You

1212 Words
Dua hari setelah malam itu, Katelyn kembali menjalankan kehidupannya dengan waras. Dua hari sampai hari ini dan tidak ada pihak dari kerajaan yang mengaggunya cukup meniup angin sejuk untuknya, karena sudah dipastikan rencana gila itu akan batal. Siang ini salju turun cukup lebat, bahkan penghangat ruangan di caffe ini hanya sedikit berguna disini. Tempat mereka ppun sepi pengunjung benar-benar tidak ada yang keluar rumah untuk secangkir kopi hangat. "Badai?" Tanya Katelyn yang ikut melihat berita perkiraan cuaca bersama teman-temannya. "Seperti yang dikatakan wanita itu, badai." Charlos masih menyimak laporan reporter itu dengan  serius. Mereka memperhatikan berita itu dengan seksama. Tidak ada pelanggan dan mereka tetap mendapat gaji mereka betapa menyenangkannya. "Permisi." Mereka masih terhipnotis tayangan berita itu. "Permisi." Kali ini mereka menoleh serentak ke arah kursi yang sudah ada penghuninya dan langsung tergesa ke tempat masing-masing. Bagaimana bisa mereka tidak mendengar lonceng pintu itu? Katelyn kali ini bertugas di depan penggorengan, dengan spatula yang sudah berada di gengamannya. "Berry smooties bowl, waffle with honey and cream soup." Ujar Vera sembari menjepitkan secarik kertas di depan Katelyn. "I'm coming." Seru Kate dengan riang meski harus menanggalkan spatulanya. Dengan lihai Kate mencetak waffle diatas pemanggangnya, dengan dibantu Ree yang menyiapkan cream soup pesanannya dan Rebeca menyapkan smooties bowl yang tidak cocok dimakan saat dingin seperti ini. "Done babe." Seru Kate sembari menekan lonceng kecil di lubang pembatas dapur. "Aku akan ke toilet sayang, tolong bawakan ok? Terimakasih." Ucap Vera ketika melewatinya dan melesat ke toilet. "Kau saja Kate." Ujar Rebeca ketika Kate melihat rekannya satu persatu. "Ya ya ya." Kate mendegus, tapi langsung digantikan senyum manisnya. Kate mengantarkan nampan yang penuh pesanan itu ke meja pelanggannya, jangan lupa dengan senyum manis yang selalu terpatri di sana. "Ini pesanan mu tuan-tuan, selamat menikmati, terimakasih." Ucap Kate dengan cepat dan menunduk lantas dia hendak segera beranjak dari sana. ** Arthur langsung menangkap tangan gadis itu saat dia hendak pergi dari sana. Dia merasakan gadis itu terkejut saat kulit hangat gadis itu disentuh tanggannya yang dingin. "Jangan menghindar Miss Madison." Ujar Arthur dengan nada rendah yang menakutkan. "Maaf yang mulia tapi aku harus kembali bekerja." Katelyn mencoba melepaskan cekalan tangan Arthur yang sialanya semakin mengencang saat dia berusaha melepaskan diri. Katelyn tau itu Arthur dan Mike saat dia dan teman-temannya terkejut, maka dari itu Kate langsung melesat ke dapur dan menyuruh Vera mengambil tugasnya. Dan saat Vera menyuruhnya mengantar pesanan, dia juga berusaha menimpakan tugas itu pada yang lain. Yang mana saja asal jangan padanya. "Duduklah Miss Madison." Kali ini nada yang digunakan Arthur sangat memerintah. "Aku tidak bisa yang mulia." Elak Katelyn. "Kalau begitu aku akan membayar mu setiap menitnya, jika kau duduk di sini." Arthur semakin mengeratkan cekalannya. "Kau fikir aku w************n yang dibayar permenitnya hanya untuk menemani mu?!" Seru Katelyn dengan jengkelnya, nafasnya memburu karena menahan emosi yang sudah meluap-luap itu. Sontak hal ini mengundang perhatian rekan-rekannya. Ada hudungan apa Kate dengan sang pangeran hingga dia berani membentak pria berkuasa itu? Baiklah dulu memang Katelyn mengagumi pria ini, tapi tidak lagi sekarang ini. Sejak malam itu Katelyn menjadi membenci pria itu karena dengan kekuasaannya dia seenaknya mengatakan apa yang dia mau dan membuat Katelyn ikut terjebak di permain pria itu. Sementara Arthur hanya diam dan muka datarnya, dia melihat begitu menggemaskannya gadis itu saat sedang marah, dengan hidung dan pipi kemerahan dan kacamata yang melindungi iris biru tua yang menyiratkan kebencian itu. "Lepaskan tangan mu itu yang mulia, aku memperingatkan." Katelyn menunjuk-nunjuk Arthur dengan jari lentiknya. Arthur hanya mendegus, tiba-tiba dia menarik tangan Katelyn hingga gadis itu kehilangan keseimbangannya dan tangan yang satunya lagi digunakan untuk menarik tubuh gadis itu. Hingga jatuhlah Katelyn tepat diatas pangkuannya. Katelyn sangat terkejut atas apa