ENJOIN

1008 Words
Pukul tujuh malam hari itu. Di kamar Shuuya. Saluran siaran berita di televisi terus menerus menayangkan berita yang membahas tentang kematian banyak orang yang terjadi serentak di Jepang maupun negara lain. Seluruh dunia bagaikan tercekam oleh wabah kematian mendadak yang lebih berbahaya timbang apa pun yang pernah ada sebelumnya. “Rieki Shinmei yang lain sepertinya lebih memilih jalan pelan tapi pasti dan lebih peenuh dengan persiapan. Tidak terlalu mencolok tapi bisa dibilang cukup brutal,” komentar Erick yang menonton televisi di sofa bersama Shuuya. “Aku tidak peduli soal itu semua, Erick. Menurut yang aku perkirakan sendiri… sepertinya ada Rieki Shinmei yang berkerja sama dengan polisi untuk menemukan Rieki Shinmei yang lain. Apa yang harus aku lakukan?” tanya Shuuya dengan raut wajah kalut serta gundah. Ia tak bisa biarkan hal begitu terjadi, tapi apa yang harus ia lakukan? Bukan berarti saat ini ia memiliki lebih banyak pilihan dibanding dengan orang lain. “Aku tidak tahu apa pun soal itu, Shuuya san. Aku ada di sampingmu hanya untuk jadi fasilitas. Alat yang tak ubahnya perangkat perang tanpa jiwa. Jangan minta aku berpikir juga!” jawab Erick dengan tendensi emosi. Ia memang merasa kadang tuannya ini bersikap terlalu labil dan jauh dari kesan dewasa. Padahal bukan itu yang dibutuhkan seorang manusia saat ia memutuskan bergabung dengan pertarungan mempertaruhkan masa depan alam semesta dunia bawah ini selanjutnya. Tidak, bukan itu yang Shuuya butuhkan. Begitu juga dengan Erick. Mereka berdua adalah dua makhluk dengan pola pikir dan keyakinan serta situasi kondisi berbeda. Apa yang ada dalam kepala mereka tentu tak sama dan itu sangat perlu dikaji ulang. Namun, semua tak akan semudah itu. Karena tiap pribadi pasti miliki pilihan mereka sendiri. Aduh, apa ya yang harus dilakukan untuk membuat Shuuya kembali jadi sosok manusia yang memang ia kehendaki untuk jadi seorang penguasa sejati. Shuuya tampak semakin meragu akan sesuatu. “Bagaimana hal tadi itu bisa terjadi? Ini benar-benar buat aku merasa resah. Kau sendiri yang bilang bahwa apa pun yang kutulis dalam Death List mustahil gagal. Itu adalah hal yang telah ditetapkan oleh nasib. Seharusnya William sudah mati. Tapi, bisa-bisanya Ao malah menyelamatkannya. Ini cukup membingungkan… sejujurnya.” “Bisa jadi dia merupakan seorang pemilik antigene,” beritahu Erick. “Apa lagi itu antigene, sih?” tanya Shuuya sedikit kesal dengan raut wajah bingung yang kental. “Itu adalah suatu kemampuan manusia untuk terhindar atau memisahkan diri dari nasib manusia lain. Jika manusia yang memiliki itu sengaja melibatkan diri dalam takdir manusia lain. Takdir manusia itu bisa saja berubah. Dan apa pun yang telah ditentukan dalam Death List maupun perangkat penentu nasib lain tidak akan ada gunanya. Semacam itulah,” terang Erick. “Tapi, bagaimana mungkin Ao bisa…? Aneh sekali.” “Manusia yang memiliki kemampuan ini hanya lahir dalam jangka waktu sekitar satu millenium sekali. Dalam peraturan seleksi telah ditentukan bahwa jika terdapat manusia yang memiliki ciri seperti ini bergabung dalam seleksi. Seorang aspirant harus menyingkirkannya. Di luar kepantasannya untuk mati atau tidak,” terang Erick. “Apa? Mustahil. Itu tidak benar,” respon Shuuya semakin kalut. “Kau benar. Masih ada satu kemungkinan lagi,” potong Erick santai. “Apa itu?” tanya Shuuya. Erick Haires menjawab, “Dia adalah contractor atau manusia yang telah mengikat kontrak dengan seorang shinigami menggunakan cara ilegal dengan Keaven.” Shuuya menghentakkan telapak tangan di badan sofa. “ITU TIDAK MUNGKIN!!!” “Everything is possible. Tidak ada hal yang tidak mungkin di dunia ini,” balas Erick dengan intonasi dan tatapan dingin. Shuuya tetap bersikukuh. Tak ingin. begitu saja kalah dalam adu argumen. “Ao bukan seorang manusia yang bisa lakukan hal seperti itu. Aku sangat mengenal dia… sangat mengenal dia. Jauh lebih mengenal dari semua asumsi omong kosongmu,” balasnya tak peduli pada pemikiran sang dewa kematian. Yang ia inginkan hanya kenyataan bisa berjalan sesuai dengan harapan dan bukan sesuatu seperti ini. Sama sekali bukan. “Kau tidak bemar-benar mengenal anak itu, Shuuya san. Kalaupun kau merasa lebih tau soal dia timbang aku itu pun hanya dalam batasan kemanusiaan yang sangat terbatas. Kau tidak punya pilihan. Kau harus segera mencabut nyawa anak itu. Lagipula dengan keterlibatan dja dengan IQCI harusnya sudah cukup menambah rasa curigamu padanya. Jika ia benar pemilik dari kemampuan itu maka score-mu akan melonjak jauh dibanding para peserta lain. Jika ia merupakan contractor Keaven apalagi. Kau akan langsung menang tanpa keraguan dan tidak perlu ada lagi waktu terbuang. Demi masa depan baik yang telah kita impikan. Sebuah pengorbanan dan sedikit pengambilan resiko tak akan bosa kita hindari. Semua demi hari yang lebih baik untuk umat manusia maupun semua makhluk yang menempati jagat raya ini.” “TIDAK AKAN! AKU AKAN MELINDUNGI DIA APA PUN YANG TERJADI. SEMUA INI HANYA KEBETULAN YANG TAK SEHARUSNYA. TOLONG NANGAN MENYIMPULKAN SEENAKNYA SEOLAH KAU MENGETAHUI SEGALANYA!” pekik Shuuya emosi. Berusaha lari dari kenyataan yang menghampiri. Coba merangsek naik tapaki jati diri di mana seluruh kenyataan sebenarnya merupakan ilusi. “Aku sangat serius, Shuuya san. Aku tidak sedang bermain-main dengan apa yang aku katakan saat ini. Jadi, jangan ajak aku bercanda dengan berusaha putar balikkan fakta yang sebenarnya bukan realita,” balas Erick santai. Sama sekali tak punya minat untuk meladeni amarah manusia yang saat ini tengah ia layani. Semua itu tidak efektif dan tak seharusnya terjadi. Karena sebagai seorang shinigami ia mengetahui lebih dari apa yang umumnya manusia mampu pahami. Semua itu, sebuah realita dewasa ini. Di mana tak seorang pun mampu melewati batas yang sudah mereka miliki. Entah sebagai manusia yang bisa mati maupun shinigami yang secara waktu hidup lebih abadi. “Aku sangat benci pada dirimu, Erick Haires. Lebih baik cepat pergi tinggalkan saja aku sebelum aku yang membuatmu lenyap dadi dunia ini!” perintah Shuuya menuding daun pintu yang tertutup dengan raut wajah bertabur peluh penuh dengan keluh. Saat itu juga tubuh Erick Haires berubah menjadi wujud ketiadaan. Menghilang dari seluruh sudut pandang. Seolah tenggelam dalam ketiadaan. Tidak mungkin. Aku adalah sang pencipta akhir dari segala kehidupan. Hanya takdir jahat yang bisa buat aku harus kehilangan sesuatu yang sangat berharga lagi. Aku tak akan mampu menerimanya. Semua itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD