Katelyn menunduk dalam-dalam, bagaimana tidak? Sekarang seisi ruangan ini menatapnya. Ingin rasanya tenggelam di lantai mahal ini.
"Kau yakin?" Tanya Mandeline.
"Dengan segala hormat ku Your Majesti, aku memilihnya." Atrhur masih lekat menatap gadis itu yang masih berjalan kearah mereka.
"Lihatlah, dari cara jalannya saja sangat tidak ada nilai estetiknya." Cibir Mandeline yang langsung membuat Philip berdehem mengingatkan istrinya.
"Ingatlah bagaimana diri mu dulu." Bisik Philip.
Mandeline menatap penuh rasa tidak suka pada gadis yang sudah ada di hadapan mereka, lain dengan suami dan anak-anaknya yang menatap penuh minat pada gadis itu.
"Terimakasih Mike." Ujar Arthur melirik Mike dari balik bahu Katelyn.
"My pleasure, Your Highness." Mike menunduk hormat sebelum beranjak dari sana.
Perginya Mike serasa menambah beban tersendiri untuk Kate, dia merasa dirinya terintimidasi di suasana ini. Kate terus menatap sepatunya tanpa minat menegakan dagunya, Kate bahkan ingin menertawakan dirinya sendiri karena jika dipikir-pikir dirinya sekarang pasti seperti seonggok sampah yang berada di tengah ladang tulip.
Hey look around you, mereka tampak bersinar dengan dres mewah yang mereka kenakan dan lihatlah Katelyn, dia hanya menggunakan pakaian seadanya yang bahkan tidak pantas dipakai di acara formal.
Hening, hingga akhirnya Katelyn terbawa kembali dari pikirannya. Katelyn berdeham kecil.
"My Lord, My Queen, Your Highness, My lady." Ujar Katelyn seraya menekuk kakinya dan menundukan badannya.
"Buubbb buuubbbb." Katelyn merasakan kakinya dipeluk dari belakang sana, akhirnya Katelyn menengok kebelakang. Dia menemukan sosok bayi kecil yang sangat menggemaskan dengan setelan formal dan mata biru lebarnya, Prince Oliver.
"My Prince." Sapa Katelyn dengan senyum manisnya yang disambut ocehan menggemaskan oleh Oliver. Bayi itu tampak menyukainya.
"Saya minta maaf nona." Seorang pengasuh bayi berusaha melepaskan pelukan Oliver dari kaki Katelyn.
Bukannya melepaskan pelukannya, Oliver semakin mempererat pelukannya dan menangis.
"Tidak apa-apa, nyonya." Ujar Katelyn dengan senyum manisnya dan beralih menatap pangeran kecil itu.
"Olie kemarilah sayang." Rendela mengulurkan tangannya untuk meraih Oliver agar mau lepas dari kaki Katelyn.
"Ah ya, mari ikut makan malam bersama kami nona." Ucap Philip yang hendak beranjak dari sana.
"Dengan senang hati, My Lord." Katelyn menggeser tubuhnya agar keluarga itu dapat berjalan lebih dulu.
Arthur berhenti tepat di depan Katelyn, saat gadis itu menadahkan wajahnya Arthur malah lanjut berjalan begitu saja tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun bahkan Arthur langsung mengalihkan pandangannya.
'Hah, apa yang kau harapkan bodoh? Akan ditenangkan oleh pangeran mu? Kau bukan Cinderella, Kate.' Seru batinnya geram.
**
Arthur mengambil tempat di ujung meja makan yang lebar dan luas itu, tepat di sebrang ayahnya.
Ayahnya itu mulai membuka obrolan dan mengajak satu persatu dari tamu mereka larut dalam topik obrolan.
"Nona, siapa nama anda?" Arthur menatap Katelyn yang masih asik dengan santapannya.
"Nona." Ulang Ayahnya, kali ini Katelyn mengangkat kepalanya.
"Aku?" Tanya Katelyn membari menunjuk dirinya sendiri.
Ini membuat seisi ruangan menahan tawanya kecuali Mandeline yang semakin membenci wanita itu.
"Ya nona anda." Tambah Leonore.
Lantas Katelyn menbenarkan posisi duduknya sembari berdeham.
"Nama saya Katelyn Madison." Jawab Katelyn.
"Riwayat pendidikan?" Tanya Mandeline terdengar seperti nada yang merendahkan di telinga Katelyn.
"Saya meluluskan S2 hukum di Oxford University satu tahun lalu, My Queen."
"Kau bekerja dimana?" Tanya Rendela.
"Saya bekerja di sebuah kafe tiga blok dari sini My Lady, mencari pekerjaan yang sesuai adalah hal yang sulit." Ucap Katelyn.
Arthur bersikap seolah acuh, tapi dia mendengarkan semua. Dia baru tau Katelyn memegang gelar master di bidang hukum.
Bergulirlah obrolan malam itu hingga acara berakhir dan para tamu mulai meninggalkan kastil itu.
**
"Malam Mike." Sapa Katelyn saat bertemu Mike di depan pintu utama.
"Malam nona, bagaimana di dalam tadi?" Tanya Mike.
"Menyebalkan Mike, kau tau.." Tiba-tiba Mike mengangkat tangannya ke udara mengisyaratkan agar gadis itu diam. Pria itu tampak menerima panggilan penting dari ponselnya.
"Baik, Yang Mulia." Lalu Mike menutup telfonnya, sebelum tersenyum pada Katelyn membuat gadis itu bingung.
"Ada apa?" Tanya Katelyn.
"Kau diutus menghadap yang mulia, mari aku antar." Mike berjalan mendahului Kate membuat gadis itu berdecak sebelum mengekori Mike.
**
Mike membukakan pintu besar itu untuk Katelyn, lagi-lagi katelyn dibuat takjub oleh arsitektur bangunan ini.
Mereka sampai di sebuah ruangan besar hanya ada kursi untuk raja dan beberapa kursi lain di depannya yang saling berhadapan.
Di sana sudah ada Raja dan Ratunya serta anak-anak mereka. Katelyn menunduk sebagai tanda hormatnya, jujur saja baru satu hari mengenal royal family ini sudah membuat kakinyanya sedikit pegal karena harus selalu menekuknya untuk memberi hormat pada mereka.
Katelyn belum tau maksud dari semua ini, maksud Arthur menundangnya ke garasinya tapi nyatanya pesta, maksud Arthur menunjuknya tadi, dan maksud dia dipanggil oleh raja.
"Duduklah disini nona." Athala menepuk pelan kursi merah yang berada di sampingnya.
"Terimakasih." Ucap Katelyn seraya mengambil posisi duduknya.
Katelyn duduk tegak sembari menyilangkan kakinya, ini membuat Mandeline memutar bola matanya. Baginya gadis ini sangat tidak berpotensi untuk dijadikan salah satu dari mereka. Entahlah kenapa Kate merasakan kecanggungan melingkupi mereka, ditambah dengan dirinya yang tidak tahu menahu bagaimana bersikap dengan keluarga kerajaan.
"Miss Madison, benar?" Tanya Philip dan saat itu juga Katelyn menegakan punggungnya seraya mengukir senyum manisnya.
"Benar yang mulia." Jawab Katelyn. Sekarang dia memfokuskan diri pada rajanya, dan dia bahkan tidak perduli jika yang duduk tepat di depannya adalah Arthur.
"Apa maksud kedatangan anda kemari nona?" Tanya Philip.
Katelyn mengalihkan pandangannya sejenak ke arah Arthur yang ternyata masih menatapnya. Dia menatap Arthur bingung. Katelyn bingung harus menjawab apa, tapi Arthur hanya menatapnya dengan eskpresi datar.
"Saya sebenarnya memiliki janji dengan Pangeran Arthur, tapi sungguh saya tidak tahu jika sedang ada acara di sini." Katelyn kembali menatap rajanya yang duduk di kursi kekuasaannya.
"Janji?" Tanya Mandeline.
"Benar yang mulia." Katelyn tersenyum manis pada Mandeline, ya walaupun sebenarnya dia telah menangkap aura ketidak sukaan ratunya itu pada dirinya.
"Janji apa yang kau buat, son?"
"Aku hanya berjanji membawanya kemari mengenalkannya pada kalian, sebenarnya aku akan mengenalkan Miss Madison sebagai calon pengantin ku." Arthur menyeringai saat menatap Katelyn, tapi berubah menjadi senyuman khasnya saat menatap ayahnya.
Sedangkan yang lain menunjukan ekspresi keterkejutannya. Katelyn membulatkan matanya tak percaya atas apa yang Arthur katakan. Arthur hanya bilang dia akan memberi Katelyn salah satu dari bbeberapa mobilnya,bukan tiba-tiba menjadikan Katelyn sebagai calon istrinya.
'Terkutuklah pangeran itu, apa dia bilang? Calon pengantinnya?!' Batin Katelyn.
"Wohooo, calon pengantin mu?" Athala melemparkan tatapan menggodanya pada Katelyn dan beralih pada Arthur.
"Kenapa kau tidak memberi tahu sejak awal, dan tidak pernah memberitahu kami?" Tanya Rendela yang tak dapat menahan senyum gelinya.
"Iya, kenapa kau menyembunyikan gadis cantik seperti Miss Madison selama ini?" Tambah Leon.
"Baiklah, Miss Madison coba ceritakan pada kami bagaimana kalian pertama kali bertemu?" Kali ini Mandeline membuka suaranya.
Katelyn baru memantapkan hatinya untuk membantah semua bualan dari pangeran s****n itu, baru saja hendak membuka suaranya dia sudah dipotong oleh Arthur.
"Biar aku ceritakan ibu, aku tidak tahan melihatnya begitu menggemaskan saat malu." Ucapan Arthur itu disambut tawa hangat dari anggota kerajaan, yap kecuali ibunya.
"Dua tahun lalu, aku bertemu dengannya." Ucap Arthur.
"Aku bertemu dengannya di caffe lima blok dari sini, saat itu dialah yang menulis dan mengantar pesanan ku. Gadis cantik dengan topi hitam dan clemek coklat yang berhasil mencuri perhatian ku, apalagi rambut coklat keemasannya yang di kucir serta kacamata lebarnya."
Katelyn selalu menatap pria ini, memperhatikan tiap gerak-geriknya dan yap. Pria ini pandai membual rupanya, dia membalik ceritanya. Hey itu semua terjadi baru pada siang ini.
"Kalian menggemaskan, aku setuju kau menikah dengannya kalian akan menjadi pasangan terbaik." Seru Athala yang langsung dihadiahi tatapan penuh peringatan dari ayah dan ibunya.
"Baiklah, Miss Madison. Dan kau Arthur jaga calon menantu ku ini untuk tiga bulan kedepan." Seketika semua tatapan tertuju pada raja mereka.
"Kalian akan menikah tiga bulan lagi." Tambah Philip yang diiringi dengan beranjaknya dia dari kursi kebesarannya dan menuju pintu keluar, seolah keputusannya itu tidak dapat diganggu gugat lagi.
"Tiga bulan lagi? Apa ayah serius?" Tanya Arthur dia terkejut dengan ayahnya yang langsung memberi keputusan.
"Terlalu lama? Dua bulan?" Gurau Philip.
"Tidak tiga bulan my son, kau harus bersabar." Tambahnya lagi.
Katelyn memegang pinggiran kursinya, rasanya tulang-tulangya sudah hilang dari tempatnya. Lemas, dia merasakan lemas yang teramat.
'Oh God'
**