yang Arthur lakukan. Dia sangat kikuk, malu, dan terkejut semua menjadi satu. "Dan aku memperingatkan mu Miss Madison." Bisik Arthur tepat di samping telinga Katelyn, sementara tangannya bergerak melepas kacamata yang bertengger di hidung lancip gadisnya lalu membawa dagu gadis itu agar menghadapnya. Mereka saling menatap dan dalam situasi yang intens ini, Katelyn seolah tersihir oleh iris biru itu. Dia hanya bisa diam dan menatapnya. "Jangan menatap ku dengan tatapan marah seperti itu, aku tidak menyukainya." Arthur mengecup kedua kelopak mata itu. Jantung Katelyn semakin berdetak kencang dengan susah payah Katelyn menelan ludahnya. Sebelum ini tidak ada pria yang memperlakukan dia semanis dan selembut ini. Tangan Arthur menyentil halus dahi Kate. "Di sini, kau istimewa, jangan berfikir aku menyamakan mu dengan w************n di luar sana." Arthur mengecup lembut dahi itu. Nafas Katelyn tercekat, baiklah perlakuan Arthur terhadapnya bisa membuat Kateyn mati. Tanggannya berailih menggenggam kedua tangan milik Katelyn, dan membawanya mendekat. "Jangan menunjuk-nunjuk ku lagi, karena aku tidak menyukainya." Dikecup dua punggung tangan itu. "Dan." Jarinya menahan dagu Katelyn agar tidak menunduk. "Jangan menggunakan nada tinggi itu lagi, aku tidak menyukainya." Arthur bergerak maju hingga hidung mereka saling bergesekan. 'Bahaya.' Peringatan itu langsung membuat Katelyn meresoponnya Dengan cepat Katelyn menggeser kepalanya lalu memeluk pria itu dengan menyandarkan kepalanya di bahu pria itu dan tangannya berlabuh di kedua pundak kokoh pria itu. Jujur semua itu membuat otaknya tidak bekerja dengan baik. Memeluk Arthur adalah opsi terbaik karena tidak mungkin dia bangkit dari sana dan terjungkal, atau jika dia tidak mengelak maka—baiklah tidak perlu dijelaskaan. "Miss me?" Tanya Kate dengan kepala yang menyandar nyaman di sana. "Menghindar?" Tanya Arthur, dia terkejut akan respon dari Katelyn tapi dia memilih membelai rambut coklat keemasan milik Katelyn yang tidak lagi ditutupi topinya. "Menyelamatkan diri tepatnya." Ujar Katelyn. Arthur terkekeh, tangannya masih bergerak mengusap rambut gadisnya ini. Benar saja dia merindukan gadis ini. 'Hei Kate liat diri mu, kau berada di pangkuan pria yang baru saja kau marahi? Yang benar saja, kau tak jauh lebih baik dari jalang yang mengais kasih sayang di luar sana.' Fikiran itu lantas membuat Kate menarik dirinya. "Begini saja untuk beberapa menit." Arthur menahan tubuh Kate agar tidak beranjak kemana-mana. "Kau tau? Ini lebih nyaman dari kasur ku dan ini lebih hangat dari penghangat ruangan ku" Tambahnya. Kate hanya mendegus samar saat kepalanya dituntun untuk kembali bersandar di bahu Arthur. "Kau terlihat lelah Miss Madison, istirahatlah." Ucapan itu bagai mantra tidur yang ampuh untuknya, ditambah dengan gerakan mengusap rambutnya yang teratur. Yap, akhirnya Katelyn kehilangan kontrol akan rasa kantuknya yang sudah membuatnya terbang ke alam mimpi. ** Arthur memperhatikan tiap detail lekuk wajah gadis di depannya, cantik, elegan, manis, dan menyejukan. Perpaduan sempurna untuk golongan wanita biasa-biasa saja. Dia membawa Katelyn ke kastilnya, karena orang tua tengah melakukan kunjungan ke Denmark jadi dia bisa membawa Kaelyn kemari. "Tidak bosan?" Tanya Athala. "Diam adik manis, kau belum tau rasanya jatuh cinta." Leon mengacak gemas rambut coklat kemerahan milik adiknya. Entah sejak kapan mereka berdua berdiri di depan pintu kamarnya. Arthur sendiri hanya melirik adiknya singkat tanpa minat membalas sindiran adik perempuannya itu, dia sendiri tidak tahu kenapa dia melakuka semuaini pada Katelyn. Semua terjadi begitu saja tanpa drencanakan. "Semengerikan itu efeknya? Tersenyum sendiri, atau bahkan tidak dapat tidur berhari-hari? Dan dapat mengacaukan fikiran? Huhhhh... Mengerikan." Athala bergidik ngeri, sebenarnya dia menyindir kakaknya. "Diam." Ucap Arthur dan Leon bersamaan, ya itu gejala yang sama-sama ditunjukan keduanya. "Dasar pria." Cibir Athala. "Dasar wanita." Balas Arthur dan Leon. Athala menatap kedua kakaknya dengan tajam sebelum beranjak dari sana dengan kesal. Dia dan kakaknya memang lebih sering bertengkar jika tidak ada orang tua mereka. "Kau!!" **      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD