mangkuk berisi air dingin, sembari mengusapnya.
"Maka dari itu, aku berharap kau akan mencari wanita lain untuk menjadi pengantin mu." Katelyn terkekeh ringan saat mengingat statusnya sebagai calon pengantin pria di depannya.
Arthur hanya diam memperhatikan pekerjaan Katelyn, bahkan pria itu tidak mendengarkan kata-kata dari Katelyn. Katelyn menjauhkan mangkuk itu dan mengelap tangan Arthur dengan kain yang sudah di siapkan.
"Entahlah, aku bahkan tidak tau harus bagaimana bersikap pada mu." Katelyn mendegus kasar, lagi, gadis itu membawa tangan Arthur masuk ke mangkuk yang kali ini berisi air hangat.
"Aku juga tidak tau kenapa kau menjerat ku dalam permainan mu." Katelyn menatap mata Arthur, pria itu hanya menaikan alis tebalnya.
"Aku juga tidak tau, apakah sopan aku mengobati pangeran ku dengan ini?" Katelyn kembali mengeringkan tangan Arthur.
Arthur sedikit menjauhkan tangannya saat Katelyn meraih ramuan hijau itu, tapi tangan gadis itu menahannya.
"Hanya tumbukan seledri yang mulia, aku tidak akan membunuh mu. Karena aku juga tidak mau suka rela masuk penjara karena mu."
Arthur menarik sedikit sudut bibirnya, semanis apapun Katelyn, gadis itu tetap memiliki kalimat sarkasnya, dan Arthur menyukai itu gadisnya tidak pernah menjadi orang lain.
"Selesai." Pekik Katelyn ketika dia selesai membalut jari Arthur demgan kain kasa.
Katelyn mengemasi kembali perlengkapannya dan membawanya ke belakang.
"Terimakasih." Ucap Arthur, Katelyn langsung menghentikan langkahnya dan menengok ke belakang dengan senyum tipisnya.
"My pleasure, your highness." Balas Katelyn.
Arthur senang jika Katelyn bersikap manis padanya, tapi dia menangkap bahwa gadis itu bersikap semata-mata karena Arthur adalah pangeran dan Katelyn sendiri adalah rakyat biasa. Katelyn hanya menunjukan rasa hormatnya, dia tidak memiliki rsa lebih pada Arthur.
"Aku sudah menyiapkan kamar, ingin tidur sekarang?" Tanya Katelyn yang tiba-tiba kepalanya muncul di sela-sela pintu.
Arthur berjalan menghampiri gadis itu yang bersembunyi di balik pintu itu.
"Maaf jika tidak seluas kamar mu di istana." Ucap Katelyn sembari membuka pintu lebih lebar mempersilahkan Arthur masuk.
Arthur hanya menemukan satu single bed dan sebuah nakas di tengah ruangan, dan sebuah sofa di dekat jendela. Lalu dia akan tidur dimana? Batin Arthur.
"Aku harap kau tidak keberatan berbagi kamar dengan ku, karena penghangat ruangan yang paling berfungsi hanya di sini." Ujar Katelyn dia menangkap raut bingung dari wajah pria itu.
"Tenang, kau bisa memakai kasur ku, aku tidur di sana, ok? Selamat malam." Katelyn berjalan menuju sofa itu, untung dia memiliki satu bantal untuk dirinya dan satu lagi untuk Arthur.
Katelyn berbaring meringkuk membelakangi Arthur, sebenarnya tanpa selimut dinginnya musim dingin masih sangat jelas dirasakan.
**
Pukul satu pagi Arthur belum juga dapat menutup matanya, pandangannya selalu tertuju pada tubuh yang meringkuk membelakanginya. Dia tidak akan membiarkan gadisnya tinggal lebih lama di sini, sangat tidak baik untuk gadisnya itu, juga untuk citranya. Bagaimana jika muncul berita 'Calon istri Pangeran Arthur tinggal di apartemen yang tak layak huni.' Membayangkannya saja Arthur bergidik ngeri.
Arthur memilih beranjak dari tempatnya dan mendekati Katelyn, bahu gadis itu naik turun dengan teratur menandakan dia sudah terlelap. Arthur bersimpuh di depan Katelyn, dan tepat saat itu juga Katelyn membalik posisi tidurnya menjadi menghadap Arthur.
"Kau cantik Katelyn." Tangan Arthur bergerak menyingkirkan rambut yang menutupi sebagian wajah Katelyn.
"Kau juga baik." Tambah Arthur.
"Tidakkah kau tau aku kebingungan?"
"Aku bingung akan perasaan ku padamu, aku tidak dapat mengartikannya." Arthur membawa tangan gadis itu ke genggamannya dan menatap wajah damai gadis itu, tidak ada lagi tatapan menantang dan senyum mengejek di sana.
"Tolong bantu aku untuk mengartikannya."
"Apa ini sekedar obsesi semata atau cinta?" Tanya Arthur.
"Aku hanya dapat menangkap bahwa kau mencuri perhatian ku saat kita pertama bertemu." Arthur mengecup singkat tangan gadisnya itu.
"Sleep well, my lady." Bisik Arthur.
**